Catatan Pinggiran SUHARTOKO
Jagat media massa di bumi Kota Pudak, Gresik, Jawa Timur dalam dua pekan terakhir lumayan hangat. Bahkan, dalam perkembangannya situasinya berubah menjadi gaduh dan terkesan “ngeri-ngeri sedap”. Ini terjadi setelah para pihak yang diduga menjadi objek masalah saling serang lewat pemberitaan dalam versi media masing-masing, dalam dua kutub yang saling berhadap-hadapan.
Gaduhnya situasi oleh para praktisi jurnalistik atau agen informasi publik ini awalnya dipicu oleh pemberitaan yang mengangkat beredarnya sekelompok yang mengaku wartawan dan berkolaborasi dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Berita itu itu sendiri bersumber dari forum audiensi para pengurus Komunitas Wartawan Gresik (KWG) dengan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Gresik Nana Riana, di kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Gresik, Jumat, 19 Mei 2023.
Audiensi yang kemudian dimuat di berbagai media massa online itu, di antaranya memuat bergentayangannya sekelompok oknum yang mengaku wartawan plus LSM yang kerap menakut-nakuti, mengancam, dan akhirnya memalak atau memeras para kepala desa (Kades) di wilayah Kabupaten Gresik dengan sejumlah uang. Modusnya, mereka mengirim surat dengan meminta informasi berapa anggaran proyek, atau anggaran kegiatan tertentu. Misalnya, dengan kalimat: “Kami tunggu jawabannya selama 7 hari sejak dimasukkan surat ini. Apabila sampai 7 hari tidak ada tanggapan dari yang bersangkutan, maka laporan ini kami naikkan ke tingkat yang lebih tinggi”.
Merasa prihatin dengan fenomena tersebut, saat audiensi dengan pengurus KWG, Kajari Nana Riana pun melempar pernyataan keras dan tegas. Isinya, meminta agar para kepala desa tidak takut dan melaporkan pelaku yang diduga melakukan ancaman dan pemerasan tersebut ke aparat penegak hukum (APH). Menurut Kajari, ancaman, baik lisan ataupun tertulis tersebut, sudah memenuhi unsur tindak pidana.
Merasa mendapat dukungan dari Kajari, KWG pun melakukan road show (audiensi) ke instansi lain, yakni Komando Distrik Militer (Kodim) 0817 Gresik yang langsung diterima oleh Dandim Letkol (Inf) Ahmad Saleh Rahanar dan Polres Gresik bersama Kapolres AKBP Adhitya Panji Anom. Belakangan, Bupati Gresik Fandi Akhmad Yani juga mereaksi fenomena maraknya dugaan tindakan ancaman dan pemerasan terhadap para kepala desa oleh oknum kelompok wartawan/LSM yang beroperasi di wilayah hukum Kabupaten Gresik.
Seperti Kajari Gresik Nana Riana, baik Dandim, Kapolres Gresik, maupun bupati Gresik sepakat melindungi para kepala desa dari ulah sekelompok orang yang dinilai meresahkan dan merugikan itu. Ulah merugikan itu, kata mereka, harus diberantas. Dandim bahkan memerintahkan para Babinsa di seluruh Koramil di kecamatan-kecamatan untuk sering nongkrongi balai desa untuk mencegah peluang terjadinya aksi merugikan itu. Hal yang sama juga dilakukan Polres Gresik yang menyiagakan para Babinkamtibmas-nya untuk melindungi para kepala desa dari kemungkinan gangguan ancaman dan pemerasan terseburt.
Hawa “perang” sepertinya telah berhembus ke berbagai desa yang diduga kerap disatroni oleh kelompok wartawan/LSM yang dicap sebagai gerombolan wartawan. Kesiapsiagaan telah dilakukan, tidak saja oleh aparat kepolisian yang memang domainnya menciptakan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas), tetapi juga personel TNI di bawah komando Kodim 0817. Sepertinya Kodim 0817 tidak mau kecolongan dengan segala bentuk hambatan, gangguan, tantangan, dan ancaman yang berhembus di wilayah teritorial Gresik.
Yang kemudian memunculkan pertanyaan adalah, sebegitu gawat dan daruratkah situasi dan kondisi di desa-desa di wilayah Kabupatebn Gresik, sehingga harus menerjunkan pasukan bak menghadapi perang? Tidak adakah upaya dan langkah yang lebih sejuk dan terasa nyaman sebagai ikhtiar solusi, sehingga kegaduhan secepatnya berakhir?
Tak Eksplisit Menyebut
Jika mencermati arus pemberitaan yang beredar, sebenarnya belum ada pihak, baik KWG, Kejari, Kodim, Polres, mapun bupati Gresik, yang secara eksplisit menyebut siapa kelompok yang diduga telah melakukan tindakan ancaman, menakut-nakuti dan memeras para kepala desa dimaksud. Mereka hanya menyampaikan isyarat tentang modus operandi kelompok yang bahkan kerap disebut dengan diksi menyeramkan: ‘gerombolan wartawan’ itu. Bahkan Kapolres Gresik saat audiensi dengan pengurus KWG memastikan, mereka bukan para wartawan atau LSM dari Gresik, tapi berasal dari daerah lain.
Meski demikian, ada beberapa pihak yang merasa tersinggung bahkan tertuduh atas sinyalemen dugaan ancaman dan pemerasan terhadap para kepala desa. Setidaknya LSM Front Pembela Suara Rakyat (FPSR), juga LSM Generasi Masyarakat Adil Sejahtera (GMAS) yang “gerah” dan merasa tudingan tersebut teralamatkan padanya. Merasa tidak nyaman dengan kondisi gaduh tersebut, keduanya lalu menantang KWG adu data untuk membuktikan benar-tidaknya ada dugaan ancaman dan pemerasan itu.
Permasalahan pun makin melebar. Belakangan LSM Masyarakat Anti korupsi Indonesia (MAKI) Gresik malah menuding balik komunitas wartawan yang road show –lewat audiensi ke pejabat– untuk memerangi dugaan ancaman dan pemerasan itu, justru telah memfungsikan dirinya sebagai backing para kepala desa di wilayah Kabupaten Gresik dengan motif mengail keuntungan. Untuk menguatkan tudingan baliknya, MAKI lewat Koordinatornya di Gresik, Mas’ud Hakim, menghadirkan istilah: “Tidak ada makan siang gratis”.
Artinya, dengan dalih “melindungi” para kepala desa dari serangan kelompok wartawan/LSM yang diduga kerap melakukan ancaman dan pemerasan, ulah komunitas wartawan ini justru ingin mendapatkan imbalan. Setali tiga uang?
Sudahi Kegaduhan
Jika kegaduhan yang melibatkan para pekerja pers atau jurnalis plus LSM ini tak secepatnya disudahi, maka ada banyak pihak yang akan menerima dampak negatifnya. Selain akses publik (masyarakat) untuk menerima informasi bermutu atas perkembangan situasi dan pembangunan di Gresik akan terganggu, para pemangku kepentingan (stakeholders), terutama pemerintah kabupaten (Pemkab) dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Gresik, juga akan menanggung dampak politis dan ongkos sosial yang tingi dalam mengelola roda pemerintahan.
Apalagi, belakangan upaya-upaya saling serang lewat pemberitaan di media masing-masing, kelompok-kelompok wartawan sepertinya makin liar dalam menelanjangi pihak yang dianggap sebagai lawan. Masalah pun jadi kian melebar ke mana-mana dan bikin situasi-kondisi kurang kondusif. Lihat saja, sudah mulai menyebar berita-berita yang menelusuri alur belanja iklan oleh Pemkab Gresik dan jajarannya yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang diduga hanya dinikmati kelompok tertentu. Bahkan, renovasi kantor salah satu komunitas wartawan (saja) yang juga memanfaatkan sumber dari APBD, menjadi amunisi pemberitaan untuk melemahkan pihak yang berseberangan.
Karena itu, mesti ada upaya-upaya rekonsiliasi terhadap para kelompok atau komunitas wartawan juga LSM untuk duduk bareng, berdialog secara jernih untuk kepentingan support pengembangan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Gresik tercinta. Dan, Pemkab Gresik mesti mau mengambil inisiatif untuk menjadi mediator. Toh, jika semua elemen masyarakat bisa difungsikan dan diberdayakan secara maksimal dan proporsional, termasuk kelompok-kelompok wartawan, maka yang diuntungkan juga Pemkab dalam perspektif tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Ini juga kesempatan bagi Pemkab Gresik untuk menjalin komunikasi secara maksimal dan melakukan kolaborasi (sebagaimana selalu didengungkan Gus Yani, sapaan akrab Bupati Fandi Akhmad Yani) dengan semua kelompok yang ada dan beroperasi di wilayah hukum Gresik. Kalau ini dilakukan, spirit kolaborasi yang selalu dikampanyekan Pemkab bisa merambah ke semua lini, dan pada gilirannya akan menjadi support pembangunan dan pengelolaan pemerintahan yang baik.
Fenomena beredarnya kelompok wartawan atau jurnalis, apa itu sungguhan atau gadungan yang memiliki irisan terhadap tindakan yang merugikan banyak pihak, bisa saja terjadi sampai kapan pun. Tidak saja di wilayah Gresik, tetapi itu bisa menimpa daerah-daerah lain di Jawa Timur, bahkan di belahan mana pun di Indonesia. Namun, jika tindakan antisipasi dilakukan secara maksimal dan terukur sebagai representasi pencegahan sebelum meledak dan membumbung jadi permasalahan pelik, maka dipastiikan dampak baiknya akan dirasakan dan dinikmati oleh semua pihak yang berkepentingan. Wallohu a’lam bisshowab. {*}
Gresik, 30 Mei 2023
*) SUHARTOKO, Pemimpin Redaksi RadarJatim.id.