SURABAYA (RadarJatim.id) — Di tengah lesunya pola dakwah kampus, Universitas Darussalam Gontor menggandeng Unit Kegiatan Kerohanian Islam (UKKI) Unesa untuk mengupas tuntas 3 isu strategis dakwah kampus, Rabu (1/11/2023). Bertempat di Ruang Pertemuan LPPM Unesa, isu tersebut dikupas melalui kegiatan bertajuk “Seminar Pemikiran dan Peradaban Islam”.
“Kegiatan seminar diberlakukan sebagai upaya mengatasi kelesuan dalam berdakwah, terutama di area kampus. Bisa kita lihat telah terjadi pengikisan fundamental nilai-nilai Islam dalam diri mahasiswa yang mempengaruhi pemikiran akibat peradaban Barat yang kurang terfiltrasi. Dengan begitu akan menimbulkan kejumudan berpikir hingga berujung terciptanya ekstrimisme beragama,” tutur Salsabily Haudlillah, Ketua Pelaksana, Kamis (2/11/2023).
Ditegaskan, kegiatan tersebut diadakan sebagai alarm para lembaga dakwah kampus agar menjadi garda terdepan menghalau pola pemikiran yang menyimpang dari ajaran Islam. Mengingat lembaga dakwah kampus berperan sebagai promotor dan eksekutor dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
Hal senada diungkapkan Prof Turhan Yani, Pembina UKKI Unesa. Menurutnya, peradaban islam dipengaruhi oleh SDM yang berkualitas. Sebab, SDM tersebut akan melanjutkan tonggak estafet peradaban dan mensyiarkan ajaran islam.
“Menjadi aktivis organisasi Islam di dunia perkuliahan diperlukan. Alasan tersebut diperlukan untuk meneruskan embrio peradaban Islam seperti, Nur Kholis Majid, Gus dur. Dengan begitu syiar agama tidak terputus, terbentuknya pribadi berkarakter dan berakhlak melalui seruan dakwah yang dilakukan,” lanjutnya.
Peserta “Seminar Pemikiran dan Peradaban Islam” tidak hanya dari kampus UNIDA Gontor dan UKKI Unesa, tapi juga sejumlah kampus di Jatim. Di antaranya, UKKI Narotama, PGRI Adi Buana, W.R. Supratman, dan Dr Soetomo sebagai mitra UKKI Unesa.
Dalam seminar tersebut terdapat tiga pemateri yang membawakan materi berbeda-beda, namun saling berkaitan. Nur Fadhilah dari UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda, Andi Ichsan Adiwisastera dari UIN Alauddin Makassar, dan Wahidya Difta dari Universitas Gadjah Mada.
Nur Fadhilah menyampaikan terkait problem konsep diri dan krisis identitas remaja. Ia mencoba mengkritisi fenomena banyaknya remaja yang mencoba mengakhiri problematika dunia dengan sikap menyimpang.
“Banyak temuan perilaku remaja yang menyimpang seperti bunuh diri dan pesta narkoba dengan dalih untuk mengekspresikan diri. Hal ini merujuk pendapat Eri Erikson, bahwa pada masa remaja anak akan mengalami kebingungan dan kehilangan arah sehingga memicu ketidaksesuaian dalam bertindak,” ujarnya.
Andi Ichsan Adiwisastera menyoroti fenomena selubung pluralisme agama dalam isu toleransi beragama di Indonesia. Indonesia sebagai negara majemuk terdiri atas berbagai suku, ras, budaya dan agama. Dengan begitu dibutuhkan sikap toleransi dalam antarindividu.
“Jika kita menyinggung toleransi beragama tidak mesti bermakna pluralisme agama, sehingga dalam peranannya toleransi beragama cukup memahami dan membiarkan tanpa membenarkannya,” terangnya.
Sementara Wahidya Difta memberikan tips dalam menghadapi tantangan budaya populer dalam dunia dakwah kampus di era kontemporer. Sebagai contoh MBKM-MSIB yang mendorong pendidikan ke arah Pragmatis-Materealistik yang diliputi nilai-nilai Neoliberalisme.
“Dalam mengelola manajemen dahwah kampus, perlu memperhatikan tiga hal, yaitu, pertama melestarikan budaya keilmuan, seperti membaca, menulis, dan berdiskusi dengan melibatkan kaca mata islam. Kedua, responsivitas dan adaptabilitas sehingga menjawab kebutuhan umat. Ketiga, sinergi dan kolektivitas guna mensukseskan tujuan dakwah,” pungkasnya. (red)
Kontributor: Miftahul Afifur Rohman.