Oleh Nadia Yasmin Dini
Tanpa sadar kini telah memasuki era serba-digital. Era digital ini sering disebut juga sebagai era globalisasi, sebuah masa yang di dalamnya teknologi dan internet sangat mudah untuk dijangkau oleh manusia.
Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, dunia kesusastraan pun juga ikut mengalami perkembangan dan bergerak ke ranah yang modern pula. Dunia sastra juga ikut menyesuaikan diri dan terkena dampak dari internet. Hal tersebut dapat dilihat dari kemunculan Sastra Cyber di tengah-tengah masyarakat, khususnya pada kalangan Generasi Z (Gen-Z).
Sastra Cyber sendiri berasal dari dua kata, yakni sastra dan cyber. Cyber artinya internet. Sementara sastra adalah sebuah karya tulis. Dengan demikian, Sastra Cyber dapat diartikan sebagai sebuah karya sastra atau tulisan yang ditulis atau dipublikasikan dengan menggunakan media internet.
Meski pada awalnya kemunculan Sastra Cyber ini sempat memicu pro dan kontra di kalangan sastrawan dan penikmat sastra. Namun, tak bisa dimungkiri jika kehadirannya secara tidak langsung telah membawa angin segar bagi seluruh penggiat sastra yang masih bingung dalam mencari wadah untuk berekreasi. Kehadiran Sastra Cyber ini juga seakan memberikan jalan dan kesempatan yang seluas-luasnya bagi munculnya para penulis-penulis muda, baru, dan berbakat di Indonesia. Karena mereka bisa memanfaatkan berbagai macam platform di internet sebagai ladang menulis mereka.
Contoh-contoh media publikasi yang biasanya dimanfaatkan para penulis-penulis muda dalam menuangkan seluruh ide-idenya ialah, Wattpad, Flizo Novel, Cabaca, NovelToon, GoodNovel, hingga yang paling baru dan viral, yakni AU (Alternate Universe) .
AU (Alternate Universe) merupakan sebuah istilah untuk menyebut sebuah cerita yang ada di media sosial Twitter. Sesuai dengan namanya, AU berisi sebuah cerita yang dibuat dengan dimensi atau alur cerita yang berbeda dari sebenarnya. Biasanya nama karakter serta visual yang digunakan dalam cerita AU diambil dari Idol K-Pop.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, bahwa kehadiran Sastra Cyber seakan-akan memberikan jalan dan kesempatan yang luas bagi munculnya para penulis-penulis muda, baru dan berbakat di Indonesia. Salah satu contohnya, Dhia’an Farah, penulis AU Dikta dan Hukum yang merupakan kelahiran tahun 2000. Meski umurnya masih terbilang cukup muda, namun Dhia’an Farah telah sukses menjadikan AU Dikta dan Hukum menjadi sebuah novel best seller, hingga akhirnya diangkat menjadi sebuah web series.
Ada pula nama Putri Azzahra, Penulis Novel IPA dan IPS. Diketahui bahwa penulis Wattpad novel IPA dan IPS tersebut, saat ini masih berusia 20 tahun. Meski begitu, ia telah berhasil menjadikan novel IPA dan IPS menjadi salah satu novel best-seller dan pernah diangkat menjadi sebuah serial TV.
Selain kedua penulis tersebut, masih banyak contoh penulis muda lainnya yang sukses berkat kehadiran Sastra Cyber ini. Pada akhirnya, kemunculan Sastra Cyber ini mampu membebaskan imajinasi penulis untuk menciptakan karya-karya yang layak diperhitungkan.
Fenomena baru ini dianggap menjadi tonggak baru dunia sastra Indonesia yang selama ini terkesan “inklusif” untuk lebih membumi di kalangan penulis, khususnya penulis pemula. Diakui atau tidak, kemunculan Sastra Cyber mampu menjawab kegelisahan jiwa penulis pemula untuk mendapatkan ruang dalam pergulatan kancah dunia sastra Indonesia (Laily Fitriyani, 2007).
Sastra Cyber juga menawarkan kemudahan untuk bisa membaca di mana pun dan kapan pun kita mau. Tanpa harus repot-repot lagi membawa buku-buku novel yang pastinya berat dan tebal. Sudah jelas karena dalam Sastra Cyber ini, karya sastra hadir dalam bentuk digital. Dengan begitu, tanpa sadar hal tersebut telah membuat kita semua khususnya anak muda menjadi lebih tertarik untuk membaca.
Dengan kata lain, kemunculan Sastra Cyber ini juga dapat mengembangkan tingkat literasi masyarakat Indonesia yang selama ini masih tergolong rendah. Jika minat literasi anak muda semakin meningkat, secara tidak langsung hal tersebut juga dapat memengaruhi peningkatan kualitas SDM di Indonesia.
Selain membaca, Sastra Cyber juga dapat mendorong minat menulis yang tinggi. Karena sama halnya dengan membaca, selama ini minat menulis masyarakat, khususnya pada kalangan Gen-Z, masih tergolong rendah. Padahal, membaca dan menulis merupakan dua indikator penting dalam kehidupan. Dengan kehadiran para penulis muda yang telah sukses melalui Sastra Cyber ini, tanpa sadar dapat mendorong motivasi para kawula muda untuk senantiasa menulis dan berkarya. {*}
*) Nadia Yasmin Dini, mahasiswa Universitas Airlangga Surabaya.
CATATAN: Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulisnya.