BANYUWANGI (RadarJatim.id)–Wakil Ketua DPRD Banyuwangi, Michael Edy Harianto, sebut persoalan tambang di Banyuwangi itu unik. Mereka rata-rata bukan pengusaha yang notabene kaya raya, melainkan kebanyakan mereka hanya pencari nafkah dan pekerjaan melalui galian pasir sehingga selalu terbentur persoalan perizinan.
Hal tersebut disampaikan pria dari Fraksi Demokrat ini dalam acara dialog publik mengenai Keputusan MK No. 91/PUU-XVII/2020 dalam perkara Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang di gelar di Insigne Cafe, Rabu (30/3/2022).
Selain dari anggota dewan, tampak pula hadir dari pihak Kejari Banyuwangi, para LSM, akademisi, konsultan tambang, serta para penambang yang tampak antusias menyimak paparan dari nara sumber siang itu.
“Persoalan tambang di Banyuwangi ini memang unik. Jangan disamakan dengan kabupaten lain yang memang mereka itu pengusaha kaya raya. Kalau di sini mereka hanya mencari pekerjaan dan nafkah sehingga tanah setengah hektar saja mereka gali. Padahal peraturan perizinan menyebutkan minimal harus lima hektar tanah,” kata Michael.
Keunikan problem penambang pasir di Banyuwangi ini, diperjelas oleh Hary Priyanto, bahwa pihaknya setuju dengan uniknya persoalan tambang di Banyuwangi. Akan tetapi problemnya menurut Dosen Universitas Tujuh Belas Agustus ini ada dua hal.
Problem pertama berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kedua, berkaitan dengan regulasi pertambangan. Dua hal tersebut menurut Hary, akan terus menerus menjadi runyam sehingga pihaknya merekomendasikan perlu adanya domain kelembagaan dalam Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
“Problemnya menurut saya, pertama, apakah Pemerintah Daerah ingin mendapatkan PAD dengan benar atau tidak? Kedua, apakah masyarakat mau diatur tentang ke-pengusaha-annya atau tidak? Maka, dua hal ini akan tetap menjadi runyam selama tidak dibentuk BUMD,” terang Hary.
Dalam kesempatan tersebut, anggota PERKHAPPI (Perkumpulan Konsultan Hukum dan Pengacara Pertambangan Indonesia) Banyuwangi, Ahmad Shauqi menambahkan, mengurus izin pertambangan bukan tidak mungkin, meskipun harus diakuinya sangat sulit sekali.
“Pemda Banyuwangi sebaiknya membentuk semacam panitia ad-hoc untuk membantu mengatasi teman-teman penambang yang tak ada izin ini,” pinta Syauqi.
Sementara itu, ketua Asosiasi Pengusaha Mineral (Aspamin) Banyuwangi, Abdillah Rafsanzani, mengemukakan, adanya penambang Banyuwangi yang dijadikan tersangka Polda Jatim karena tidak ada izin, selama belum jelas status hukumnya, para penambang yang lain juga bisa beresiko hal yang sama.
Sedangkan Jos Rudi selaku penambang pasir Banyuwangi, dirinya lebih berharap Pemerintah Daerah khususnya Bupati Banyuwangi segera melakukan tindakan untuk menolong permasalahan-permasalahan penambang, terutama yang berkaitan dengan perizinan.
Dialog publik yang diselenggarakan oleh Musyawarah Masyarakat Banyuwangi (M2B) ini untuk mencari solusi agar berbagai persoalan tambang di Banyuwangi bisa segera menemukan solusi.
“Giat ini semata-mata untuk mencari solusi bagi para persoalan penambang di Banyuwangi,” ucap Hamzah AG selaku ketua panitia pelaksana. (HSN)







