SIDOARJO (RadarJatim.id) – Kekecewaan warga Desa Sidokepung, Kecamatan Buduran terhadap Kepolisian Resor Kota (Polresta) Sidoarjo sudah tidak bisa dibendung lagi.
Mereka menganggap, bahwa Polresta Sidoarjo tidak mampu menangani kasus-kasus korupsi yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo, apalagi yang melibatkan para pejabat publik di tingkat kabupaten, seperti anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan para pejabat di lingkungan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo.
Hingga kini, kasus dugaan korupsi pungutan liar (pungli) Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2023 dan dugaan penggelapan dokumen dalam jabatan serta penyalahgunaan wewenang yang mereka laporkan pada 5 Januari 2024 lalu, belum ada perkembangan sama sekali.
Hal itu disinyalir adanya “pengaturan hukum” dan intervensi kekuasaan, sehingga kasus yang dilaporkan oleh 95 warga Desa Sidokepung diam di tempat. Sebab, ES mantan Kepala Desa (Kades) Sidokepung yang kini menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Sidoarjo dikenal sangat dekat dengan kekuasaan.
H. Elly Wahyuningtiyas, SH, MPsi, salah satu warga Sidokepung sekaligus korban, mengatakan, dirinya bersama 94 warga yang menjadi korban PTSL 2023 lainnya berencana akan melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo, Minggu (6/7/2025).
“Sejak Januari 2024 atau lebih dari satu setengah tahun, belum juga ada yang menjadi tersangka. Untuk itu, kami berencana akan melaporkan kasus ini ke Kejari Sidoarjo,” katanya.
Ia menilai, bahwa Polresta Sidoarjo tidak serius dalam menangani kasus dugaan pungli PTSL Desa Sidokepung tahun 2023. Sebab, peristiwa dugaan pungli PTSL Desa Sidokepung sama dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan pungli program PTSL Desa Trosobo yang sudah disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya.
Ada fakta yang sama dalam dugaan pungli program PTSL Desa Sidokepung dengan kasus pungli PTSL Desa Trosobo, salah satunya adalah warga masyarakat disuruh menyiapkan materai dan patok sendiri.
“Meskipun, para pemohon sudah membayar biaya sebesar Rp 150 ribu,” terangnya. (mams)







