SURABAYA (RadarJatim.id) Rencana pembangunan Rumah Sakit (RS) Surabaya Selatan belum dapat direalisasikan dalam waktu dekat. Pemerintah Kota (Pemkot) Suabaya memutuskan menunda proyek tersebut dengan mempertimbangkan berbagai faktor, terutama terkait prioritas kebutuhan kesehatan masyarakat dan efisiensi penggunaan anggaran daerah.
Terkait kondisi itu, Anggota Komisi D DPRD Surabaya, Ajeng Wira Wati, menilai langkah Pemkot tersebut sebagai kebijakan yang bijak dan proporsional. Ia menegaskan, penundaan bukan berarti mengabaikan kebutuhan warga di wilayah Surabaya bagian selatan, melainkan bentuk penyesuaian terhadap kondisi riil dan prioritas pelayanan kesehatan saat ini.
“Sebenarnya pembangunan rumah sakit baru itu memang penting. Namun, kami juga harus melihat kapasitas dan prioritas yang ada sekarang. Misalnya, di RS Soewandhi dan RS Bhakti Dharma Husada (BDH), tingkat keterisian tempat tidur dan ICU sudah tinggi. Karena itu, penambahan fasilitas di dua rumah sakit tersebut menjadi langkah yang lebih realistis untuk saat ini,” ujar Ajeng, Rabu (29/10/2025).
Ketua Fraksi Gerindra DPRD Kota Surabaya menambahkan, RS BDH yang baru saja selesai dibangun di wilayah barat Surabaya diharapkan dapat beroperasi penuh pada tahun 2026. Kehadiran rumah sakit tersebut dinilai mampu mengurangi beban layanan kesehatan di wilayah lain sebelum pembangunan RS Surabaya Selatan benar-benar terealisasi.
“RS BDH sudah selesai dibangun dan harapannya bisa beroperasi pada 2026. Dengan tambahan tempat tidur dan peningkatan kapasitas di RS Soewandhi, beban layanan kesehatan bisa lebih tersebar,” jelasnya.
Selain memperkuat rumah sakit yang sudah ada, Pemkot Surabaya juga berfokus pada optimalisasi program Universal Health Coverage (UHC). Program ini menjamin seluruh warga Surabaya dapat mengakses layanan kesehatan melalui BPJS Kesehatan maupun skema Penerima Bantuan Iuran (PBI).
“UHC tetap berjalan lancar, masyarakat sudah banyak merasakan manfaat BPJS dan program kesehatan gratis di puskesmas. Karena itu, arah kebijakan saat ini lebih ke penguatan layanan yang sudah berjalan, bukan penambahan gedung baru dulu,” tegas Ajeng.
Meski ditunda, Ajeng memastikan bahwa pembangunan RS Surabaya Selatan tetap masuk dalam rencana jangka menengah pemerintah daerah. Salah satu opsi yang sedang dikaji adalah melalui skema kerja sama dengan pihak swasta, seperti Build Operate Transfer (BOT).
“Harapannya, kalau skema BOT bisa cocok, proyek bisa segera direalisasikan. Jika tidak memungkinkan pada 2026, kami dorong agar bisa diwujudkan pada 2027,” pungkasnya.
DPRD menilai strategi ini sebagai langkah bijak agar pembangunan sektor kesehatan tetap berkelanjutan tanpa mengganggu prioritas lain, seperti peningkatan alat kesehatan, penambahan tenaga medis, serta penguatan layanan preventif di puskesmas.(RJ1/RED)







