Oleh Putri Keizha A.M*
Aku ingin mencintaimu Dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat Diucapkan
Kayu kepada api Yang menjadikannya abu..
Aku ingin mencintaimu Dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat Disampaikan
Awan kepada hujan Yang menjadikannya tiada
*****
Puisi karya Sapardi Djoko Damono tersebut terbitk pada 1989. Karya kreatif itu juga pernah dinyanyikan oleh Gayung Bersambut dalam bentuk muskalisasi puisi.
Nah, generasi 90-an pasti tidak asing dengan puisi tersebut. Namun, apa ada yang tahu maksud dari syair tersebut menggambarkan seperti apa? Mungkin dari kalangan milenial belum tahu apa maksud dari sang penyair tersebut menciptakan puisi yang berjudul “Aku Ingin” itu. Mari kita bahas lebih dalam lagi untuk menggali makna puisi tersebut.
Pernakah kalian berpikir kalau puisi “Aku Ingin” adalah sebuah puisi yang romantis, sederhana, namun penuh perjuangan? Sebelum kita bahas lebih lanjut, puisi “Aku Ingin” sebenarnya menggoreskan perasaan cinta yang sederhana.
Jika makna puisi tersebut kita telusuri lebih dalam lagi, sang penyair ingin menyatakan perasaan cintanya yang sederhana dan juga tulus pada sang kekasih yang telah diincarnya. Bukan lewat kata-kata manis saja, Sapardi Djoko Damono juga ingin mengungkapkan cintanya dengan kasih sayang yang tulus.
Dalam puisi “Aku Ingin” suasana yang tergambarkan adalah kesedihan, karena kasih yang tak sampai. Makna dari keseluruhan puisi ini adalah penyampaian rasa cinta seseorang yang apa adanya dan tak perlu dibuktikan lagi dengan kata atau isyarat yang menggebu-gebu, melainkan dengan pengorbanan besar terhadap orang yang dicintainya.
Pertama, mari kita bahas kata ‘Cinta’. Dalam Filsafat Yunani terdapat 4 kata untuk menerjemahkan kata ‘Cinta’ yaitu eros, philia, storge, dan agape.
Makna kata eros sendiri adalah cinta romantis, yang juga menyiratkan keinginan untuk memiliki dan dimiliki. Philia adalah cinta yang bukan berada dalam konteks romantis, melainkan cenderung kepada persahabatan. Tidak ada keinginan untuk saling memiliki, melainkan sudah tahu sama tahu, bahwa mereka saling bisa mengandalkan.
Storge merujuk kepada sebuah kasih sayang yang alami datang akibat hubungan darah. Sedangkan agape merupakan cinta yang bersifat lebih rohaniah dan sederhana. IA bersifat altruistik, tidak mengharapkan apa pun untuk dirinya sendiri, hanya ingin memberi.
Banyak diksi yang membuat puisi “Aku Ingin” ini menjadi puisi yang penuh pengorbanan dan digambarkan oleh sang penyair itu sendiri kepada orang yang sangat dicintainya. Diksi tersebut memiliki Diksi yang lembut, romantis, sungguh-sungguh, dan pasti. Kata-kata tersebut seperti ‘Mencintaimu’, ‘Sederhana’, ‘Awan’, ‘Hujan’, ‘Abu’, dan ‘Api’.
Pada bait pertama “Aku ingin mencintaimu dengan sederhana”. Hal itu menggambarkan sang penyair ingin mencintai sesorang dengan sederhana saja, bahkan terkesan tidak perlu ditunjukkan dan terbalaskan oleh kekasih yang dicintainya.
Majas yang digunakan dalam puisi “Aku Ingin”, yaitu menggunakan majas personafikasi. Personafikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan.
Lanjut pada bait kedua dan bait keempat, dengan kata “Yang tak sempat diucapkan” dan “Dengan Isyarat yang tak sempat disampaikan”. Sang penyair tersebut tak sempat mengatakan sesuatu kepada kekasihnya.
Pada bait kedua “dengan Kata Yang tak sempat diucap”, “Yang tak sempat diucap” itu sendiri memiliki makna doa yang selalu dipanjatkan, meskipun tidak dapat terungkapkan. Sedangkan bait keempat “dengan Isyarat yang tak sempat disampaikan” dalam bait tersebut, meskipun tidak ada isyarat yang tersampaikan, tetap aka nada pembuktian yang selalu ditunjukkan.
Kemudian pada bait ketiga dan bait kelima, “Kayu kepada api yang menjadikannya abu” dan “Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada”. Kata ‘Kayu’ sendiri memiliki arti pohon yang batangnya sangat keras, kemudian kata ‘Api’ memiliki arti cahaya dan panas yang membakar segala sesuatu, dan berkobar seperti semangat yang sedang membara.
Puisi “Aku Ingin” ini menggunakan majas personafikasi, yaitu menganalogikakan benda lain sebagai manusia. Ya, anggap saja ‘Kayu’ dan ‘Awan’ sebagai analogi dari sang penyair. Sedangkan ‘Api’ dan ‘Hujan’ sebagai analogi dari orang yang dicintai oleh sang penyair. Lalu ‘Abu’ dan ‘Tiada’ adalah dampak dari pengorbanan dari sang penyair kepada kekasih yang dicintainya.
Puisi “Aku Ingin” sangat erat kaitan maknanya dengan tema cinta yang menyampaikan hasrat sang penyair untuk mencintai kekasihnya dengan tulus dan penuh kasih sayang. Ia bukan hanya tentang menyampaikan kata-kata manis. Tetapi, justru melaluinya dengan tindakan secara nyata.
Sang Penyair juga rela mengkorbankan dirinya demi orang yang dicintainya hingga menjadi ‘Abu’ dan ‘Tiada’. Pengorbanan cinta sang penyair begitu besar, sehingga ia tidak menghiraukan dirinya sendiri. Rela menerima risiko dirinya tergulung dalam pusaran kehancuran dan akhirnya sirna. {*}
*) Putri Keizha A.M, mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia, FKIP, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).