SIDOARJO (RadarJatim.id) – Perjuangan warga Desa Trosobo, Kecamatan Taman, Sidoarjo, untuk membongkar dugaan praktik pungutan liar (pungli) dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2023 belum berakhir. Untuk ketiga kalinya, Tantri Sanjaya, warga setempat sekaligus pelapor kasus tersebut, kembali melayangkan surat ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo.
Surat yang ditujukan kepada Unit Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Sidoarjo itu mempertanyakan perkembangan penanganan perkara PTSL Desa Trosobo yang dinilai masih menyisakan banyak kejanggalan.
Sanjaya bahkan mendatangi langsung kantor Kejari Sidoarjo, Kamis (18/12), guna mendesak aparat penegak hukum mengusut tuntas seluruh pihak yang diduga terlibat.
“Saya ingin perkara ini diungkap dengan gamblang dan semua pelaku benar-benar mempertanggungjawabkan perbuatannya,” tegas Tantri Sanjaya kepada Radar Jatim, Minggu (21/12).
Menurut Sanjaya, hingga kini masih ada sejumlah pihak yang seharusnya bertanggung jawab secara hukum, namun belum tersentuh proses penegakan hukum, meskipun peran mereka telah terungkap secara terang dalam persidangan.
Ia menyebut sedikitnya enam nama yang hingga saat ini belum diproses hukum. Mereka adalah WSU selaku Ketua Panitia PTSL, STR Wakil Ketua Panitia, NA Bendahara Panitia, SAR Sekretaris Desa Trosobo, S Kaur Kesra Desa Trosobo, serta G Kepala Dusun Desa Trosobo.
Ia mengungkapkan, dalam persidangan perkara mantan Kepala Desa Trosobo nonaktif Heri Achmadi dan koordinator PTSL RW 07 Sari Diah Ratna, para saksi tersebut secara terbuka mengakui perbuatan masing-masing sesuai perannya.
“Fakta-fakta itu muncul jelas di persidangan. Mereka mengakui sendiri perbuatannya, tapi sampai sekarang tidak satu pun yang ditetapkan sebagai tersangka,” ujarnya.
Ia membeberkan, WSU sebagai Ketua Panitia PTSL disebut membagikan uang sisa hasil pembayaran PTSL kepada pihak-pihak tertentu. Sementara STR diduga memerintahkan Sari Diah Ratna memungut biaya pengeringan sebesar Rp 2,5 juta per pemohon di RW 07, hingga terkumpul sekitar Rp 50 juta yang kemudian diserahkan kepada STR.
Selain itu, NA selaku Bendahara Panitia PTSL diduga melakukan mark up laporan pertanggungjawaban sebesar Rp 30 juta. Uang tersebut disebut-sebut sebagai “fee” program PTSL yang diminta oleh kepala desa.Sementara SAR selaku Sekretaris Desa Trosobo mengakui telah memalsukan tanda tangan Suparnadi, Koordinator Lapangan RW 06, di atas kwitansi Rp 30 juta atas perintah kepala desa, meski uang tersebut diserahkan langsung kepada kepala desa.
Adapun S dan G, lanjut Sanjaya, mengakui telah memungut biaya sebesar Rp 300 ribu per pemohon di wilayah masing-masing atas perintah Kepala Desa nonaktif Heri Achmadi. Biaya itu disebut untuk pengurusan dokumen Letter C, surat hibah, surat waris, dan surat jual beli.
“Sangat tidak memenuhi rasa keadilan jika Sari Diah Ratna, yang hanya koordinator lapangan dan menerima uang jasa Rp 3,25 juta, dihukum. Sementara enam orang lain yang perannya lebih besar justru belum tersentuh hukum. Ada apa ini?” ungkap Sanjaya.
Diketahui, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya di Sedati, Kepala Desa Trosobo nonaktif Heri Achmadi divonis pidana penjara selama tiga tahun, denda Rp 150 juta, serta diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 67,2 juta. Saat ini perkara tersebut masih dalam proses kasasi.
Sementara itu, Sari Diah Ratna divonis pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan serta denda Rp 50 juta. Menutup pernyataannya, Tantri Sanjaya menegaskan tidak akan tinggal diam apabila surat ketiganya kembali tidak mendapat respons dari Kejari Sidoarjo. Ia mengancam akan menggelar aksi unjuk rasa.
“Kami akan melakukan aksi di depan Kejari Sidoarjo jika surat yang ketiga ini tidak ditindaklanjuti. Kami berharap kejaksaan memproses hukum seluruh pelaku pungli PTSL di desa saya agar tercipta transparansi dan rasa keadilan,” pungkasnya. (RJ/Red)







