KEDIRI (RadarJatim.id) — Untuk mendorong tata kelola agraria yang lebih transparan dan berpihak pada keadilan sosial, Fakultas Hukum Universitas Islam Kadiri (UNISKA) Kediri menggelar Seminar Nasional bertajuk “Pengelolaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar: Persoalan, Solusi, dan Kebijakan” pada Kamis (17/7/2025). Bertempat di Aula E Kampus UNISKA, kegiatan ini dihadiri oleh para pakar hukum, akademisi, tokoh birokrasi desa, hingga pejabat kecamatan dari berbagai wilayah di Jawa Timur.
Isu pengelolaan tanah terlantar yang kembali dikuasai negara dianggap sebagai salah satu titik krusial dalam konflik agraria di Indonesia. Dekan Fakultas Hukum UNISKA, Dr Zainal Arifin, SS, SH, MH, menegaskan, bahwa topik ini sangat relevan untuk dibahas secara komprehensif karena menyangkut hak-hak masyarakat, kepastian hukum, serta efisiensi pengelolaan aset negara.
“Tanah terlantar bukan hanya soal status hukum, tapi juga menyangkut nasib banyak masyarakat yang bergantung pada lahan itu. Jika pengelolaannya tidak tepat, konflik horizontal dan ketimpangan agraria bisa terus berulang,” ujar Dr Zainal dalam pembukaan seminar.
Dalam semangat pengabdian kepada masyarakat, seminar ini diselenggarakan secara gratis. Para peserta berasal dari kalangan birokrat, akademisi, mahasiswa, hingga praktisi hukum. Mereka diberi ruang untuk menyampaikan pengalaman lapangan, persoalan yang dihadapi, serta berdiskusi langsung dengan para pakar yang kompeten.
Sejumlah pembicara ahli turut hadir, seperti Dr Yagus Suyadi, SH, MS, mantan Kepala Biro Hukum BPN yang kini menjadi dosen pertanahan; Prof Dr Irawan Soerodjo, SH, MSi; dan Dr Nur Baedah, SH, SAg, MH, tokoh yang sudah malang melintang di bidang agraria. Ketiganya memberikan perspektif hukum, kebijakan, dan pengalaman lapangan dalam menangani sengketa tanah negara.
Zainal menjelaskan, seminar ini tidak berhenti pada tataran wacana, namun dirancang agar mampu menghasilkan rekomendasi kebijakan.
“Kami ingin hasil kajian ini bisa digunakan sebagai pedoman teknis, khususnya bagi pemerintah desa dan kecamatan yang sering bersinggungan langsung dengan persoalan tanah bekas terlantar,” katanya.
Persoalan tanah terlantar, lanjutnya, sangat kompleks. Banyak kasus tanah mendadak diklaim sebagai tanah adat atau tanah makam, bahkan muncul sengketa karena hilangnya dokumen resmi atau tidak adanya saksi sejarah. Oleh karena itu, penting adanya sistem verifikasi yang ketat, transparansi informasi publik, serta pelacakan historis atas dokumen agraria yang sah.
“Jika bukti fisik dan saksi tidak ada, maka satu-satunya rujukan adalah norma hukum agraria. Kajian ilmiah sangat penting agar setiap langkah pengelolaan bisa dipertanggungjawabkan secara hukum dan moral,” tambahnya.
Melalui seminar ini, Fakultas Hukum UNISKA ingin menjadi bagian dari solusi nasional terhadap konflik agraria dan pengelolaan aset negara.
“Ini bukan sekadar ruang diskusi, tapi kontribusi nyata dunia akademik untuk membangun sistem hukum tanah yang adil, akuntabel, dan berpihak pada rakyat,” pungkas Zainal.
Sebagai informasi tambahan, pengelolaan tanah negara bekas tanah terlantar diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia. Prosesnya mencakup pemberian hak pengelolaan (HPL), pemanfaatan oleh pihak ketiga, hingga redistribusi lahan. Seminar ini menjadi salah satu langkah strategis untuk memperkuat landasan hukum, mempersempit ruang konflik, dan membuka jalan menuju reformasi agraria yang progresif dan berkeadilan. (bar)







