oleh ADRIONO
Apa yang dilakukan sebagian siswa SMAN1 Sukapura, Probolinggo, mengisi weekend, Sabtu-Minggu? Para remaja itu naik ke kawasan wisata Gunung Bromo. Mereka bukan tengah berwisata, tapi melakukan kegiatan yang berpenghasilan. Apa itu?
Mereka memilih menjalani sebagai driver Jeep offroad, pengojek motor, menjajakan topi kerpus, nyales homestay, hingga jualan wedang kopi sasetan. Itu pilihan itu hidup sebagian remaja di sana begitu memasuki weekend.
“Mereka umumnya sudah bisa cari duwit sendiri, Pak,” kata Pak Ali, guru olah raga.
Dijelaskan, siswanya berasal dari beberapa pelosok desa di lereng gunung Bromo. Umumnya mereka berasal dari keluarga sederhana. Oleh karena itu, hanya sedikit lulusannya yang melanjutkan studi ke perguruan tinggi.
Kalaupun tahun ini ada beberapa di antara mereka yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi (kuliah), dua dari mereka merupakan penerima program bantuan Bidik Misi. Ini tentu paradoks. Sebab, satuan pendidikan SMA itu didirikan untuk menyiapkan peserta didik melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi.
Beruntung sejak tahun lalu Pemprov Jawa Timur memiliki program afirmatif bernama Double Track. Program ini memberi keterampilan praktis kepada siswa sebagai bekal memasuki dunia kerja. Sasaran program ini adalah sekolah-sekolah pinggiran yang 60% lebih lulusannya diidentifikasi tidak melanjutkan kuliah, seperti SMAN1 Sukapura ini.
Tentu saja anak-anak menyambut baik program Double Track ini. Apalagi kelas keterampilan yang dibuka sudah disesuaikan dengan kebutuhan lokal. Adapun bidang yang paling diminati adalah kelas Teknik Kendaraan Ringan (TKR) dan Tata Boga.
“Medan jalanan di Sukapura kan naik turun. Jadi, semua kendaraan orang di sini dimodifikasi agar kuat kalau nanjak. Skok motornya harus dikuati karena dibuat ngangkut kentang sampai kuitalan beratnya,” kata Pak Ali.
Dengan memiliki keterampilan servis bongkar-pasang motor, maka kelak alumni punya peluang bisnis membuka jasa bengkel. Demikian juga tata boga, juga punya prospek bagus. Selama ini komoditas kentang yang berlimpah hanya dijual mentahan begitu saja. Maka, bila dibuat produk olahan berbasis kentang, tentu akan punya nilai tambah. Itung-itung sebagai oleh-oleh wisata Bromo.
Saya bersama sahabat Sukemi berkesempatan menyaksikan langsung anak-anak kelas Tata Boga praktik membuat kue sobek. Pekan-pekan sebelumnya calon-calon master chief remaja ini juga bikin donat kentang, keripik kentang, unti-unti kentang, hingga onde-onde kentang.
“Kulit onde-onde yang dicampuri kentang hasilnya lebih empuk dan enak,” kata trainer Doble Track Tata Boga.
Ditambahkan, pihak sekolah berencana mengembangkan budi daya tanaman yang cocok di dataran tinggi, yaitu terong belanda, buah tin, dan daun mint.
“Saya ikut tata boga untuk menambah ilmu baru. Nanti kalau lulus saya mau buka usaha sendiri,” kata Kartika, siswa kelas XI asal Desa Sapeh. Ini desa letaknya nylempit di balik bukit. (*)
*) Penulis adalah pegiat literasi, tinggal di Sidoarjo





