Kuratorial oleh Arik S. Wartono
“Kreativitas anak-anak adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru dan orisinal, baik itu dalam bentuk karya seni, cerita, atau solusi masalah.” – Viktor Lowenfeld [1]
Masa kanak-kanak identik dengan masa bermain. Bermain merupakan unsur yang penting dalam perkembangan anak, baik fisik, emosi, mental, intelektual, kreativitas, dan sosial. Bermain mendukung tumbuhnya kreativitas, karena anak dapat memilih permainan yang mereka sukai dan dapat mengidentifikasikan banyak hal. Pemilihan permainan yang benar dan tepat dapat menstimulus pertumbuhan dan perkembangan anak, salah satunya adalah perkembangan kreativitas anak.
Persis seperti pendapat Viktor Lowenfeld, seorang ahli pendidikan seni yang menekankan pentingnya kreativitas dalam perkembangan anak-anak. Aisyah Hilya yang lahir di Gresik, 9 Juli 2015 (usia 10 tahun), baginya melukis adalah bermain, sekaligus menuangkan segala imajinasi dan perasaannya. Setiap warna dan goresan adalah rekam visual perjalanan kreatifnya, dalam permainan imajinasi yang khas anak-anak.
Sigmund Freud dengan teori Psychoanalytic bahkan berpendapat bahwa: “Melalui bermain, seorang anak dapat memproyeksikan harapan-harapan maupun konflik pribadi yang sedang dialami.” – Sigmund Freud dalam Suminar (2019:25) [2].
Bermain memegang peranan penting terhadap perkembangan emosi anak. Masa kanak-kanak merupakan masa di mana seluruh imajinasi dan kreativitas anak diasah pada saat waktu bermain. Dengan bermain menggunakan mainan ataupun benda-benda yang ada di sekitar lingkungan anak, akan mengasah kreativitas dan imajinasi anak dalam bagaimana cara memainkan benda tersebut.
Maka, karya-karya lukis Aisyah Hilya menjadi media untuk memvisualisasikan apa yang dirasakan dan apa yang diimajinasikan oleh dirinya, yang tak ubahnya semua itu adalah bermain. Hal ini juga sebagai medium untuk menggambarkan betapa bebas, berwarna dan kompleks kehidupan anak-anak, yang mungkin bisa penuh kejutan bagi kita orang dewasa.
Lukisan “Warna Pagi” (2025), cat akrilik dan minyak di atas kanvas deameter 90 cm, karya Aisyah Hilya, adalah sebuah manifestasi visual yang memancarkan keindahan dan kesegaran pagi. Dalam karya ini, Aisyah menghadirkan dunia yang penuh warna: beberapa anak perempuan dan laki-laki bermain bersama gajah kuning, jerapah hijau, merah, ungu, kuning, dan oranye. Gunung-gunung yang berwarna pink, kuning, hijau, dan putih menjadi latar belakang yang unik untuk adegan yang penuh daya hidup. Mobil, pepohonan, burung, kupu-kupu, capung, dan aneka satwa lainnya menghiasi karya ini dengan aneka warna menciptakan suasana riang.

Beberapa objek tampil saling tumpang-tindih, bahkan mengabaikan ukuran sekaligus warna aslinya dalam dunia nyata, namun tampak akrab dalam karya ini sebagai adegan kehidupan sehari-hari yang mudah kita kenali. Seakan melalui karyanya Aisyah ingin menunjukkan bahwa keindahan dan kegembiraan dapat ditemukan dalam kesederhanaan dan keseharian di sekitar kita.
Dalam konteks anak-anak, imajinasi memainkan peran penting dalam proses kreatif mereka, demikian halnya dalam karya-karya Aisyah Hilya.
Misalnya dalam karya “Riuh Pagi” (2025), cat akrilik di atas kanvas 100×100 cm, aneka satwa liar seperti singa, beruang, jerapah dan sapi (beberapa mirip banteng), hadir bersama serangga seperti laba-laba, yang ukurannya bisa lebih besar daripada singa, juga unggas seperti burung, ayam dan bebek, sekaligus hidup berdampingan dengan dinosaurus. Bahkan ada dinosaurus tertumpuk gunung, ayam overlaping dengan pohon, dan siput yang ukurannya hampir sama dengan sapi dan anak beruang. Bahkan ada gunung warna kuning yang ukurannya sama dengan laba-laba.
Namun dalam karya Aisyah ini semua nampak harmonis dengan aliran warna latar dari biru laut menuju merah pink menyala. Bahkan seperti ada efek perjalanan warna yang magis.
Dan, kalau bicara tentang biru, dari total 15 karya yang ditampilkan dalam pameran tunggal perdana di Galeri Merah Putih Balai Pemuda Surabaya, 24-30 Oktober 2025, ternyata memang dominan warna biru, warna laut sekaligus langit. Entah hal ini disadari atau tidak oleh Aisyah, kecuali karya “Warna Pagi” yang tidak dominan warna biru. Karya-karya Aisyah memang sebagian besar bertema laut.
Dalam “Laut Mereka dan Sampah Kita” (2025), cat akrilik dan minyak di atas kanvas diameter 50 cm, Aisyah Hilya menghadirkan kritik sosial yang tajam dan reflektif tentang hubungan antara manusia dan ekosistem laut. Karya ini menggambarkan laut yang dipenuhi dengan sampah botol plastik yang melayang-layang memenuhi bidang kanvas biru, sekaligus sulur-sulur biru gelap dari efek teknik melembang cat minyak di atas air (oil on water), yang bisa mewakili arus laut sekaligus sampah laut misalnya dari bahan yang sulit terurai seperti plastik (microplastic), sebuah gambaran yang menyedihkan dan memprihatinkan.
Aisyah menggunakan kanvas bulat deameter 50 cm berhasil menciptakan karya yang meski visualnya nampak sederhana, tapi memiliki pesan ekologis yang kuat. Komposisi dan warna yang dihadirkan memberikan kekuatan pesan yang ingin disampaikan.
“Laut Mereka dan Sampah Kita” menjadi pertanyaan retoris yang mengajak kita untuk merefleksikan peran kita dalam menjaga kebersihan laut dan kelestarian lingkungan. Aisyah menunjukkan bahwa laut bukan hanya milik mereka yang hidup di dalamnya, tetapi juga milik kita yang hidup di darat.
Dalam konteks pameran “The Colour of Journey“, lukisan “Laut Mereka dan Sampah Kita” menjadi salah satu karya yang paling memprovokasi dan mengajak refleksi tentang pentingnya menjaga lingkungan laut. Aisyah Hilya membuktikan bahwa usia tidak menjadi batasan untuk menyampaikan pesan yang kuat dan berdampak.
Selanjutnya karya Aisyah Hilya yang perlu dicatat adalah “Warna Mimpi” (2025), cat akrilik dan minyak di atas kanvas 50×50 cm, karya ini merupakan manifestasi dari kebebasan imajinasi sekaligus ekspresi diri. Dengan menggunakan warna biru gelap berpadu biru cerah, dan objek yang minimalis hanya berupa dua awan kecil, tiga bukit kecil (atau gelombang laut?) dan tiga rumput kecil (atau mahkota atau ubur-ubur?). Karya ini mampu menghadirkan dunia mimpi yang imajinatif-multi tafsir.
Komposisi yang dinamis dan penuh energi sekaligus reflektif, seperti sebuah perjalan warna untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran. Bagian sepertiga bawah bidang kanvas, aliran warna biru lebih muda pada dominasi biru gelap nyaris hitam menciptakan tekstur semu yang unik sekaligus pola yang indah, seolah-olah karya ini adalah jendela ke dalam dunia mimpi siapa saja. Menjadi sarana untuk mengungkapkan yang tak terkatakan.
“Warna Mimpi” adalah contoh nyata bagaimana seni dapat menjadi sarana untuk mengungkapkan imajinasi dan kreativitas, tanpa batasan usia atau pengalaman. Karya ini mengajak kita untuk melihat dunia dari perspektif anak-anak, bahwa imajinasi dan kreativitas adalah hal yang paling penting.
“kemudian aku berjalan-setengah-bermimpi … “
_ Sapardi Djoko Damono [3]
Baris pembuka puisi “Perjalanan” karya Sapardi Djoko Damono yang ditulis tahun 1972, terbit dalam buku kumpulan sajak “Mata Jendela” (2001) menutup kuratorial ini untuk mewakili pikiran dan perasaan banyak pihak yang terlibat dalam penyelenggaran pameran tunggal Aisyah Hilya.
Salam Budaya! {*}
*) Arik S. Wartono, Kurator, Pendiri dan Pembina Sanggar DAUN
Referensi:
[1]. Lowenfeld, V. 1957. Creative and Mental Growth. Macmillan.
[2]. Suminar, Dewi Retno. 2019. Psikologi Bermain: Bermain dan Permainan bagi Perkembangan Anak. Surabaya: Airlangga University Press.
[3]. Damono, Sapardi Djoko. 2001. Mata Jendela: sajak-sajak. IndonesiaTera.







