SIDOARJO (RadarJatim.id) Sidang lanjutan dugaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan terdakwa pasangan suami istri (pasutri) mantan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan Aminuddin kembali digelar, di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Surabaya, Jumat (29/11/2024).
Sebanyak lima orang saksi meringankan atau saksi A De Charge diperiksa dalam agenda pemeriksaan saksi itu. Tiga dari mereka di antaranya adalah mantan siswa di SMP dan SMA HATI.
Dalam agenda sidang kali ini, para saksi dimintai keterangan tentang hal donatur untuk Pondok HATI, SMP dan SMA HATI. Selain itu, sumbangan yang diperuntukkan kegiatan Yayasan Pondok Hati.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mencecar pertanyaan kepada tiga saksi yakni Miftakhul Rahman, Revaldi, dan Muhammad Rohim tentang sepengatahuannya terkait donatur tetap di Yayasan Pondok HATI.
Dalam kesempatan itu, JPU KPK bertanya mengenai berapa jumlah biaya masuk SMP dan SMA HATI yang harus dibayarkan. Menanggapi hal itu, ketiga saksi menjawab dengan kompak.
“Gratis tis, mulai SMP HATI sampai lanjut SMA HATI,” ujar tiga saksi kompak.
Untuk masuk SMP HATI, menurut para saksi harus melalui seleksi melawan seluruh siswa di Probolinggo, utamanya melalui jalur prestasi dan bagi siswa yang kurang mampu. Setelah diterima, mereka tinggal di asrama sekolah.
Lebih lanjut, JPU KPK bertanya mengenai bantuan pendidikan yang diterima oleh SMP dan SMA Hati. Menurut salah satu saksi Mifta, ada dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang didapat sekolah.
“Setiap Hari Raya Kurban, ada sumbangan dari Bu Rahma yang saya tahu, selain itu tidak tahu lagi,” ujar Mifta.
“Pernah tidak ada bantuan dari orang yang memberikan bantuan dari perorangan, pengusaha atau pemerintahan berupa sembako, sayur mayur ke Pondok HATI?,” tanya JPU KPK, Arif.
“Setahu saya ada bawa tahu memakai becak, susu juga, tapi untuk pemberinya kurang tahu karena langsung masuk dapur dimasak,” ujar Mifta.
Hal senada dikatakan Rohim, ia juga mengetahui adanya pemberian sayur mayur, tahu dan susu. Namun, ia tidak mengetahui secara pasti siapa yang memberi. Selain itu, makanan di dapur juga dibagikan kepada jemaah ketika salat Jumat.
Lebih lanjut, JPU KPK bertanya mengenai orang yang memberi nasi bungkus ketika salat Jumat di masjid. Tiga saksi menjawab dengan kompak tak ada yang mengetahui.
Dalam persidangan itu, JPU KPK juga bertanya “apakah pernah para saksi melihat Hasan Aminuddin dan Puput berkantor di Pondok HATI?,” tanya JPU KPK.
Dengan kompak tiga saksi menjawab tidak pernah mengetahui. Hanya saja, para saksi melihat Hasan Aminuddin berkunjung ke Pondok HATI untuk menunaikan salat Jumat.
“Tapi tidak setiap Jumat, ya kadang,” ujar Mifta dihadapan dua saksi lainnya.
“Pernah tidak Bapak Hasan dan Bu Puput menerima tamu di Pondok HATI?,” tanya JPU KPK.
“Pernah, ada yang saya kenal cuman satu. Pas saya tanya tamu yang datang itu ternyata mau minta sumbangan lewat proposal ke Bapak Hasan untuk pembangunan pondoknya, kebanyakan seperti itu, minta sumbangan,” jelas Mifta.
“Kalau Bu Puput ke pondok hanya Idul Fitri kalau tidak Idul Adha,” tambah Rohim.
Meski demikian, menurut para saksi pendidikan di Pondok Hati tetap berjalan hingga saat ini. “Ada tidak mengenai perubahan biaya pendidikan?,” tanya JPU KPK. “Tidak ada perubahan tetap gratis tis sampai sekarang,” tambah Mifta.
“Pernah tidak lihat seseorang datang membawa sesuatu?,” tanya JPU KPK.
“Ya biasanya hanya dinas menemui saya tanya terkait perpustakaan. Kebetulan saya kan pengurus perpustakaan dan IT support,” jelas Mifta.
Menurut tiga saksi, setelah dilakukan seleksi untuk masuk SMP dan SMA HATI, seluruh siswa yang sekolah digratiskan atau tanpa dipungut biaya apapun, mulai dari uang masuk, uang bulanan, uang makan maupun uang tempat tinggal.
“Yang saya tahu sumber dana Pondok HATI dari yayasan dan dana BOS. Dana BOS diperuntukkan untuk pengadaan dan lainnya, sedangkan yayasan untuk gaji guru,” ungkapnya.
Untuk itu, JPU KPK bertanya mengenai sumber dana yang didapatkan oleh yayasan. Saksi Mifta mempertegas, bahwa sepengetahuannya sumber dana yayasan berasal dari Islamic Mart.
“Setahu saya masuknya uang ke Pondok HATI untuk kebutuhan listrik dan lain sebagainya juga,” ujar Mifta.
Sementara itu, sebelumnya pada Kamis (28/11), jaksa menghadirkan ahli Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ardian Dwi Yunanto dalam sidang kasus tersebut.
Ahli, ketika ditanya JPU, mengatakan bahwa TPPU pada prinsipnya bertujuan menyamarkan atau menyembunyikan asal usul harta kekayaannya dari perbuatan hasil kejahatan.
Di sisi lain, Ahli juga memaparkan terkait ‘No Crime, No Money Laundry’ yakni bahwa tidak ada kejahatan pencucian uang tanpa adanya tindak pidana asal.
“Bila tidak ada kejahatan menyamarkan perbuatannya tersebut, sehingga belum tentu ada dugaan TPPU,” kata Ahli.
Menanggapi hal tersebut, penasehat hukum terdakwa, Ari Mukti mengatakan, ahli menjelaskan dari segi hukum, dapat digarisbawahi pada intinya yang dijelaskan adalah “no crime no TPPU”.
“Pembuktian semua tergantung dari majelis hakim terkait pasal 75, 77. Kalau misalnya tidak ada kejahatan ya belum tentu juga TPPU,” paparnya.
Dia meyakini, bahwa kasus yang menjerat terdakwa Hasan dan Puput belum tentu TPPU. Oleh karenanya, sebagai penasehat hukum ia akan membuktikan ada atau tidaknya kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa.
“Aset yang disita bukan hasil dari kejahatan,” tutupnya. (RJ7)




