KEDIRI (RadarJatim.id) – Suasana penuh keprihatinan menyelimuti barisan Pagar Nusa dan Gasmi (Gerakan Aksi Silat Muslim Indonesia) Kabupaten Kediri. Di tengah teriknya siang, mereka berdiri tegap, bukan dengan amarah, melainkan dengan rasa kecewa yang dalam atas tayangan Xpose di stasiun televisi Trans7 yang dianggap mencederai kehormatan pesantren dan para kiai.
Wakil Ketua Pagar Nusa Kabupaten Kediri, Assofi Hidayat, menjadi salah satu yang menyuarakan aspirasi itu. Dengan nada tenang namun tegas, ia menyampaikan, bahwa tuntutan yang diserukan bukanlah bentuk kebencian, melainkan panggilan nurani untuk menjaga martabat para guru bangsa.
“Yang kami tuntut jelas, hentikan tayangan itu. Tayangan seperti itu bukan hanya menyakiti, tapi juga menodai perjuangan para kiai yang selama ini mendidik umat dengan penuh kesabaran,” ujarnya, Rabu (22/10/2025).
Assofi menegaskan, bahwa Pagar Nusa dan Gasmi Kediri berdiri satu barisan dengan Pagar Nusa Jawa Timur yang lebih dulu mengecam keras tayangan tersebut.
“Kami hanya ingin keadilan dan penghormatan. Karena bagi kami, pesantren bukan tempat yang bisa dipermainkan dengan narasi yang tidak benar,” lanjutnya.
Baginya, permintaan maaf yang layak tidak cukup melalui media sosial atau konferensi pers, melainkan disampaikan langsung dengan ketulusan hati.
“Kami menuntut agar pihak manajemen Trans7 datang ke Pondok Lirboyo, menatap wajah Kiai Anwar Lirboyo, dan meminta maaf secara langsung. Itu bukan tuntutan politik, itu bentuk etika,” tegasnya.
Namun, di balik ketegasan itu, Assofi mengingatkan seluruh kader dan santri untuk tetap menjaga suasana kondusif. Ia mengatakan, hanya beberapa perwakilan pengurus yang akan ke Polres Kediri untuk menyampaikan laporan dan pernyataan sikap resmi.
“Kami batasi jumlahnya agar tidak menimbulkan keresahan di jalan. Ini bukan soal banyak-banyakan massa, tapi soal menjaga ketertiban dan menghormati hukum,” tuturnya.
Menurutnya, langkah Pagar Nusa dan Gasmi bukan sekadar reaksi emosional.
“Kami bergerak dengan kesadaran penuh. Kami adalah kader Banom NU yang memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga marwah para kiai dan pesantren,” jelas Assofi.
Ia menambahkan, pergerakan ini juga mendapat dukungan moral dari pimpinan wilayah.
“Kami tidak bertindak liar. Semua dilakukan berdasarkan arahan dan semangat yang sama, dan tetap menjaga menjaga nama baik para kiai,” ujarnya.
Lebih dari sekadar organisasi bela diri, Pagar Nusa dipandang sebagai tameng moral yang melindungi nilai-nilai keagamaan dan kebangsaan.
“Kami tidak hanya belajar silat, tapi juga diajarkan adab. Dan dalam adab itu, menjaga kehormatan guru adalah kewajiban yang tak bisa ditawar,” katanya.
Assofi berharap, kepolisian, khususnya Polres Kediri dan Mabes Polri, bisa segera menindaklanjuti laporan tersebut.
“Kami ingin kasus ini ditangani dengan serius. Jangan sampai dibiarkan berlarut, karena semakin lama, semakin banyak hati yang terluka,” ungkapnya.
Baginya, langkah ini bukan hanya untuk satu pondok pesantren atau satu sosok kiai, tapi untuk seluruh pesantren di Indonesia yang selama ini menjaga nilai-nilai kebangsaan di tengah arus zaman.
“Kiai adalah pelita, pesantren adalah cahaya. Bila cahayanya dinodai, maka gelaplah arah bagi generasi,” ujarnya.
Ia juga mengajak seluruh kader dan masyarakat untuk tetap menahan diri, menjaga ketenangan, dan mempercayakan proses hukum pada pihak berwenang.
“Kita tunjukkan bahwa santri bisa bersikap dewasa. Tegas, tapi tidak anarkis. Kritis, tapi tetap beradab,” tambahnya.
Menutup pernyataannya, Assofi mengingatkan, bahwa perjuangan ini tidak berhenti di aksi atau laporan, tetapi pada komitmen menjaga marwah pesantren untuk selamanya.
“Kami tidak ingin permusuhan, kami hanya ingin keadilan. Karena bagi kami, menjaga kehormatan kiai adalah menjaga wajah bangsa,” pungkasnya. (rul)







