SIDOARJO (RadarJatim.id) – Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Sidoarjo, H. Subandi pada Kamis (30/01/2025) lalu telah memerintahkan Dinas Perumahan, Permukiman, Cipta Karya (Perkim CKTR) Kabupaten Sidoarjo untuk membongkar pembangunan tower atau menara telekomunikasi di Desa Simpang, Kecamatan Prambon.
Bahkan Plt Bupati Subandi dengan tegas akan melakukan pembongkaran sendiri bersama Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Sidoarjo, apabila Dinas Perkim CKTR Sidoarjo tidak segera membongkar menara telekomunikasi yang belum mengantongi izin sama sekali itu.
Namun, pernyataan tegas orang nomor satu di Kabupaten Sidoarjo dianggap seperti angin lalu saja oleh jajaran yang ada dibawahnya. Buktinya hingga kini, menara telekomunikasi yang dibangun diatas Tanah Kas Desa (TKD) Simpang itu masih tegak berdiri. Bahkan sudah ada aliran listrik di objek menara telekomunikasi tersebut.
Tentu saja, sikap dinas yang tidak menjalankan perintah Plt Bupati Subandi itu sangat disayangkan oleh masyarakat, khususnya warga Desa Simpang yang berada di dalam radius terdampak.
Kolik, salah satu warga Desa Simpang yang tempat tinggalnya berada di dalam radius terdampak sangat berharap perintah Plt Bupati Subandi segera dilaksankan oleh dinas terkait.
Jika perintah seorang kepala daerah yang merupakan atasan mereka tidak dipatuhi, apalagi merespons keluhan atau aduan dari masyarakat. Tentu saja, hal akan memunculkan prasangka buruk dan stigma negatif dari masyarakat terhadap kredibilitas birokrasi di dalam Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo.
“Saya berharap agar, apa yang diperintahkan oleh Bapak Plt Bupati Subandi segera dilaksanakan oleh anak buahnya. Jangan sampai ada prasangka buruk dan stigma negatif dari masyarakat, khususnya warga Simpang,” katanya.
Kekuatiran publik akan munculnya istilah kapitalisme negara, korporasi dan pengusaha. Dimana oknum pejabat negara atau pemerintah dikendalikan oleh korporasi.
Fenomena munculnya Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atau Sertifikat Hak Milik (SHM) diatas laut merupakan salah bukti adanya kapitalisme negara korporasi. Dimana korporasi bisa mengeploitasi keinginan yang didukung oleh negara.
Jangan sampai dengan alasan korporasi sudah terlanjur melakukan kegiatan, meskipun belum mengantongi izin yang pada akhirnya ‘memaksa’ birokrasi untuk melegalkan kegiatan tersebut dengan menerbitkan izin dengan melanggar aturan perundangan-undangan.
Para pejabat pemerintah yang mengeluarkan izin/sertifikat dengan cara ‘main mata’ dengan korporasi untuk kepentingan insentif ekonomi pribadi bisa digolongkan sebagai birokrasi predator yang kemudian merugikan kepentingan rakyat dan merongrong negara. (mams)







