Oleh Tajun Nasher, Lc
Beberapa waktu lalu penulis membaca di salah satu grup WA sebuah artikel yang mengkritisi kebiasaan ucapan selamat (tahniah) yang biasa dilakukan oleh masyarakat Indonesia dan menyalahkan, serta mempermasalahkannya. Tidak hanya itu, bahkan tradisi saling memaafkan pun dipermasalahkan, karena dianggap mengkhususkan suatu perbuatan tanpa landasan dalil.
Salah satu yang dikritisi adalah mengucapkan Minal A’idin wal Faizin yang dipermasalahkan atau mungkin lebih tepatnya mempertanyakan artinya, juga menyalahkan orang yang menganggapnya sebagai arti dari mohon maaf lahir dan batin.
Tahniah atau ucapan selamat di hari raya ini sebenarnya kalau dikategorikan berdasarkan jenis amalnya termasuk adat dan tradisi yang bukan kategori ibadah ritual, sehingga teknis pelaksanaannya pun tidak saklek dan harus ada dalil yang jelas sebagai landasannya.
Kalau ditelusuri pendapat para ulama dalam masalah ini, maka akan didapat, bahwasannya secara umum mereka berpendapat, tahniah hari raya ini secara umum termasuk perkara yang masyru’ (disyariatkan). Hanya saja, mereka berbeda pendapat mengenai status hukumnya, apakah merupakan hal yang di-sunnah-kan ataukah merupakan perkara mubah, yang boleh-boleh saja untuk dilakukan.
Bahkan, ada juga yang berpendapat jika tradisi tahniah ini sudah menjadi budaya yang mengakar dan akan timbul fitnah ketika tidak dilakukan seperti menjadi indikator memutus silaturrahim, maka hal ini wajib dilakukan.
Kelompok yang men-sunnah-kan misalnya beberapa ulama dari madzhab Syafii, semisal Imam Ibnu Hajar dan Imam Al-Baihaqi, bahkan Imam Al-Baihaqi menulis tema tersendiri dalam kitab As-Sunan Al-Kubra terkait masalah ini. Sementara yang menganggap ini perkara mubah, seperti Imam Malik yang ketika ditanya beliau menjawab ini tidak termasuk kategori sunnah atau bid’ah, tetapi perkara yang mubah. (Lihat: Al-Fawaikh Ad-Dani 1/322, Nihayatul Muhtaj 2/391, Al-Mughni 2/250).
Dari yang sebatas penulis telusuri, penulis belum menemukan ulama yang memerintahkan harus dengan redaksi tertentu saja seperti redaksi:
تقبل الله منا ومنكم
Yang biasa diucapkan oleh para sahabat ketika saling bertemu di Hari Raya. Meskipun tentu saja ketika mempraktikkannya, tentu afdhal, karena ucapan tersebut maknanya sangat baik. Dengan demikian, ucapan tahniah bentuk apa pun selama memiliki makna yang baik, maka silakan saja diucapkan.
Bagaimana Minal A’idin wal Faizin?
Memang banyak orang yang menyangka maknanya adalah mohon maaf lahir batin, dan ini memang jelas kurang tepat. Sebab, makna a’idin adalah orang-orang yang kembali dan faizin adalah orang-orang yang menang. Kembali ke mana dan menang dari apa?
Ada tulisan menarik terkait makna ungkapan ini yang ditulis oleh Dr Muhammad bin Mahmud Fakkhal, salah satu pakar dan dosen Bahasa Arab di Universitas Malik Suud Arab Saudi. (tulisan lengkapnya bisa dicek di sini : https://www.al-jazirah.com/2007/20071012/rj1.htm)
Ia menjelaskan maksud dari ungkapan tersebut adalah doa yang cukup indah maknanya. Maksud dari من العائدين adalah semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang diberikan kesempatan untuk kembali bertemu dengan bulan Ramadan tahun depan.
Sedangkan kata والفائزين maksudnya adalah semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang mendapatkan kemenangan berupa ridha Allah ta’ala, di dalamnya sebagai balasan dari amalan shalih selama bulan Ramadan, seperti puasa, qiyamul lail, membaca Al Quran, sedekah, dan amalan kebaikan lainnya.
Kalau direnungkan makna yang disebutkan tadi, maka sebenarnya secara esensi ucapan tahniah ini tidak jauh berbeda dengan ungkapan:
تقبل الله منا ومنكم
Seperti yang diungkapkan oleh para sahabat.
Adapun tradisi saling bermaafan di bulan Ramadan juga merupakan tradisi yang baik dan selama tidak ada unsur yang diharamkan. Maka, penting bagi kita untuk membedakan 2 sekup amalan mukallaf ini (antara ibadah dan muamalat), sehingga tidak rancu ketika mengambil kesimpulan hukum.
Selamat Hari Raya Idul Ftri 1445 H
Taqabbalallahu minna wa minkum. Jaalanallahu wa iyaakum minal A’idin ila ramadhan aam muqbil wal faizin bi ridhallah. Mohon maaf lahir dan batin. {*}
*) Tajun Nasher, Lc, Sekreraris Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Gresik, Jawa Timur.
CATATAN: Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulisnya.