SIDOARJO (RadarJatim.id) Pemerintah dinilai perlu melakukan antisipasi terjadinya pergeseran dua sesar di kawasan lumpur Lapindo Sidoarjo. Sejumlah daerah yang alami gempa bumi, menjadi pengingat pentingnya mitigasi bencana dan early warning sistem.
Hal itu disampaikan pengamat kebijakan publik, Ir H Bambang Haryo Soekartono. Pihaknya juga mengunjungi pusat semburan lumpur di Sidoarjo pada Jumat (8/12/2022).

Menurutnya, adanya gejala gerakan bawah tanah, mulai dari gempa Cianjur, Garut hingga Jember dan Semeru yang terus bergerak menjadi kekhawatiran adanya gerakan dari 2 sesar yang bergeser yang ada di Siring maupun watu Kosek.
“Jadi kalau misalnya ada satu pergerakan, kan tentu ada satu penambahan debit daripada semburan lumpur. Nah kalau tambah debit semburan lumpur tentu juga membahayakan masyarakat di sekitarnya,” kata anggota DPR RI periode 2014-2019 ini.
Disampaikan pentingnya tanggap darurat kebencanaan ataupun mitigasi bencana yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), karena lumpur Lapindo ini masuk dalam bencana nasional yang harus ditangani pemerintah pusat.
“Jadi pemerintah pusat harus tanggap, mungkin kebutuhan Pusat Pengendalian Lumpur Sidoarjo (PPLS) apa dan sebagainya termasuk juga mitigasinya tadi simulasi-simulasi harus selalu dilakukan,” ucapnya.
BHS yang juga Dewan Pakar DPP Partai Gerindra mengatakan pentingnya early warning system atau alarm awal ini menjadi pengingat, dengan bunyi alarm itu masyarakat sudah langsung tahu harus lari kemana dengan pusat titik berkumpul daripada masyarakat itu sendiri.
“Early warning sistem dan mitigasi bencana itu harusnya dilakukan secara terus menerus dilatih dan berlatih,” imbuhnya.
Menurutnya, Basarnas juga harus stand by di area lumpur lapindo. Adanya pergerakan-pergerakan bawah tanah dikhawatirkan menambah debit lumpur. Selain itu, tanggul lapindo yang lebih lebar dan kini makin tinggi dengan luasan peta terdampak awalnya 650 yang saat ini menjadi 1300 hektar itu juga perlu diwaspadai.
Ia juga menyarankan pemerintah tidak gegabah dalam menjadikan lumpur Lapindo sebagai tempat wisata atau Geo Park. Sedangkan untuk antisipasi adanya gerakan bawah tanah, PPLS berharap adanya tambahan SDM yang cukup dan handal dalam menganalisa semburan lumpur.
“Karena ini penting sekali. Seperti di Jepang misalnya, dengan adanya gerakan seperti di Semeru itu, Jepang sudah melakukan penelitian bagaimana dampak dari gerakan Gunung itu. Antisipasi dini nya harus ada, ini tugas BMKG dan BNPB karena ini menyangkut hidup masyarakat Sidoarjo,” tambah Bambang.
Sementara itu, Kabid pelaksanaan PPLS, Suryo Edi mengungkapkan jika tim reaksi cepat kebencanaan sudah disiapkan jika terjadi sesuatu dikawasan tanggul lumpur. Kemudian pihaknya juga terus lakukan koordinasi dengan instansi terkait.
Pihaknya juga menegaskan setiap harinya ada 9 orang penjaga posko di lumpur lapindo untuk memantau aktivitas lumpur. Lumpur yang sebelumnya menyembur 100 kubik perhari kini alami penurunan menjadi 27 ribu kubik perhari.
“Aktivitas penanggulangan setiap hari tetap berjalan,” pungkasnya. (RJ/RED)