SURABAYA (RadarJatim.id) Komisi D DPRD Kota Surabaya mendukung upaya pemerintah kota (Pemkot) Surabaya menekan angka tuberkulosis (TBC) . Saat ini perkembangan angka TBC di Kota Surabaya kecenderungannya terus menurun.
Anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya, Ajeng Wira Wati mengatakan capaian skrining TBC di Surabaya sudah sangat baik. Namun, menurutnya, inovasi baru tetap dibutuhkan agar cita-cita “Zero TBC” bisa segera terwujud.
Hingga November 2025, Pemkot Surabaya berhasil melakukan skrining TBC kepada 1.100.434 warga, atau sekitar 73,36 persen dari total populasi. Dari hasil tersebut, ditemukan 9.088 kasus aktif, melampaui 56 persen dari target 16.000 kasus yang ditetapkan tahun ini.
“Ini capaian luar biasa. Artinya, masyarakat semakin sadar pentingnya deteksi dini,” kata Ajeng Wira Wati, Jumat (7/11/2025).
Politisi asal Fraksi Partai Gerindra ini menegaskan bahwa kendati ada tren penurunan angkat TBC, namun Pemkot Surrabaya jangan berhenti terus berinovasi menekan angka TBC. Sebab masih ada ribuan warga yang belum tersentuh layanan pemeriksaan.
“Saya mengusulkan adanya dokter keliling dengan alat portable X-ray agar bisa menjangkau hingga ke pelosok,” terang Ajeng.
Pihaknya menegaskan bahwa penanganan TBC bukan hanya soal medis, tetapi juga menyangkut pendekatan sosial. Tidak semua warga bisa datang ke puskesmas, entah karena kesibukan bekerja atau kendala jarak.
“Di sinilah, peran dokter keliling menjadi sangat penting. Kalau petugas bisa datang langsung ke kampung-kampung, warga akan lebih mudah diperiksa. TBC ini penyakit menular, jadi kecepatan mendeteksi sangat menentukan,” tegasnya.
Ketua Fraksi Gerindra ini mengapresiasi berbagai langkah Pemkot Surabaya dalam menekan penyebaran TBC. Mulai dari program Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto, penyuluhan bersama Kader Surabaya Hebat (KSH) di setiap balai RW, hingga penerapan sanksi tegas melalui Perwali Nomor 117 Tahun 2024 bagi pelanggar penanggulangan TBC.
“Langkah-langkah itu sudah bagus. Tinggal ditambah dengan mobilitas tenaga kesehatan, supaya pemeriksaan tidak menunggu warga datang, tapi menjemput bola,” terangnya.
Pemkot saat ini juga memperkuat sistem pelayanan dengan program pendampingan pasien dan konsep “1 RW 1 Nakes” yang memudahkan masyarakat mengakses layanan kesehatan di tingkat akar rumput.
Ajeng menambahkan, keberadaan RS BDH yang segera beroperasi dan akan menangani pasien TB Resisten Obat (TB-RO) juga menjadi bukti keseriusan Pemkot memperkuat layanan kesehatan. Namun, ia menekankan bahwa upaya di lapangan tetap menjadi kunci utama.
“Penanganan di rumah sakit penting, tapi penemuan kasus di lapangan harus lebih cepat. Karena semakin cepat ditemukan, semakin besar peluang sembuhnya,” tandasnya.
Pihaknya berharap, dengan kolaborasi antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat, Surabaya bisa menjadi kota pertama di Indonesia yang bebas TBC. “Kita sudah punya sistem dan semangat gotong royong yang kuat. Tinggal kita lanjutkan dengan kerja nyata dan inovasi,” pungkasnya. (RJ/RED)







