SIDOARJO (Radar Jatim.id) Menurunnya korban virus COVID 19 membuat sekolah dibuka kembali. Kami para guru merindukan siswa yang haus dan semangat belajar di sekolah lagi. PTMT membawa angin segar bagi semua orang. Siswa mulai memposisikan kembali dengan peraturan sekolah, materi pelajaran dll. Sekolah yang patuh protokol kesehatan, halaman kelas bersih, siswa semangat belajar adalah harapan guru saat masuk sekolah.
Awal masuk sekolah saya dibuat kaget dengan semua perubahan siswa. Dari segi akhlak sopan santun, pemahaman materi, dan kelengkapan bukupun sudah tidak karuan lagi. Siswa sudah lupa dengan banyak peraturan sekolah seperti datang tepat waktu, makan minum sambil duduk, bicara sopan, duduk posisi belajar yang baik dan lain-lain. Dan mereka juga membuang sampah sembarangan. Banyak botol yang dibuang sembarangan padahal di sebelahnya ada tempat sampah. Dan pada saat pelajaran tematik TEMA 3 muatan PKn tentang hak dan kewajiban, banyak siswa yang belum paham apa itu hak dan kewajiban. Padahal sudah dijelaskan dengan banyak cara dan berulang-ulang. Ada apa dengan mereka? Apa efek daring yang berkepanjangan. Membuang sampah sembarangan, belajar di kelas ngantuk, diberi soal tidak dikerjakan adalah salah satu gejala virus learning loss yang sudah mulai terlihat.
Nah, dengan adanya pertanda beberapa gejala berbahaya learning loss, maka saya membuat media bermain yang digabungkan dengan tradisi budaya Jawa yaitu udik-udikan. Terinspirasi saat ingin membuat permainan yang beda dan membuat belajar kelas PTMT semangat lagi. Ingat-ingat duluTanpa berpikir panjang saya ajak mereka keluar kelas dan saya berikan sarung tangan. Pasukan semut adalah sebutan mereka yang bergotong royong mengambil sampah. Setelah sampah terkumpul, kami pilah dan mengambil botol bekas saja. Tutup botolpun sudah terkumpul banyak. Saya pun bercerita bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman, jadi anak yang suka kebersihan maka ia adalah anak muslim yang hebat.
Saya pun memutarkan video tentang tradisi udik-udikan yang berasal dari Jawa. Siswa sangat senang dan mereka baru tahu apa itu tradisi udik-udikan, maklum saja mereka tinggal di kota yang sangat jarang ada tradisi budaya lokal. Mereka saya ajak untuk membuat koin dari botol bekas agar bisa praktik tradisi udik-udikan secara langsung. Mereka sangat antusias dan kreatif membuatnya. Mencuci tutup botol, menggunting stiker, menulis angka dan huruf K (Kewajiban) dan H (Hak) di balik tutup botolpun dilakukan mereka sendiri dengan mandiri. Badan botol yang tidak terpakai juga bisa digunakan untuk pot bunga air.
Setelah semua selesai, saya memberikan rule bermain udik-udikan. Ambilah sebanyak-banyaknya koin yang terlempar, Hitung jumlah koin yang didapat (literasi numerasi) dan jangan lupa tunjukkan hak dan kewajiban di balik tutup botol. Mereka pun bernalar kritis saling tanya jawab dengan temannya. Tanpa ada gurupun mereka sering mencoba bermain sendiri udik-udikan (berkebinekaan global) dan secara tidak langsung melestarikan budaya (literasi budaya). Selain itu saya membuat buku BEKAL CERDAS yaitu BElajar Kewajiban dan hAk berLiterasi CERia berbuDAya tangkaS. Membuatnya dengan 2 versi yaitu cetak dan on line. Versi online berupa flip book dan live worksheet yang bisa dibaca dan dikerjakan secara online. https://online.flippingbook.com/view/355107502/ Bagi siswa yang sudah mencoba udik-udikan bisa lanjut menjawab tantangan di buku BEKAL CERDAS.
Ternyata mengemas pelajaran hak dan kewajiban dengan tradisi udik-udikan membuat siswa semangat belajar kembali, karakter enam profil pelajar pancasilapun bisa tercapai dan virus learning loss berhasil diberantas. Dengan berinovasi, mengajar berpihak pada siswa (empati), dan melibatkan siswa dalam membuat media adalah salah satu jurus untuk memberantas learning loss masa PTMT ini.
Penulis :
Imawati, M,Pd guru SD Al Falah Darussalam 2 Tropodo Waru Sidoarjo




