PROBOLINGGO (RadarJatim.id) — Di tengah gempuran pembangunan wisata modern, masyarakat Gili Ketapang, pulau kecil di lepas pantai Probolinggo, Jawa Timur, ternyata masih mempertahankan pola tata ruang tradisional yang sarat makna budaya. Hal ini terungkap dalam sebuah penelitian gabungan dari Program Studi Arsitektur Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur dan Program Studi Arsitektur Lanskap Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang.
Penelitian yang berlangsung selama Mei hingga Juni 2025 ini melibatkan tiga peneliti utama: Dian Kartika Santoso, SP, MT dan Sovie Nurmalia Junita, ST, MT dari UPN “Veteran” Jawa Timur, serta Moch. Azkari Hisbulloh Akbar, SP, MHan dari Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang.
“Kami menemukan, bahwa masyarakat Gili Ketapang secara turun-temurun telah membentuk dan menjaga pola ruang yang mencerminkan nilai-nilai ke-Islaman, harmoni sosial, dan adaptasi ekologis,” ujar Dian Kartika Santoso dalam pemaparan hasil awal di Probolinggo.
Dikatakan, tata letak masjid, rumah, dan ruang terbuka di kampung utama Gili Ketapang tidak dibuat sembarangan. Pola ini mengandung filosofi hubungan antara manusia, Tuhan, dan alam, sebuah konsep yang sangat dalam dan langka ditemukan dalam perencanaan ruang modern.
Sovie Nurmalia Junita menambahkan, ruang publik, seperti langgar (musalah) dan alun-alun kampung berfungsi tidak hanya sebagai tempat ibadah dan berkumpul, tapi juga sebagai ruang transmisi budaya, seperti ritual laut dan kesenian hadrah.

Sementara dari sisi lanskap, Moch. Azkari Hisbulloh Akbar mencatat peran elemen vegetasi dan ruang terbuka yang ditata alami namun strategis.
“Vegetasi pelindung, jalan berliku, dan batas-batas sosial yang tidak tertulis menunjukkan pemahaman lanskap yang organik dan kontekstual,” katanya, Selasa (24/6/2025).
Namun, ketiganya menyuarakan keprihatinan atas tekanan dari perkembangan pariwisata dan pembangunan fisik yang mulai mengabaikan nilai-nilai ekologis. Sebagai solusi, para peneliti ini merekomendasikan regulasi tata ruang berbasis budaya lokal, integrasi kearifan arsitektur dan lanskap dalam desain desa wisata, serta pemberdayaan warga dalam menjaga identitas kampungnya. (rj2/red)




