Oleh Amalia Farassyfa
Setiap lima tahun sekali, masyarakat Indonesia diberi kesempatan untuk menggunakan hak pilih dalam pemilihan umum (pemilu). Momentum ini menjadi bagian penting dalam proses demokrasi, karena melalui pemilu, rakyat dapat menentukan arah kepemimpinan dan pembangunan ke depan.
Partisipasi aktif masyarakat mencerminkan semangat demokrasi yang terus tumbuh di Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya, proses pemilu masih menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah praktik politik uang (money politic) yang dapat memengaruhi kualitas demokrasi. Politik uang merupakan tindakan pemberian uang, barang, atau fasilitas dengan tujuan memengaruhi pilihan politik seseorang, yang kadang lebih mempertimbangkan kebutuhan jangka pendek dibandingkan visi dan program kerja calon kontestan pemilu.
Di beberapa wilayah, terutama yang masih dalam tahap pembangunan ekonomi, bantuan langsung kerap dianggap sebagai bentuk perhatian yang nyata dan cepat dirasakan manfaatnya. Dalam kondisi seperti ini, wajar jika sebagian masyarakat mempertimbangkan kebutuhan sehari-hari saat menentukan pilihan. Namun, penting untuk diingat, bahwa pemilu seharusnya menjadi ajang memilih pemimpin berdasarkan gagasan, integritas, dan komitmen terhadap kepentingan publik.
Praktik politik uang tidak hanya berkaitan dengan persoalan hukum, tetapi juga dengan pola budaya politik yang telah terbentuk dalam masyarakat. Jika tidak ditangani dengan tepat, hal ini dapat memengaruhi kualitas proses kebijakan yang idealnya mencerminkan aspirasi masyarakat secara luas. Dalam jangka panjang, praktik semacam ini bisa menjadi tantangan dalam upaya memperkuat tata kelola yang efektif dan berorientasi pada pelayanan publik.
Untuk itu, kesadaran bersama akan pentingnya pemilu yang bersih dan berintegritas perlu terus ditumbuhkan. Politik uang dapat menciptakan ketimpangan dalam proses politik, terutama bagi masyarakat yang memiliki keterbatasan akses dan sumber daya. Oleh karena itu, membangun pemilu yang adil dan inklusif menjadi langkah strategis dalam memperkuat kualitas demokrasi secara berkelanjutan.
Peran lembaga penyelenggara dan pengawas pemilu sangat penting dalam memastikan proses berjalan sesuai aturan. Meski begitu, tantangan di lapangan tetap ada, seperti keterbatasan sumber daya manusia, kurangnya laporan pelanggaran, serta rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan.
Mengatasi politik uang memerlukan pendekatan menyeluruh. Pemanfaatan teknologi, seperti aplikasi pelaporan digital, juga dapat menjadi solusi untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
Tidak kalah penting adalah keterlibatan masyarakat sipil, media, dan seluruh elemen warga negara dalam mengawal jalannya demokrasi. Dengan kerja sama semua pihak, diharapkan proses pemilu dapat berlangsung secara jujur, adil, dan bermartabat. Pemilu yang bersih akan menghasilkan pemimpin yang amanah dan kebijakan yang berpihak pada rakyat.
Menjaga integritas pemilu bukan hanya tugas penyelenggara, melainkan tanggung jawab bersama demi masa depan demokrasi yang lebih baik. (*)
*) Amalia Farassyfa, Mahasiswa Prodi Administrasi Publik, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
CATATAN: Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulisnya.







