Oleh: Moh. Husen*
Pada paruh sepuluh terakhir dalam bulan Ramadan, saya secara pribadi seakan menemukan berkah dari informasi, bahwa di sebuah desa nun jauh di sana, ada sampah rumah tangga yang tidak diambil oleh petugasnya selama satu minggu lebih. Padahal mereka sudah bersepakat membayar. Mereka menuntut haknya.
Mereka jangan diedukasi mengenai sampah harus ditutup rapat supaya seandainya petugas “telat” hingga satu minggu, sampah tak berbuat “onar” bagi kesehatan warga sekitar. Petugas pengambil sampah harus disiplin ambil sampah tiap hari. Mereka harus dapat honor yang realistis. Honor mereka juga tidak bisa ditunda.
Kalau ada petugas pengambil sampah yang berani menyatakan berhenti karena honornya telat dan pekerjaan tersebut merupakan satu-satunya yang diandalkan untuk nafkah keluarganya, maka jangan diklaim tidak ada yang mau bekerja sebagai petugas pengambil sampah. Mereka wajar mencari pekerjaan lain.
Memasuki sepuluh terakhir bulan Ramadan, usai buka puasa, persoalan sampah yang tidak diambil petugasnya hingga satu minggu tersebut saya sampaikan secara personal kepada pihak terkait yang memang selama ini berkecimpung di dalam persoalan sampah.
Beliau bilang ke saya, petugasnya sakit dan memang kekurangan petugas di lokasi itu. Ketika saya minta solusinya, beliau janji besok siang akan menugaskan pengambil sampah dari daerah lain untuk mengambil sampah di desa tersebut. Setelah itu kami guyon agar jalinan komunikasi tetap terjaga.
Saya menyebut peristiwa sampah ini merupakan berkah bagi saya secara pribadi, karena–mohon maaf–hati saya yang penuh kekotoran ini jarang sekali peduli sampah wilayah jauh di luar domisili kecamatan saya. Ngertinya saya, sampah di rumah saya, beres. Saya ngeri jika dikecam: “Orang jauh kok sok kepo urusan tetangga sebelah!”
Dalam hati saya segera bersimpuh kepada Allah seraya meronta: “Allahumma, innaka ‘afuwwun karim, tuhibbul ‘afwa, fa’fu ‘anni, ya karim.”
Kalau saya menyebut berkah, mohon jangan di-rasani bahwa saya sebenarnya sedang mengklaim mendapatkan “lailatul qadar”, namun saya bahasakan secara halus: mendapatkan berkah. Bahkan klaim berkah pun, bisa jadi keliru.
Banyuwangi, 3 April 2024
*)Catatan kultural jurnalis RadarJatim.id, Moh. Husen, tinggal di Banyuwangi, Jawa Timur.