SIDOARJO (RadarJatim.id) – Pengembangan kasus dugaan korupsi jual beli jabatan perangkat desa di Kecamatan Tulangan yang dijanjikan oleh Komisaris Besar Polisi (Kombespol) Cristian Tobing, SIK, SH, MH, M.Si, Kepala Kepolisian Resor Kota (Kapolresta) Sidoarjo ditunggu-tunggu oleh masyarakat.
Sebab, sejak disampaikan oleh Kombespol Cristian Tobing, Kapolresta Sidoarjo pada saat press realese tanggal 23 Juni 2025 lalu itu hingga kini belum ada perkembangan sama sekali.
Dalam kesempatan itu, Kombespol Cristian Tobing menyampaikan bahwa ada 3 orang tersangka yang berhasil diamankan, yaitu MAS Kepala Desa (Kades) Sudimoro dan S Kades Medalem, Kecamatan Tulangan serta SY mantan Kades Banjarsari, Kecamatan Buduran.
Sedangkan tersangka lainnya, yaitu SSP belum juga ditahan oleh Unit Tindak Pidana Korupsi Satuan Reserse dan Kriminal (Tipidkor Satreskrim) Polresta Sidoarjo.
Ketiga tersangka, yaitu MAS, S dan SY terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Unit Tipidkor Satreskrim Polresta Sidoarjo pada 27 Mei 2025 sekitar pukul 01.30 wib diwilayah Kecamatan Gedangan.
Dari tangan para tersangka, Unit Tipidkor Satreskrim Polresta Sidoarjo berhasil mengamankan barang bukti (bb) uang sebesar Rp 1.099.830.000, 1 unit minibus, 1 unit sepeda motor, 3 buah ATM, 2 buah buku tabungan, 3 buah HP, 6 lembar bukti transfer dan beberapa bb lainnya.
Berdasarkan bb uang sebesar Rp 1 milyar lebih itu seharusnya ada tersangka lainnya, selain Kades Sudimoro dan Medalem. Sebab dalam penjaringan perangkat desa secara serentak di Kecamatan Tulangan itu, Desa Sudimoro hanya melakukan penjaringan untuk 2 posisi perangkat desan dan Medalem 1 posisi perangkat desa.
Sementara itu, setiap calon perangkat desa yang ingin lolos penjaringan dan atau penyaringan harus menyerahkan uang sebesar Rp 120 juta hingga Rp 170 juta.
Kholilur Rahman, SH, MH salah satu praktisi hukum asal Sidoarjo mengatakan bahwa suap-menyuap adalah salah satu jenis tindak pidana korupsi. Tindakan yang dilakukan setiap orang secara aktif memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud agar urusannya lebih cepat, walaupun melanggar prosedur.
“Suap-menyuap terjadi, jika ada transaksi atau kesepakatan antara kedua belah pihak,” kata Kholilur Rahman, Rabu (9/7/2025).
Dosen Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional (UPN) ‘Veteran’ Jawa Timur (Jatim) itu menjelaskan bahwa tindak pidana korupsi suap-menyuap diatur melaui beberapa pasal dalam Undang Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu pasal 5, pasal 6 , pasal 11, pasal 12 huruf a, b, dan c, serta pasal 13.
“Setiap pasal tersebut memiliki karakteristik khusus, baik dari segi objek, pihak yang dapat dijerat sebagai pelaku, hingga sanksi pidana yang diatur di dalamnya,” jelasnya.
Baik pemberi maupun penerima suap dapat disangkakan dengan pasal-pasal diatas, termasuk orang-orang yang turut serta melakukan tindakan pidana tersebut.
“Tentunya calon atau peserta penjaringan perangkat desa dan oknum pegawai di BKD Propinsi Jatim yang terbukti terlibat dalam pemufakatan jahat itu juga bisa diproses hukum,” tambahnya.
Menurut ahli hukum pidana itu, terkait 8 desa lainnya di Kecamatan Tulangan, yaitu Desa Kepatihan, Kepadangan, Kemantren, Kepunten, Grabagan, Kebaron, Janti dan Kepuh Kemiri yang juga mengadakan penjaringan perangkat secara serentak itu melakukan praktik-praktik melawan hukum atau tidak. Itu semua tergantung dari para penyidik Unit Tipidkor Satreskrim Polresta Sidoarjo dalam melakukan pengembangan kasus jual beli jabatan perangkat desa ini.
Ia merasa yakin bahwa para penyidik dari Unit Tipidkor Satreskrim Polresta Sidoarjo akan bekerja profesional dan mampu menjerat semua pihak yang diduga terlibat dalam kasus suap-menyuap penjaringan perangkat desa serentak di Kecamatan Tulangan tersebut.
“Semua tergantung penyidik, bisa saja penyidik mengembangkan kasus ini dan tidak berhenti di 3 orang saja. Sebab ada 10 desa yang ikut dalam proses penjaringan perangkat desa diwilayah Kecamatan Tulangan,” terangnya.
Dugaan praktik korupsi dalam penjaringan perangkat desa di Kecamatan Tulangan tidak menutup kemungkinan adanya kesadaran bersama, antara pemberi suap dan penerima suap, baik secara langsung dari calon perangkat desa maupun dari pihak lain.
Meskipun dalam proses penjaringan perangkat desa, seorang Kades tidak mempunyai wewenang untuk menentukan kelulusan seseorang menjadi perangkat desa. Namun, apabila yang bersangkutan terbukti menerima uang dari calon perangkat desa, dan patut diketahui bahwa pemberian uang tersebut bertujuan untuk melakukan dan atau tidak melakukan sesuatu untuk kepentingan pemberi.
Maka, Kades tersebut juga bisa disangkakan pasal 11 dan pasal 12a,12b serta pasal 12B UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Sedangkan para pemberinya bisa disangkakan pasal 13 UU Nomor 20 tahun 2001.
Dengan metode investigasi penelusuran aliran dana atau follow the money, sangat dimungkinkan kasus jual beli jabatan perangkat desa ini terbuka dengan terang benderang. (mams)







