SIDOARJO (RadarJatim.id) Para perajin tempe dan tahu yang ada di Desa Sepande, Kecamatan Candi mengeluhkan harga kedelai yang harganya tidak stabil. Harga kedelai yang cenderung mahal ini berdampak pada produksi dan penjualan tahu tempe.
“Perajin tempe kendalanya tentang harga kedelai, tiap tahun belum bisa ada jalan keluarnya. Tidak bisa mengendalikan harga, masih ketergantungan kedelai impor,” kata Poniran, salah satu perajin tempe asal Desa Sepande, Candi, Selasa (17/12/2024).
Keluhan itu disampaikan Poniran saat menghadiri kegiatan penyerapan aspirasi masyarakat reses I-2024 anggota DPR RI Periode 2024-2029, Ir. H. Bambang Haryo Soekartono (BHS) di Sepande, Candi, Sidoarjo. Dihadapan anggota Komisi VII DPR RI yang juga anggota Badan Legislasi DPR RI pemilihan Jawa Timur I, Surabaya-Sidoarjo ini, Poniman juga berharap agar koperasi bisa diberi kewenangan untuk bisa melakukan impor langsung komoditas kedelai.
Tujuannya agar harga kedelai bisa berpihak kepada pera perajin tempe dan tahu, tidak seperti sekarang ini yang dinilai menguntungkan pihak tertentu. Pihaknya juga mengusulkan agar menu makan bergizi gratis untuk siswa juga mewajibkan adanya menu tahu dan tempe sebagai menu pendamping utama.

Atas aspirasi ini, anggota DPR RI Ir. H Bambang Haryo Soekartono menegaskan bahwa Indonesia harusnya bisa menghasilkan kedelai cukup besar. Sebab dijaman Presiden Soeharto produksi kedelai pertahun rata-rata bisa menghasilkan 2 juta ton pertahun.
“Jumlah itu mendekati kebutuhan kedelai kita 2,8 juta ton pertahun. Saya pikir perlu direalisasikan swasembada kedelai untuk kebutuhan kedelai kita,” tegas Bambang Haryo.
Dewan pakar DPP Partai Gerindra ini menegaskan kehadirannya ke Desa Sepande yang dikenal sebagai desa seribu UMKM, yang dikenal juga menghasilkan tempe, tahu dan lontong dengan maksud untuk menyerap aspirasi para pelaku UMKM. Dimana UMKM harus dinilai luar biasa karena bisa membuka lapangan pekerjaan, dan memberikan kontribusi ekonomi yang begitu besar.
“Kedelai harganya saat ini mencapai Rp 8.300 perkilonya, keinginanya mereka harga dibawah Rp 7 ribu rupiah,” tambah bapak petani Sidoarjo ini.
Saat ini yang dilakukan perajin tempe dan tahu dengan harga kedelai yang dinilai masih mahal maka mengurangi ukuran tempe dan tahu. Sehingga masyarakat tetap mendapatkan kwalitas yang bagus tapi dari sisi kwantitas mengalami pengurangan.
Dalam kesempatan itu, perajin lontong juga menyampaikan aspriasinya dan berharap agar beras untuk bahan baku lontong bisa diturunkan dari harga Rp 12 ribu perkilogram menjadi Rp 10 ribu perkilogram. Siti, salah satu perajin lontong menyampaikan karena bahan harga beras naik, maka keuntungan yang didapat semakin menipis.
Selama ini perajin lontong memang membeli beras yang paling murah karena untuk keperluan membuat lontong tidak memerlukan beras super seperti butiran berasnya masih utuh, tapi bisa menggunakan beras butiran kecil yang harganya lebih murah dari beras premium.
“Saya minta harga berasnya diturunkan dari Rp 12 ribu bisa sepuluh Rp 10 ribu perkilogramnya,” kata Siti.
Atas aspirasi ini, BHS menegaskan bahwa permintaan itu dinilai normal dan bisa dilakukan. Untuk itu, pihaknya akan mengusulkan kepada pemerintah agar harga beras untuk kebutuhan UMKM lontong bisa di posisi Rp 10 ribu perkilogramnya. Termasuk usulan agar beras untuk perajin lontong ini bisa disuplai dari Bulog agar harga bisa terjangkau.
“Tadi ada usulan beras untuk lontong sebisa mungkin disuplai Bulog, karena UMKM ini bisa memberikan multiplayer pertumbuhan ekonomi yang ada Indonesia,” pungkasnya. (RJ/RED)







