• Pasang Iklan
  • Redaksi
  • Contact
Rabu, 3 Desember 2025
No Result
View All Result
e-paper
Radar Jatim
  • Home
  • Bisnis
  • Hukum dan Kriminal
  • Peristiwa
  • Pendidikan
  • Lifestyle
  • Contact
  • Home
  • Bisnis
  • Hukum dan Kriminal
  • Peristiwa
  • Pendidikan
  • Lifestyle
  • Contact
No Result
View All Result
Radar Jatim
No Result
View All Result
Home Artikel dan Opini

‘Vertical Housing’ dan Tantangan Kultur Indonesia

by Hartoko
2 Desember 2019
in Artikel dan Opini, Ekonomi Bisnis
0
345
VIEWS

Oleh SUHARTOKO

Besarnya komitmen pemerintah kota (Pemkot) Surabaya untuk mendorong percepatan pembangunan rumah-rumah susun (vertical housing) di wilayahnya perlu mendapat apresiasi dan dukungan maksimal dari para pemangku kepentingan (stake holder) kota Pahlawan ini. Pola ini juga perlu dikembangkan di kota-kota lain yang kepadatan penduduknya relatif tinggi sebagai antisipasi kian terbatasnya lahan dan konsekuensi industrialisasi yang kerap memicu serbuan kaum urban.

Komitmen untuk mempercepat tumbuhnya pembangunan rumah-rumah susun itu telah ditunjukkan dengan merevisi peraturan daerah (Perda) tentang izin mendidikan bangunan (IMB). Revisi tersebut memungkinkan berdirinya bangunan tanpa batasan ketinggian. Sayang, langkah Pemkot ini berpotensi berbenturan dengan rencana penerbitan peraturan gubernur (Pergub) Jatim yang justru mengisyaratkan adanya pembatasan ketinggian suatu bangunan, termasuk rumah susun atau gedung bertingkat (Jawa Pos, 2 November 2006).

Tulisan ini tidak bermaksud masuk terlalu dalam, apalagi membenturkan peluang konflik kebijakan antara Pemkot Surabaya dan pemerintahan provinsi (Pemprov) Jatim. Namun, fokus tulisan ini lebih pada membaca tren pembangunan perumahan di kota-kota besar, sekaligus potensi pasarnya, termasuk segmen yang mesti dibidik.

Sebernarnya, wacana pembangunan perumahan bertingkat yang dalam industri properti biasa dikemas dalam istilah rumah susun (rusun), apartemen, atau kondominium, sudah berkembang sejak tahun 1990-an. Bahkan, untuk “memprovokasi” pemerintah agar concern terhadap masalah tersebut, sejumlah pengembang (developer) yang tergabung dalam Realestat Indonesia (REI), termasuk yang difasilitasi DPD REI Jatim berkali-kali menimba ilmu dalam bentuk studi banding ke beberapa negara yang industri propertinya lebih maju ketimbang Indonesia.

Di antara rekomendasi yang sempat dikeluarkan oleh REI adalah mendorong dan menyemangati pemerintah untuk membangunan rumah-rumah susun di kota-kota besar yang memiliki tingkat kepadatan penduduk relatif tinggi. Rekomendasi ini sebagai antisipasi terus menyusutnya luasan dan mahalnya harga tanah di Surabaya akibat maraknya pembangunan perumahan dengan konsep landed housing dan pesatnya industrialisasi dan perdagangan.

Pembangunan perumahan dengan konsep vertical housing merupakan sebuah tuntutan untuk diterapkan di Surabaya. Ini konsekuensi logis menjawab terus menipisnya stok lahan untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal warganya. Apalagi, sebagai kota besar yang menjadi serbuan kaum urban, keberadaan rumah-rumah susun tidak saja menampung warga asli Surabaya, tetapi juga mengakomodasi para pekerja yang tiap hari nglaju dari dan ke Surabaya, seperti mereka yang datang dari Gresik, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Lamongan, Bangkalan, Pasuruan, juga Malang dan kota-kota lainnya.

Benturan Kultur

Ketika pasar apartemen (istilah rumah susun untuk segmen menengah-atas) kali pertama booming di Surabaya tahun 1994/1995, sejumlah pengembang tergiur menggarap segmen pasar ini. Dalam waktu hampir bersamaan dalam periode tersebut, sejumlah apartemen ditawarkan ke publik Surabaya. Maka, dalam waktu relatif singkat beberapa proyek apartemen kelas A dibangun dan berdiri megah di kota ini. Di antaranya di kawasan Ngagel ada apartemen Adhistana. Di kawasan Embong Malang berdiri apartemen Cystal Garden. Keduanya termasuk apartemen generasi pertama yang dirintis pembangunannya di Surabaya.

Lalu bangunan apartemen lainnya yang sudah berdiri megah dan hingga kini dioperasionalkan, di antaranya Puncak Marina di kawasan Margorejo Indah, Royal di kawasan superblok Basuki Rahmat-Embong Malang, Grand Family di perumahan Graha Family, Paragon di Jl Mayjen Sungkono, Taman Beverly dan Puri Matahari di Jl HR Muhammad, juga apartemen Sejahtera di Kebonsari.

Apartemen Metropolis di kawasan Surabaya timur (sekitar Ubaya) juga meramaikan pasar Surabaya. Demikian juga pengembang kawasan superblok City of Tomorrow (Cito) di bundaran Waru, Grup Ciputra yang juga membangun produk properti papan atas ini di Jl. Mayjen Sungkono, lalu Grup Pakuwon Jati yang membangun di kawasan Surabaya barat dan Surabaya timur. Hingga kini sejumlah apartemen baru juga masih terus dibangun di beberapa kawasan Surabaya.

Unit-unit apartemen yang umumnya ditawarkan secara strata tittle itu serapan pasarnya tidak maksimal. Banyak unit apartemen yang dibangun di blok-blok gedung jangkung nganggur alias kosong. Tidak ada keseimbangan antara penawaran (supply) dan permintaan (demand), sehingga kelebihan pasok (over supply) pun tak terhindarkan. Meski demikian, toh masih saja ada pengembang yang berani membangun apartemen baru dan berebut ceruk pasar yang relatif sempit ini.

Hal ini memancing kreativitas pengelola apartemen, hingga sempat memunculkan konsep apartel, yakni apartemen yang dikelola ala manajemen hotel. Unit-unit apartemen yang tak terserap pasar, lalu disewakan dalam satuan waktu tertentu. Tren ini sempat memantik protes para pengelola hotel yang tergabung dalam Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), karena dianggap sebagai ancaman dan menggerogoti pasar hotel. Meski secara umum pasar apartemen di Surabaya belum mampu mengimbangi besarnya pasokan, toh hal ini belum membuat jerah investor. Sejumlah pengembang masih menaruh harapan akan bangkitnya pasar apartemen seperti terjadi di Jakarta.

Berbeda dengan Jakarta yang daya serap pasar apartemennya relatif tinggi, untuk menerobos pasar Surabaya, perlu kerja ekstra. Dalam perspektif marketing, terlepas dari aspek daya beli, “menaklukkan” konsumen Surabaya agaknya butuh perjuangan, karena umumnya mereka (konsumen) dikenal kritis dan banyak pertimbangan sebelum memutuskan membeli.

Selain itu, aspek kultur punya andil besar dalam menentukan daya serap pasar apartemen. Umumnya masyarakat lebih suka tinggal di rumah yang luas plus ada halaman dan ruang keluarga, sehingga memungkinkan mereka melakukan sosialisasi secara maksimal. Mereka, terutama keluarga besar, merasa kurang nyaman tinggal di apartemen yang space-nya terbatas. Sebaliknya, mereka lebih suka tinggal di rumah dengan konsep landed housing ketimbang vertical housing.

Belum maksimalnya daya serap pasar apartemen kelas menengah-atas yang umumnya ditawarkan secara strata tittle, kiranya tak berlaku bagi rusun sederhana yang dikelola secara sewa (rusunawa). Di seluruh blok rusunawa yang berdiri di Surabaya tingkat hunian (okupansi)-nya cenderung penuh. Tentu saja, relatif murahnya tarif sewa rusunawa jadi faktor penentu tingginya okupansi itu.

Fakta tersebut kiranya layak jadi pertimbangan bagi investor dan Pemkot Surabaya jika ingin mengembangkan rusun atau apartemen. Perlu penajaman segmen pasar dengan memperhatikan real market, sehingga produk yang dibangun tak sia-sia alias bisa terserap oleh pasar secara maksimal. Tak kalah pentingnya, sistem pengelolaannya juga mesti memperhatikan sasaran pasar yang akan dibidik. Misalnya, jika hendak membidik pakerja kaum urban atau masyarakat yang kini kontrak di kawasan-kawasan padat dan kumuh, rusunawa merupakan pilihan tepat. Sementara untuk segmen menengah-atas, perlu kejelian membidik pasar dengan memperhatikan potential buyer yang ada.

Pengembang atau penyedia unit-unit apartemen seyogyanya merevisi kebijakan pemasarannya sesuai dengan potensi pasar secara realistis, bukan pasar semu. Jangan hanya karena demi mempertahankan prestise, lalu dibangun apartemen yang pada gilirannya tak terserap oleh pasar. Untuk maksud ini, Pemkot selaku institusi regulatif perlu selektif dalam menerbitkan izin pendirian apartemen.

Dalam situasi seperti itu, langkah pemerintah membangun delapan twin block rusunawa di Jatim (enam dialokasikan di Surabaya dan dua lainnya di Sidoarjo dan Gresik), merupakan pilihan realistis. Proyek senilai Rp 125 miliar yang bersumber dari APBN ini diproyeksikan menjaring para pekerja dan masyarakat menengah-bawah.

Mengembangkan permukiman dengan konsep vertical housing di Surabaya merupakan konsekuensi logis yang mesti dilakukan, baik oleh Pemkot maupun investor. Hanya saja, untuk merealisasikannya perlu kejelian dalam menentukan segmen pasar dan sistem pengelolaannya. Kalau tidak, besar kemungkinan banyaknya pasokan unit-unit apartemen, justrun akan memperpanjang daftar over supply hunian ini, karena gagal terserap oleh pasar. (*)

 

Related Posts

Mulyono Dipanggil Bareskrim Polri bersama Dua Pejabat Penting Sidoarjo

Pelapor Kasus Penggelapan Rp 28 Milyar Dipanggil Bareskrim Polri, BD Terlihat di Hotel Bintang Lima Jakarta

by Radar Jatim
3 Desember 2025
0

SIDOARJO (RadarJatim.id) – Kasus penipuan...

Pemerintah Ingatkan Penerima Bansos agar Waspada Jebakan Judi Daring

Pemerintah Ingatkan Penerima Bansos agar Waspada Jebakan Judi Daring

by Radar Jatim
2 Desember 2025
0

JAKARTA (RadarJatim.id) -- Pemerintah terus...

Bupati Gresik Raih Dua Penghargaan Bergengsi di Ajang Apresiasi Kinerja Pemerintahan Daerah

Bupati Gresik Raih Dua Penghargaan Bergengsi di Ajang Apresiasi Kinerja Pemerintahan Daerah

by Radar Jatim
2 Desember 2025
0

JAKARTA (RadarJatim.id) — Pemerintah Kabupaten...

Load More
Next Post

Latihan Penanggulangan Bencana, Ratusan Personel Disiagakan

Radar Jatim Video Update

Berita Populer

  • Tangis Haru Mewarnai Suasana Penjemputan Siswa SMA Negeri 1 Wonoayu

    Tangis Haru Mewarnai Suasana Penjemputan Siswa SMA Negeri 1 Wonoayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Soft Launching KM Dharma Kencana V, Fasilitas Mewah Berkapasitas 1.400 Penumpang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ribuan Warga Doakan Keluarga Besar SMK Antartika 2 Sidoarjo

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Analisis Semantik Puisi ‘Aku Ingin’ Karya Sapardi Djoko Damono

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sehari Pasca-Kunjungan Jokowi, KEK JIIPE Manyar Didemo Ratusan Massa Sekber Gresik, Protes Rendahnya Serapan Tenaga Kerja Lokal

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Radar Jatim adalah media online Jatim yang memberikan informasi peristiwa dan berita Jawa Timur dan Surabaya terkini dan terbaru.

Kategori

  • Artikel dan Opini
  • Ekonomi Bisnis
  • Ekosistem Lingkungan
  • Esai/Kolom
  • Feature
  • Finance
  • HAM
  • Hukum dan Kriminal
  • Infrastruktur
  • Kamtibmas
  • Kemenkumham
  • Kesehatan
  • Komunitas
  • Kuliner
  • Lain-lain
  • Layanan Publik
  • Lifestyle
  • Literasi
  • Nasional
  • Olah Raga
  • Ormas
  • Otomotif
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Peristiwa
  • Pertanian
  • pinggiran
  • Politik
  • Religi
  • Sastra/Budaya
  • Sosial
  • Tekno
  • TNI
  • TNI-Polri
  • video
  • Wisata

Kami Juga Hadir Disini

© 2020 radarjatim.id
Susunan Redaksi ∣ Pedoman Media Siber ∣ Karir

No Result
View All Result
  • Home
  • Politik
  • Hukum dan Kriminal
  • Nasional
  • Lifestyle
  • Tekno
  • Ekonomi Bisnis
  • Artikel dan Opini

© 2020radarjatim.id

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In