SIDOARJO (Radar Jatim.id) — SMP Negeri 3 Sidoarjo (Spentigda) menggelar Upacara Hari Jadi Sidoarjo (Harjasda) ke-164. Bertema Bergerak Serentak Maju Bersama, kegiatan tersebut dilaksanakan di lapangan sekolah, Selasa (31/1/23) pagi, sekaligus diisi dengan menceritakan sejarah Sidoarjo kepada seluruh siswanya.
Bertindak sebagai pembina adalah Drs Soehartono, sedangkan petugas upacara adalah pengurus OSIS 2022-2023. Upacara rutin tahunan itu diikuti seluruh siswa dari kelas VII-IX. Dalam kegiatan tersebut, para siswa diwajibkan memakai baju batik, sedangkan untuk pendidik dan tenaga kependidikan mengenakan pakaian daerah Sidoarjo.
Dalam amanatnya, Soehartono yang mengajar IPA itu mengatakan, peringatan Hari Jadi Kabupaten Sidoarjo ke-164 pada hakikatnya adalah suatu ungkapan rasa syukur. “Yakni atas berkat rahmat Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa,” ujarnya.
Sidoarjo dulu, lanjut dia, dikenal sebagai pusat Kerajaan Jenggala. “Pada masa kolonialisme Hindia Belanda, daerah Sidoarjo bernama Sidokare, yang merupakan bagian dari Kabupaten Surabaya,” lanjutnya.
Daerah Sidokare dipimpin oleh seorang patih bernama R Ng Djojohardjo. “Beliau bertempat tinggal di kampung Pucang Anom, yang dibantu seorang wedana yaitu Bagus Ranuwiryo yang berdiam di kampung Pangabahan,” jelasnya.
Pada 1859, berdasarkan Keputusan Pemerintah Hindia Belanda tanggal 31 Januari 1859, daerah Kabupaten Surabaya dibagi menjadi dua bagian yaitu Kabupaten Surabaya dan Kabupaten Sidokare.
Sidokare dipimpin R Notopuro, kemudian bergelar RTP Tjokronegoro, yang berasal dari Kasepuhan. “Beliau adalah putra dari RAP Tjokronegoro, Bupati Surabaya. Pada tanggal 28 Mei 1859, nama Kabupaten Sidokare yang memiliki konotasi kurang bagus diubah namanya menjadi Kabupaten Sidoarjo,” terangnya.
Pada masa Pedudukan Jepang, yakni 8 Maret 1942 – 15 Agustus 1945, daerah delta Sungai Brantas termasuk Sidoarjo juga berada di bawah kekuasaan Pemerintahan Militer Jepang, yaitu oleh Kaigun, tentara Laut Jepang.
Pada 15 Agustus 1945, Jepang menyerah pada Sekutu. Permulaan bulan Maret 1946 Belanda mulai aktif dalam usaha-usahanya untuk menduduki kembali daerah ini.
“Ketika Belanda menduduki Gedangan, pemerintah Indonesia memindahkan pusat pemerintahan Sidoarjo ke Porong. Daerah Dungus, Kecamatan Sukodonomenjadi daerah rebutan dengan Belanda,” tuturnya.
Tanggal 24 Desember 1946, Belanda mulai menyerang kota Sidoarjo dengan serangan dari jurusan Tulangan. Sidoarjo jatuh ke tangan Belanda hari itu juga.
“Pusat pemerintahan Sidoarjo lalu dipindahkan lagi ke daerah Jombang. Pemerintahan pendudukan Belanda, dikenal dengan nama Recomba berusaha membentuk kembali pemerintahan seperti pada masa kolonial dulu,” ulasnya.
Pada November 1948, dibentuklah Negara Jawa Timur salah satu negara bagian dalam Republik Indonesia Serikat. “Sidoarjo berada di bawah pemerintahan Recomba hingga tahun 1949,” ungkapnya.
Tanggal 27 Desember 1949, sebagai hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB), Belanda menyerahkan kembali Negara Jawa Timur kepada Republik Indonesia. “Sehingga daerah delta Brantas dengan sendirinya menjadi daerah Republik Indonesia,” paparnya.
Diakhir, dia berpesan pada para siswa, “Untuk anak anakku, anak muda Sidoarjo zaman sudah berubah. Bersiaplah dengan ilmu, pengalaman, dan kembangkan talentamu,” tuturnya.
Kuatkan niat untuk sukses, bergeraklah, kuasailah zaman digital ini. “Mulailah berusaha, jangan mudah putus asa, karena di pundak kalian masa depan ditentukan. Selamat Hari Jadi Sidoarjo ke 164, Bergerak Serentak Maju Bersama,” pungkasnya.(m







