Oleh: Ulum Kurniawati, S.Pd
Adalah satu frasa sederhana namun memiliki makna yang begitu dalam dan nyata. Ia merupakan dua hal yang selalu berjalan beriringan. Perjuangan dan pengorbanan laksana dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. Sekecil apapun itu, dalam hidup selalu ada perjuangan dan pengorbanan untuk meraih asa dan RidhaNya.
Perjuangan dan pengorbanan, itulah esensi hidup di dunia. Perlu berjuang dan selalu berjuang merupakan karakter seorang muslim. Tak ada perjuangan yang tidak memerlukan pengorbanan. Perjuangan dan pengorbanan akan berakhir jika kita berada di episode kehidupan setelah kematian.
Perjuangan dan pengorbanan juga merupakan representasi dari orang yang beriman dan bertaqwa. Dalam perjuangan ini, kesabaran manusia akan diuji. Dan dari kesabaran inilah dapat terukur pula ketaqwaan seseorang kepada Allah SWT. Sabar dan taqwa juga merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Jika di dalam diri seseorang ada taqwa, pastilah di dalam dirinya ada pula sabar.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Yusuf [12] ayat 90, “Sungguh siapa saja yang bertaqwa dan bersabar, Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.”
Dalam ayat yang agung ini, Allah SWT mengawali firman-Nya dengan lafal “Inna” sebelum menyebutkan kata “Taqwa” dan “Sabar”. Ini bukti betapa kuat hubungan kedua kata ini.
Taqwa dan iman juga erat hubungannya dengan pengorbanan. Tidak ada orang yang beriman tanpa rela berkorban. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Hujarat [49] ayat 15, “Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.”
Dari ayat yang mulia ini tergambar bahwa Iman dan juga Taqwa pasti disertai dengan mujahadah atau perjuangan yang sungguh-sungguh dan kerelaan untuk berkorban harta, jiwa dan raga demi menegakkan agama Allah SWT.
Dalam kehidupan nyata, sebagai seorang muslim kita dapat mengambil hikmah dari kisah Nabi yang agung, ayah dari para nabi yaitu Nabiyullah Ibrahim AS.Pengorbanan Nabi Ibrahim menjadi kisah yang membuktikan bahwa perintah yang datang dari Allah SWT akan berakhir dengan hikmah serta kebahagiaan yang lebih baik. Sebagai seorang ayah yang mencintai anaknya yang berbakti serta shaleh tentu berat bagi Ibrahim untuk mengorbankan Ismail.
Dalam kisah tersebut jika saja ego duniawi yang dimiliki Nabi Ibrahim yakni kecintaanya terhadap Ismail ia pertahankan dan meminta kepada Allah SWT untuk membatalkan perintahNya, maka ia tidak akan melihat kekuasaan dan keagungan Allah SWT.
Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS senantiasa mencontohkan sebuah keikhlasan yang sangat luar biasa, keduanya mampu melampaui maqom ikhlas. Nabi Ibrahim rela mengorbankan putranya untuk Allah SWT. Begitupun Nabi Ismail yang rela disembelih untuk menaati perintah Allah SWT, padahal waktu itu usianya masih sangat muda.
Nabi Ibrahim juga merupakan orang tua yang amanah, dapat diandalkan serta penuh kasih sayang. Hal inilah yang akhirnya juga membentuk kepribadian Ismail untuk menuruti segala perintah dari ayahnya. Dengan sosok Nabi Ibrahim yang tidak pernah mengecewakan anaknya serta selalu mendidik dengan ajaran Islam. Maka hal itulah yang membuat Ismail sangat meneladani ayahnya tersebut bahkan juga mengidolakannya. Hal ini menjadi pelajaran penting bahwa sebagai orang tua harus bisa menjadi role model yang baik bagi anak-anaknya.
Kisah lain yang dapat kita teladani juga adalah kisah perjuangan khalifah Umar bin Khattab ketika menjadi seorang pemimpin, rela melakukan sendiri, berkeliling dan memastikan kondisi rakyatnya baik- baik saja. Bahkan di suatu malam yang dingin, juga rela memanggul sendiri bahan makanan yang akan diberikan kepada salah satu warga yang pada saat itu tengah kelaparan dan memasak batu akibat kehabisan bahan pokok makanan. Sebagai seorang pemimpin yang adil, merasa sangat bersalah dan menyesal kala itu.
Ibrah yang dapat kita ambil dan kita terapkan dalam kehidupan akhir zaman saat ini adalah bahwa sebagai hamba Allah yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT maka kita sudah selayaknya harus senantiasa berjuang dan berkorban di jalan Allah SWT.
Salah satu contoh dalam kehidupan saat ini adalah sebagai seorang laki-laki sholih harus selalu berjuang mencintai ibunya, memuliakan istrinya, memenuhi kebutuhan anak-anaknya, mengusahakan semua keperluan keluarganya, menyediakan semua yg mereka perlukan dalam belajar dan aktivitas lain di kehidupannya. Wallahu A’lam Bis Shawab.*
*) Guru SDIT Insan Kamil Sidoarjo