SIDOARJO (RadarJatim.id) – Saling gugat antara Dinas Perhubungan (Dishub) Sidoarjo dengan mitranya PT Indonesia Sarana Service (ISS) terkait sengketa pengelolaan parkir tepi jalan umum dan lokasi khusus benar-benar terjadi.
Dalam sidang perdata di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo kali ini, PT ISS balik menggugat Dishub Sidoarjo. Dimana pada sidang sebelumnya tanggal 17 Juli 2023 lalu, Dishub Sidoarjo yang melakukan gugatan kepada PT ISS.
Bonifasius Marbun, kuasa hukum PT ISS mengatakan bahwa materi gugatan perdata yang dilayangkan Dishub Sidoarjo pada kliennya tidak cermat yang disebabkan adanya pertentangan dalil antara satu dengan lainnya, Senin (31/07/2023).
“Diantaranya, di poin 11 dalam materi gugatannya pihak Dishub (Sidoarjo, red) mengaku telah menerima selembar cek bernomor AAC 036872 di Bank Jatim Syariah pada 27 April 2022 sebagai imbal jasa layanan perparkiran di tahun pertama dari PT ISS,” katanya.
Namun di poin 24 gugatannya, justru Dishub Sidoarjo menuding PT ISS telah melakukan wanprestasi atau ingkar janji karena tidak membayar kewajibannya tersebut sebagaimana telah diatur dalam pasal 5 ayat 1 Surat Perjanjian Kerjasama (PKS) yang ditandatangani bersama pada 25 April 2022.
Apalagi PT ISS juga telah menyerahkan bank garansi sebagai jaminan pelaksanaan PKS kepada Pemrintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo sebesar Rp 1,6 miliar lebih pada tanggal 25 April 2022 lalu.
“Lalu perbuatan wanprestasi mana lagi yang dilakukan klien kami? PT ISS jelas-jelas sudah memberikan cek itu kok. Tapi kenyataannya, mereka malah memutus kontrak secara sepihak ketika prosesnya masih berjalan 6 bulan. Padahal jangka waktu PKS itu harusnya berlangsung 3 tahun,” terangnya.
Dijelaskan oleh Bonafius bahwa PT ISS sudah berkali-kali mengingatkan Pemkab Sidoarjo untuk berhati-hati dalam pencairan dana tersebut, yaitu harus ada kepastian terkait kode rekening (koring) yang dituju agar tidak salah penempatan dananya dalam nomenklatur pos pendapatan daerah.
“Agar nilai setoran tersebut tidak tertampung secara liar yang dapat menimbulkan resiko penyalahgunaan keuangan,” jelas Bonafius.
Atas dasar itulah, tim kuasa hukum PT ISS menilai bahwa gugatan perdata yang disampaikan oleh Dishub Sidoarjo seharusnya dinyatakan tidak diterima oleh majelis hakim yang menyidangkan kasus itu di PN Sidoarjo.
Maka dari itu PT ISS melayangkan gugatan balik serta menganggap Dishub Sidoarjo tidak memiliki itikad baik dalam melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang tertuang di PKS dan telah ditandatangi bersama oleh kedua belah pihak.
“Itu yang kami lakukan karena justru Pemkab Sidoarjo, dalam hal ini Dishub (Sidoarjo, red) sendiri yang tak punya itikad baik dan konsisten dalam melakukan kewajibannya sebagaimana sudah dituangkan dalam PKS,” jelasnya.
Salah satunya adalah penyerahan 359 titik lokasi parkir secara bersih pada PT ISS yang dituangkan secara resmi dalam Berita Acara Penyerahan Lokasi (BAPL) dan ditindaklanjut dengan penerbitan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) sebagaimana lazimnya yang berlaku dalam kontrak perjanjian pengadaan barang dan jaksa.
“Sangat aneh dan tidak masuk akal ketika Dishub justru meminta pada klien kami untuk mengembalikan penguasaan 359 titik parkir. Terus mana yang mau dikembalikan, sedangkan mereka sama sekali belum pernah menyerahkan secara resmi pada PT ISS,” tambahnya.
Fakta lain yang diungkapnya adalah adanya surat kesepakatan antara Dishub Sidoarjo dengan PT ISS untuk menunjuk Pusat Kajian dan Pengembangan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (UB) Malang guna melakukan inventarisasi ulang titik-titik parkir sebagaimana yang disebutkan dalam SK Bupati Sidoarjo No 188/2021.
Termasuk diantaranya melakukan penghitungan potensi pendapatan retribusi parkir di lokasi-lokasi tersebut, akhirnya Tim UB diminta melakukan penelaan terhadap PKS tadi dari sisi hukum dan keuangan daerah.
Saat tugas itu dilaksanakan, Tim UB menemukan fakta yang menyebutkan bahwa SK Bupati Sidoarjo tersebut terindikasi menyerobot sebagian aset milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) dan hanya ada 89 titik parkir yang berada dalam pengelolaan serta penguasaan Dishub Sidoarjo.
“Penentuan jumlah titik parkir riil itu bukan dilakukan secara asal-asalan, namun profesional dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Sebaliknya fakta ini justru menunjukkan bahwa Bupati Sidoarjo telah menerima data yang tidak benar dari OPD (Organisasi Perangkat Daerah, red) bawahannya sehingga SK yang ditandatanginya jadi error dan tidak berkepastian hukum lagi,” jelas Bonifasius lagi.
Karena itu, PT ISS meminta kepada majelis hakim untuk memaksa Pemkab Sidoarjo segera melakukan addendum atas PKS parkir dengan klausul-klausul meliputi jumlah titik parkir yang dikerjasamakan sebanyak 87 titik.
Sedangkan besaran imbal jasa yang disetorkan ditetapkan sebesar Rp 7,776 miliar di tahun pertama yang selanjutnya ditambah 7,5 persen, dimana PKS tersebut dilaksanakan selama 3 tahun yang dimulai sejak ditandatanganinya addendum.
Dalam materi gugatannya, Bonifasius juga meminta Pemkab Sidoarjo membayar kerugian materiil yang diderita kliennya sebesar Rp 33,7 miliar dan kerugian inmateriil sebesar Rp 98 miliar plus Rp 1 Miliar karena kliennya merasa tercemar nama baiknya.
“Kami meminta pada majelis hakim untuk menghukum Pemkab Sidoarjo berupa membayar uang paksa sebesar Rp 2 juta/hari atas keterlambatan melaksanakan putusan ini terhitung sejak berkekuatan hukum tetap,” pungkasnya. (mams)







