Oleh: Moh. Husen*
Jangankan tokoh sekelas calon bupati atau calon gubernur, saya yang orang kecil saja selalu pakai parfum. Sesusah-susahnya hidup saya, saya tidak berani hidup tanpa parfum, apalagi anti parfum. Baik parfum dalam arti pewangi tubuh, atau parfum dalam arti lain.
Misalnya, karena sudah terlanjur menyatakan siap datang di acara halal bihalal dan silaturahmi Forum Diskusi Dapil se-Banyuwangi (FD2B), siang itu dengan badan saya yang masih agak demam, saya datang nunut rombongan mobil sekretaris FD2B. Saya pakai parfum ber-merk berlagak beres agar tidak tercium bau agak demam.
Rombongan kami datang telat. Kami sampai di lokasi, acara sudah selesai. Seorang anggota DPR RI yang mengundang FD2B ada acara yang mengharuskan beliau segera terbang ke Jakarta. Acara tak sampai satu jam. Beliau meminta maaf, dan sebelum cabut, kami sempat bertemu sebentar.
Saya segera nyelindut di pojok. Salaman dengan beberapa teman. Lalu flu pilek saya memaksa otw ke kamar mandi beberapa kali. Setelah itu, rombongan kami bergeser untuk silaturahmi dengan pensiunan ASN yang senantiasa penuh gairah membicarakan Pilkada.
Saya gagal menerapkan “ilmu” seorang kiai yang sering diundang untuk berbicara apa saja di panggung, tatkala badannya hampir sakit dan demi tidak mengecewakan yang mengundang, beliau bermanja kepada Allah dengan “mateg aji bismillah waras“, kemudian sembuh saat berada di panggung.
Flu pilek saya tetap tak bersahabat, meskipun saya diam saja di pojok. Namun kalau telat ke belakang, pilek saya bisa tumpah tanpa permisi mengganggu estetika gesah tipis-tipis itu. Terlebih lagi oleh rombongan, saya lantas diajak ke ruang ber-AC selama 2 jam lebih. Saya agak rajin ke toilet tanpa diketahui bahwa saya agak demam.
Namun berkat parfum berlagak beres tadi, segala sesuatunya menjadi lancar.
Nah, di media sosial pribadi saya, terkadang saya posting foto-foto saya sedang ngomong sambil pegang mikrofon, atau foto bercakap-cakap sebentar dengan tokoh nasional, termasuk saya pasang pula flyer sebagai narasumber.
Belakangan ini saya baru menyadari, bahwa saya sedang menyemprotkan parfum sok penting ke diri saya melalui medsos pribadi saya itu. Artinya, medsos berperan penting agar kita bisa dianggap orang penting. Agar preman dianggap pahlawan. Agar orang pelit tampak dermawan.
Bahkan kalau tak hati-hati dalam bermedsos, kita bisa dipercaya orang sebagai calon bupati atau gubernur dengan segudang persangkaan bahwa kita bisa mensejahterakan masyarakat tanpa harus menunggu dikritik keras oleh LSM atau para aktivis di berbagai media.
Maka, parfum bisa membuat yang bau menjadi harum, yang tak begitu pantas menjadi pantas, dan tatkala jam 11 malam saya ngopi menggunakan parfum FD2B yang berupa koas hitam bertuliskan WA Masuk, seorang teman spontan nyeletuk: “kaosnya Toni ya?”
“Jiamputtt…!!!” saya misuh dalam hati.
So, marilah kita rileks dan bergembira ria menyongsong Pilkada 2024.
Banyuwangi, 30 April 2024
*) Catatan kultural jurnalis RadarJatim.id, Moh. Husen, tinggal di Banyuwangi, Jawa Timur.