BANYUWANGI – Pemangkasan dana transfer ke daerah dari pemerintah pusat senilai Rp660 miliar pada tahun 2026 mendorong pemerintah daerah untuk lebih mandiri.
Kemandirian itu baik secara fiskal dengan mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan asli daerah khususnya yang ada di Banyuwangi.
Masukan itu dilontarkan Ketua Komisi III DPRD Banyuwangi Febry Prima Sanjaya agar eksekutif memacu penerimaan daerah secara siginifikan dalam APBD 2026.
Febry mengingatkan agar pemerintah daerah tidak menambah pungutan yang tidak perlu untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD).
”Kita meminta eksekutif untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mencari sumber pendapatan baru yang sah, bukan dengan menambah beban pungutan yang tidak perlu, demi mewujudkan kemandirian daerah dan pembangunan yang merata,” ungkapnya.
Supaya PAD optimal, Komisi III DPRD Banyuwangi mendorong Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) untuk menerapkan strategi perluasan basis pajak daerah.
Termasuk di antaranya potensi pajak dari aktivitas pertambangan dan pengelolaan aset daerah yang selama ini belum termanfaatkan.
“Pengelolaan aset daerah yang dilakukan secara efektif dan efisien akan memberikan kontribusi yang lebih baik terhadap penerimaan daerah,” ulas Febry Prima Sanjaya.
Dari sisi belanja daerah tahun 2026, eksekutif harus memprioritaskan belanja yang langsung menyentuh masyarakat seperti pendidikan, kesehatan dan infrastruktur yang benar-benar dapat mengungkit ekonomi masyarakat dan kebutuhan dasar.
“Kita berharap ada evaluasi terhadap belanja yang kurang prioritas dan kurang berdampak langsung kepada masyarakat,” tambah Ketua Komisi III DPRD Banyuwangi.
Berdasarkan hasil evaluasi Komisi III hingga 31 Oktober 2025, realisasi Pendapatan Daerah total 83,67 persen terdiri dari realisasi Pendapatan Transfer sebesar 82,47 persen, Pendapatan Asli Daerah 84,42 persen persen, Dana Transfer yang sifatnya perimbangan, DAU 82,32 persen, penerimaan PAD terealisasi 134,8 persen serta posisi kas giro dan deposito Rp. 396.042.132.665.
Untuk belanja daerah baru mencapai 64,61 persen yang meliputi belanja pegawai, barang dan jasa, subsidi, hibah, bantuan sosial 66,07 persen, Belanja modal 46,87 persen serta belanja tidak terduga 78,94 persen.***







