SURABAYA (RadarJatim.id) – Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jatim tahun anggaran 2021 resmi disahkan melalui rapat paripurna DPRD Jatim, Senin (30/11/2020) sore.
Dalam laporan pendapat akhir fraksi-fraksi, sebanyak sembilan fraksi yang ada di DPRD Jatim menyatakan persetujuannya, Raperda APBD Jatim 2021 disahkan menjadi Perda. Kendati demikian sejumlah fraksi juga memberikan catatan penting atas pngesahan itu.
Juru bicara Fraksi PPP DPRD Jatim H Rofik, mengatakan, kekuatan APBD Jatim 2021 terdiri atas pendapatan daerah sebesar Rp 31.013.026.697.666. Sedangkan belanja daerah sebesar Rp 32.810.768.213.220,13, sehingga terdapat defisit sebesar Rp 1.797.741.515.554,13.
Dari sisi pembiayaan, kata Rofik, terdapat penerimaan sebesar Rp 1.833.841.515.554,13. Selanjutnya pengeluaran pembiayaan Rp 36.100.000.000, sehingga pembiayaan netto menjadi Rp 1.797.741.515.554,13.
“Defisit APBD 2021 akan ditutup melalui pembiayaan netto, sehingga sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) tahun berjalan sebesar Rp 0,00,” beber politisi asli Lumajang ini.
Secara khusus, FPPP DPRD Jatim juga mengapresiasi penyusunan APBD 2021 di mana urusan pendidikan mendapat porsi anggaran paling tinggi sebesar Rp 12.396.018.940.600 dan urusan bidang kesehatan sebesar Rp 4.486.873.890.135.
“Kami juga mengapresiasi rencana kerja Pemprov Jatim untuk pengembangan RS Terapung yang akan menjangkau daerah-daerah kepulauan yang belum memiliki fasilitas pelayanan kesehatan yang baik dan tenaga kesehatan yang cukup,” tegas Rofik.
Sementara juru bicara Fraksi Partai Gerindra, H Ach Firdaus Fibrianto, mengatakan, postur anggaran yang telah diformulasi pemprov Jatim kurang mencerminkan RKPD 2021, lantaran semangat pemulihan ekonomi kurang mendapatkan prioritas utama.
Atas dasar tersebut, maka dalam APBD ini yang perlu diperhatikan Pemprov Jatim, di antaranya memperhatikan rendahnya harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah yang masih menjadi penyumbang terbesar rendahnya IPM Jatim.
“Beberapa daerah di Jatim yang kondisi IPM-nya tetap satgnan dan berada di level bawah yakni Kabupaten Sampang dan beberapa daerah Tapal Kuda, bahkan menjadi daerah dengan tingkkat kemiskinan tertinggi di Jatim akibat peningkatan IPM masih terkonsentrasi di center city, seperti Surabaya, Malang dan Jember dan sekitarnya,” tegas Firdaus.
Ia juga berharap program gratis berkualitas (Tistas) perlu dikaji ulang dengan memperhatikan kecukupan standar pelayanan minimum (SPM) sebagai unit cost siswa tiap bulan.
“Tidak menutup pintu kemungkinan sharing anggaran dari Pemkab/Pemkot yang berkemampuan, serta memperhatikan kaulitas dan kuantitas pendidikan daerah-daerah tertinggal dan daerah kepulauan,” kata Firdaus.
Fraksi Partai Gerindra, kata Firdaus, juga menyoroti sektor pertanian karena menjadi variabel penopang pertumbuhan ekonomi, serta instrumen mendorong pemulihan ekonomi atas dampak pandemi Covid-19. Sayangnya, alokasi anggaran Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan sebesar Rp 228.414.265.798 jauh lebih rendah dibanding dengan sektor lain yang tak menjadi variabel langsung pada pemulihan ekonomi.
Selain pertanian, kata Firdaus, angka pengangguran selama pandemi Covid-19 bertambah sekitar 466,02 ribu orang. Artinya, dari penduduk yang bekerja sebanyak 20,96 juta orang berkurang 69,65 ribu orang dari Agustus 2019.
Ironisnya, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jatim yang diarahkan untuk mempercepat pemulihan ekonomi dan kehidupan masyarakat terdampak pandei covid-19 melalui pelatihan kerja yang ditujukan untuk peningkatan kompetensi calon tenaga kerja dan menumbuhkan wirausaha baru.
“Atas dasar ini, OPD harus mengambil inisiatif cerdas untuk membantu mereka,” kata Firdaus.
Khusus di bidang kesehatan, Firdaus juga berharap adanya perjanjian ikatan dinas dengan calon mahasiswa khususnya dokter specialis yang saat ini sangat dibutuhkan di kepulauan Sumenep.
“Pembentukan RS khusus NAPZA dan perhatian pemberian layanan kesehatan kepada pasien di luar penyakit jiwa yang tidak bisa diklaim kepada BPJS Kesehatan,” katanya.
Di tempat yang sama, Sekdaprov Jawa Timur, Heru Tjahjono, mengatakan, persentasi terbanyak APBD 2021 secara program paling besar di pendidikan yang mencapai 51,8 persen dari total belanja yang ada di seluruh OPD di lingkungan Pemprov Jatim.
Porsi anggaran tersebut di antaranya untuk pembiayaan pembangunan sekolah, Dana Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BPOPP), dan bantuan operasional sekolah daerah (BOSDA) madrasah diniyah.
“Kemudian kesehatan, selanjutnya ekonomi, infrastruktur dan lain sebaginya. Itu dari belanja program, totalnya sebesar Rp 23,08 triliun,” kata Heru Tjahjono.
Sementara itu, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, dalam sambutannya mengucapkan banyak terima kasih karena eksekutif dan legislatif mampu bersinergi dengan baik dalam pembahasan APBD Jatim 2021. Diharapkan, sinergi ini mampu memberikan kemanfaatan dan kesejahteraan bagi masyarakat Jatim melalui APBD Jatim. (sab/rj2)







