SIDOARJO (RadarJatim.id) – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sidoarjo menggelar Rapat Koordinasi Identifikasi Potensi Kerawanan dan Strategi Pencegahan Pelanggaran Tahapan Kampanye Pemilu Tahun 2024 di Kabupaten Sidoarjo.
Rapat koordinasi (rakor) yang digelar disalah satu hotel diwilayah Kecamatan Sidoarjo itu dihadiri oleh komisioner Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) se-Kabupaten Sidoarjo serta perwakilan partai politik (parpol) se-Kabupaten Sidoarjo, Minggu (22/10/2023).
Moeh. Arief, Koordinator Divisi Penindakan Pelanggaran Bawaslu Sidoarjo mengatakan bahwa rakor ini diselenggarakan untuk melakukan pemetaan terhadap potensi kerawanan dan pelanggaran kampanye Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
“Rakor kali ini bertujuan untuk menyiapkan Panwascam dalam memahami potensi kerawanan dan pelanggaran kampanye,” katanya.
Diungkapkan oleh Arief bahwa pembekalan bagi Panwascam dan sosialisasi bagi parpol sangat penting, sebab di masa kampanye yang sempit, potensi pelanggaran sangat besar.
Selain itu, Bawaslu Sidoarjo juga mengimbau kepada parpol peserta Pemilu untuk memahami aturan kampanye. Sehingga, kampanye Pemilu 2024 bisa dilakukan sesuai dengan Peraturan KPU No. 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum.
”Memahami tahapan kampanye dan segala aturannya sangat penting. Agar kampanye dapat dilakukan dengan baik dan riang gembira sebagai pesta demokrasi dengan tetap mengedepankan aturan,” ungkapnya.
Abhan, salah satu narasumber dalam kegiatan itu menjelaskan bahwa masa kampanye yang pendek menjadi masa-masa krusial terjadinya potensi pelanggaran pada Pemilu 2024 nanti.
Untuk itu, Bawaslu Sidoarjo harus tahu cara mengidentifikasi potensi kerawanan maupun cara mencegah pelanggaran dalam tahapan kampanye Pemilu.
Ada beragam jenis kampanye, potensi-potensi pelanggaran kampanye, hingga isu-isu krusial lain terkait kampanye Pemilu. Saat ini, ada berbagai model kampanye yang semuanya lazim digunakan oleh peserta kampanye.
Ada pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, rapat umum, penyebaran bahan dan pemasangan alat peraga kampanye, pemasangan iklan di media, debat pasangan calon, maupun penggunaan media sosial.
“Masa kampanye pada Pemilu 2024 ini tergolong pendek. Hanya 75 hari, yakni 28 November hingga 10 Februari (2024, red),” jelasnya.
Melihat masa kampanye yang hanya 75 hari tersebut, penggunaan media sosial sangat tinggi. Dan cara itu menjadi salah satu pilihan bagi peserta Pemilu.
”Di antara 270 juta penduduk Indonesia saat ini, 60 persennya aktif di media sosial. Anyone (setiap orang, red) bisa menulis apa pun di media sosial,” paparnya.
Beragam masalah juga bisa terjadi dengan masa kampanye yang pendek ini, diantaranya kegiatan kampanye di luar jadwal. Lebih-lebih ada jeda waktu yang sangat rawan terjadinya pelanggaran, yaitu 25 hari antara penetapan daftar calon tetap (DCT) 3 November dan mulainya masa kampanye 28 November 2024.
Pendeknya masa kampanye juga menjadi beban kerja bagi penyelenggara yang berat dan menumpuk, sehingga sangat riskan mengalami kelelahan.
”Pengalaman Pemilu 2019, ada 894 orang meninggal dan 5.175 orang sakit,” terangnya.
Ia juga menyebutkan isu-isu krusial lain terkait potensi pelanggaran kampanye ini. Macam-macam bentuknya, dari penyebaran hoaks dan ujaran kebencian, politisasi SARA dan politik identitas, penyalahgunaan wewenang, netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) serta politik uang.
Mantan Ketua Bawaslu RI periode 2017-2022 itu memprediksi bahwa politik uang masih banyak terjadi. Praktek ini juga menjadi cikal bakal suburnya korupsi. Ibarat ayam dan telur. Korupsi tidak dapat dihapus jika masih marak politik transaksional. Peserta pemilu dan masyarakat harus sama-sama berkomitmen memberantasnya.
”Mengatasinya tidak hanya secara hukum, tapi perlu juga secara kultural,” pungkasnya. (mams)







