SURABAYA (RadarJatim.id) – Ada data statistik muram tentang pengangguran di Jatim. Data BPS mencatat ternyata peringkat tertinggi penggangguran terbuka (TPT) di Jatim pada Februari 2021 merupakan lulusan SMK, yaitu sebanyak 11,45%. Sedangkan lulusan SMA yang mengganggur sebesar 8,55%.
Tentu angka-angka tersebut dapat diperdebatkan, mulai dari aspek parameter hingga faktor penyebabnya. Boleh jadi seorang alumni sudah bekerja tetapi karena dilakukan mandiri dan di sektor informal sehingga oleh statistik dia belum masuk dalam kriteria sudah bekerja atau bisa jadi alumni tersebut merasa belum bekerja karena masih bersifat serabutan dan belum prospekti
Tidak mau larut dalam debat sekadar debat, Dewan Pendidikan Jatim bekerja dengan Dinas Provinsi Jatim memilih menggelar Sarasehan Pendidikan 2021 dengan tema Problematika Pengelolaan Pendidikan Jenjang SMA dan SMK di Jatim, pada 13 hingga 15 Oktober di Hotel Fave Sidoarjo.
Salah satu topik yang ingin digali adalah benarkah SMK penyumbang tertinggi angka pengangguran di Jatim. Kalau memang benar, langkah-langkah konkret apa yang harus diambil? Hasil sarasehan ini nantinya akan dijadikan masukan dan rekomendasi kepada Gubernur Jatim.
Dr. Dwi Astutik S.Ag.M.Si, dari Dewan Pendidikan Jatim memaparkan fenomena sosial yang ada di masa pandemi ini jumlah penganggur semakin meningkat. “Meningkat 1,3 juta atau naik 300 ribu dari tahun 2019,” katanya. Oleh karena itu dosen Universitas Unsuri Sidoarjo ini mengajak peserta sarasehan untuk melihat kembali bagaimana proses belajar SMK dalam memenuhi kebutuhan pasaran kerja. Apalagi pemerintah tengah mengejar target penguatan pendidikan vokasi dengan komposisi 70% SMK dan 30 SMA.
Dalam pertemuan hari kedua (14/10) dihadirkan praktisi Dr. Siswanto, Chief Executive Officer PT Indo Bismar Grup. Dalam paparannya dirinya mengatakan, memang perlu pentingnya sinkronisasi antara kebutuhan dunia usaha dunia industri (DUDI) dengan kurikulum SMK agar lulusan SMK dapat terserap DUDI secara optimal.
Dari pengalaman merekrut karyawan maupun membimbing siwa SMK yang magang dis ejumlah perusahaan yang dimiliki, Siswanto masih dijumpai anak SMK yang belum memadai kompetensinya. “Contohnya anak lulusan akuntansi tapi setelah ditanya tidak paham bagaimana menjurnal transaksi keuangan, belum mengerti sama sekali tentang perpajakan PPh 21 dan 25. Atau lulusan jurusan perkantoran tapi kecepatan mengetiknya masih rendah, lulusan TKJ masih gagap dalam merangkai komputer,” katanya.
Pada bagian lain dirinya menyarankan agar softskill siswa dibangun dengan sungguh-sungguh karena itu akan menjadi modal dasar menuju kesuksesan. Soft skill seperti disiplin, tanggug jawab, sopan santun sangat penting. “Penilaian pertama yang dilakukan DUDI adalah dengan melihat soft skillnya,” tambahnya. (rio)







