SIDOARJO (Radarjatim.id) — Setelah masa kerja melewati tahun ketiga, Dewan Kesenian Sidoarjo (Dakesda) ingin melakukan langkah yang lebih strategis lagi. Langkah itu berupa pembuatan konsep pemajuan seni budaya berkelanjutan dan berdampak terhadap pembangunan Sidoarjo ke depan. Lembaga ini ingin mewujudkan Sidoarjo sebagai Kota Budaya.
Oleh karena itu, perlu dicari jejak-jejak peristiwa seni budaya Sidoarjo di masa lalu dan masa kini, guna membuat strategi kemajuan seni budaya untuk masa depan. Di antaranya, menggali fakta-fakta historis yang pernah ada di Kabupaten Sidoarjo.
“Misalnya, di wilayah Sidoarjo dulu pernah berdiri dua kerajaan besar, Jenggolo dan Kahuripan. Warisan budaya sepuluh candi, artefak yang tak terhitung jumlahnya, prasasti dan situs lainnya,” terang Ketua Umum Dakesda Ali Aspandi usai Raker Dakesda, Kamis (18/11/2021) sore.
Ia katakan, upaya yang dilakukan termasuk melacak warisan budaya Sidoarjo sebagai kota urban, di mana banyak para pendatang di kota ini yang membawa seni budayanya dari daerah asal masing-masing, kemudian terakulturasi menjadi budaya baru yang dikenal sebagai budaya arek. Ada wayang gagrak porongan, reog Cemandi, hadrah, remo Munali Patah, jaranan, patrol, kentrung, terbang jidor, bantengan, dan lainnya.
Semua itu, menurut Ali Aspandi, adalah aset budaya di masa lalu dan masa kini yang sangat berharga bagi Sidoarjo. Artinya Sidoarjo ini bukan wilayah kabupaten bisanya, tetapi luar biasa. Tidak berlebihan jika kita katakan hampir sama dengan kota-kota budaya lainya, misalnya Yogyakarta. “Fakta-fakta empiris seperti ini lah yang seharusnya kita jadikan landasan untuk menentukan arah dan strategi pemajuan seni budaya untuk masa depan Sidoarjo,” katanya.
Rapat Kerja Dewan Kesenian Sidoarjo tahun 2021, telah memilih tema ‘Memacu Pemajuan Seni Budaya Sidoarjo untuk Mewujudkan Sidoarjo sebagai Kota Budaya’. “Ini sebagai langkah awal penentuan strategi menuju pemajuan seni budaya untuk masa depan,” pungkasnya. (AS)







