YOGYAKARTA (RadarJatim.id) — Innalillahi wainna ilaihi roji’un. Muhammadiyah dan bangsa Indonesia kehilangan salah seorang putra terbaiknya. Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Dr Ahmad Syafii Maarif atau lebih akrab disapa Buya Syafii Maarif (86) meninggal dunia di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping, Yogyakarta, Jumat (27/5/2022) pukul 10.15 WIB.
Sebelumnya, Buya Syafii Maarif mengeluhkan sesak nafas, sehingga dibawa ke RS PKU pada Sabtu (14/5/2022). Empat hari dirawat di rumah sakit itu, kondisinya membaik dan diperbolehkan pulang untuk istirahat di rumah. Terapi, Kamis kemarin kesehatannya menurun lagi, sehingga dibawa kembali ke rumah sakit.
Ketua Umum PPMuhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir, sebagaimana dikutip muhammadiyah.or.id, menyampaikan duka cita yang mendalam atas meninggalnya Buya Syafii Maarif.
”Semoga beliau husnul khatimah, diterima amal ibadahnya, diampuni kesalahannya, dilapangkan kuburnya, dan ditempatkan di jannatun na’im. Mohon dimaafkan kesalahan beliau dan doa dari semuanya,” tutur Haedar Nashir, Jumat (27/5/2022)
Ahmad Syafii Maarif pernah menjabat Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah menggantikan Prof Dr Amien Rais saat menjadi Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) di masa Reformasi. Dia juga menjadi Presiden World Conference on Religion for Peace (WCRP) dan pendiri Maarif Institute. Jabatan terakhirnya, tim penasihat presiden.
Buya Syafii Maarif lahir di Nagari Calau, Sumpur Kudus Kabupaten Sijunjung Sumatra Barat, 31 Mei 1935. Ayahnya, Ma’rifah Rauf Datuk Rajo Malayu adalah kepala nagari dan ibunya bernama Fathiyah. Desa Calau di masa itu merupakan desa Muhammadiyah yang punya Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah.
Di madrasah ini Syafii Maarif kecil menimba ilmu. Setamat Sekolah Rakyat (sekarang SD, Red) dia masuk Madrasah Muallimin Muhammadiyah di Balai Lantah, Tanah Datar tahun 1950.
Baru tiga tahun di Muallimin, umur 18 tahun dia merantau ke Yogyakarta bersama saudaranya. Di Yogyakarta, ia menjadi guru Bahasa Inggris dan les montir. Kemudian ia melanjutkan sekolah di Muallimin Yogya.
Setelah itu, Buya Syafii Maarif berkelana ke Lombok Timur menjadi guru. Lalu ia pun balik lagi ke Jawa kuliah di Solo lulus sebagai sarjana muda. Setelah itu meneruskan sarjana ke IKIP Yogyakarta dan menjadi dosen di situ. Selama di kota gudeg ini, Buya Syafii Maarif sempat menjadi guru dan redaktur Suara Muhammadiyah dan aktif di HMI.
Ia juga pernah mengikuti Program Master di Departemen Sejarah Universitas Ohio, AS. Kemudian meraih doktor dari Program Studi Bahasa dan Peradaban Timur Dekat, Universitas Chicago.
Di bidang keilmuan, Buya Syafii Maarif pemikirannya dikenal kerap kontroversial. Di antaranya, menolak diberlakukan kembali Piagam Jakarta, karena itu bagian dari masa lalu. (*/sto)







