Oleh Agus “Koecink” Sukamto
Laut sebagai inspirasi abadi dalam seni rupa, keagungan dan misterinya telah lama menjadi inspirasi penciptaan karya seni bagi para seniman di seluruh dunia. Elemen alam yang tak terduga ini melampaui sekadar latar belakang visual; ia adalah sumber inspirasi mendalam yang membangkitkan emosi, simbolisme, dan eksplorasi artistik.
Dari gelombang ganas siap membawa ke tengah lautan, menghancurkan hingga ombak tenang, laut menawarkan pemandangan tak berujung bagi kreativitas manusia. Dalam sejarah seni rupa, keberadaannya menjadi fokus objek yang menginspirasi para pelukis.
Sebagai contoh dalam lukisan Romantisme abad ke-19. Pelukis Prancis J.M.W. Turner, misalnya, mengabadikan kekacauan badai laut dalam karya seperti The Fighting Temeraire (1839), menggunakan sapuan kuasnya untuk menyimulasikan perjuangan manusia melawan alam yang tak terkendali.
Demikian pula, seniman Jepang Katsushika Hokusai, melalui The Great Wave off Kanagawa (1831), menggambarkan gelombang raksasa sebagai simbol kekuatan alam yang superior yang maha menguasai lautan. Karya-karya ini menjadikan laut sebagai metafor ketidakpastian hidup, mendorong pelukis bereksperimen dengan cahaya, warna, dan komposisi dinamis.
Hingga era modern, laut terus memicu inspirasi, tidak hanya dalam dimensi estetika, tetapi juga filosofis, melambangkan kebebasan tak terbatas. Bagi seniman kontemporer, laut juga mampu menyuarakan isu lingkungan. Pada akhirnya, ia mendorong pelukis mengekspresikan emosi, menghasilkan karya yang memberikan getaran sama dengan jiwa manusia.
Ekologi dan kegelisahan laut, menjadi inspirasi bagi pelukis muda, membawa perspektif baru dalam melihat kenyataan. Salah satunya adalah Ariel Ramadhan. Mengamati karya-karyanya, laut bagi Ariel bukan sekadar objek pemandangan, melainkan sebuah ruang tanpa batas tempat ia menumpahkan kegelisahan. Kegelisahan ini timbul dari kurangnya penghormatan terhadap laut sebagai bagian integral dari alam, terbukti dari maraknya pembuangan sampah.
Bagi Ariel, laut adalah entitas hidup dan ruang yang membangun hubungan timbal balik makhluk hidup dengan lingkungan yang harus dijaga demi keharmonisan alam. Kesadaran inilah yang menjadikan air, khususnya laut, sebagai elemen paling dominan dalam kekaryaannya.
Laut hadir sebagai entitas yang dinamis, misterius, dan terkadang menderita tetapi juga memberikan keberkahan bagi para nelayan pencari ikan. Kecintaan Ariel pada laut tercermin dari konsistensinya mengangkat tema tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan laut, pelayaran, pencemaran dan perdagangan di laut.
Salah satu karyanya yang fenomenal, “Laut Dalam Dua Kantong Plastik“, adalah manifestasi nyata dari kesadaran ekologis ini. Ariel tidak melukis ombak bebas, melainkan laut yang terperangkap. Ia menangkap ironi di mana keagungan samudera diredusi dan dikerdilkan oleh sampah peradaban manusia.
Di sini, daya imajinasi Ariel bekerja sebagai pengingat. Ia tidak menceramahi penikmat seni, melainkan menyentuh melalui bahasa visual yang estetis. Laut bagi Ariel adalah alam yang sedang sakit, tetapi juga indah. Warna biru yang ia torehkan sering bertabrakan dengan elemen yang berbeda dari yang sudah dikenal, menciptakan tegangan visual yang memaksa pemirsa merenung tentang kondisi laut yang sedang mengalami kerusakan alamnya.
Pilar kekuatan: daya imajinasi dan fantasi, aspek kedua yang menjadi pilar kekuatan Ariel adalah daya imajinasi. Ciri khas imajinasi Ariel adalah kemampuannya sering menghadirkan figur-figur menyerupai makhluk purba atau binatang aneh hasil imajinasinya yang berinteraksi dalam lanskap lautnya.
Secara realitas, kita tahu makhluk-makhluk ini telah punah, namun dalam “semesta Ariel,” mereka hidup berdampingan secara harmonis. Hal ini menunjukkan, bahwa kanvas adalah ruang di mana linimasa sejarah bisa dieksplorasi sesuai kehendak imajinasi. Kehadiran menyerupai makhluk purba dan laut ini dapat dibaca sebagai kerinduan akan kemurnian alam, masa di mana alam berkuasa penuh tanpa intervensi manusia.
Dengan menghadirkan masa lalu ke dalam laut masa kini, Ariel menciptakan sebuah tempat yang dibayangkan ideal sempurna, dan tanpa masalah seperti sebuah dunia fantasi di mana alam kembali menemukan kejayaannya yang hilang. Daya imajinasi ini adalah hasil dari observasi mendalam, ketertarikan pada literatur visual, dan kebebasan berpikir yang diasah sejak dini.
Jika imajinasi adalah apa yang dilukis, maka fantasi dalam karya Ariel terwujud dalam bagaimana ia melukisnya. Fantasi Ariel bermanifestasi kuat dalam pilihan warna dan material. Ia bukanlah penganut realisme, melainkan seorang penghantar warna. Dalam seri Segara Warna dan eksplorasi karya lainnya, Ariel berani menggunakan warna-warna neon, kontras tinggi di atas cat akrilik. Penggunaan warna neon, misalnya, memberikan dimensi pencerahan pada lukisan lautnya.
Laut tidak lagi hanya biru atau hijau, tetapi berkilau. Fantasi Ariel mengubah air laut menjadi sesuatu yang berharga, serealistis mimpi. Teknik sapuan kuas, penggunaan pisau palet, hingga lelehan cat yang terkadang tampak abstrak, menunjukkan, bahwa Ariel bermain di wilayah antara bentuk (figurative) dan rasa (abstract). Fantasi di sini adalah fantasi visual: kemampuan untuk membuat mata penonton melihat vibrasi energi yang tidak kasat mata.
“Kedalaman” karyanya membuat lukisan terasa hidup. Ikan-ikan, perahu, dan benda-benda lain dalam lukisan Ariel mungkin tidak anatomis sempurna. Tetapi, mereka memiliki “jiwa” yang ditiupkan oleh fantasi pelukisnya tentang bagaimana kehidupan bawah laut itu bergerak dan bernapas.
Dunia batin sang seniman, membahas Ariel tidak lengkap tanpa menyentuh aspek personal di balik kanvasnya. Perjalanan kekaryaannya adalah sebuah proses perubahan diri yang terus menerus. Bagi seorang seniman muda, konsistensi untuk terus berkarya dan menggelar pameran tunggal adalah bukti ketahanan mental dan spiritual.
Laut, imajinasi, dan fantasi pada akhirnya adalah cermin dari dunia batin Ariel. Laut yang luas mewakili emosinya yang dalam dan bergejolak. Imajinasi adalah mekanisme kognitifnya dalam memahami dunia yang kompleks. Dan, fantasi adalah tempat perlindungannya, sekaligus tawaran yang ia berikan kepada dunia luar.
Ketika seseorang berdiri di depan lukisan Ariel, mereka seakan diundang masuk ke dalam bentang pikiran sang seniman dengan segala imajinasinya. Ada aspek spiritual yang kental dalam ketekunannya melukis ombak, pengulangan bentuk berkali-kali, sebuah bentuk meditasi visual. Bagi Ariel, melukis adalah cara untuk berbicara dengan bahasa yang lebih fasih daripada kata-kata lisan, menjadi jembatan komunikasi antara dirinya yang unik dengan masyarakat umum.
Pengamatan karya pilihan “Nuansa Harmoni” (Akrilik di atas Kanvas, 80×60 Cm, 2025), karya semi-abstrak ini didominasi oleh palet gelap biru tua dan cyan yang mendalam, menciptakan kesan kedalaman laut yang mencekam. Warna biru tua ini kontras dramatis dengan percikan dan sapuan kuat berwarna oranye, merah, dan sedikit kuning cerah. Komposisi yang padat dan ekspresif menunjukkan pergulatan.
Di tengah kekacauan biru, muncul bentuk-bentuk terfragmentasi menyerupai makhluk laut dan garis-garis tegas yang mengisyaratkan figur manusia yang terperangkap atau sedang berjuang. Gerakan ekspresi dalam lukisan terasa sangat kuat, seolah-olah objek-objek terombang-ambing atau ditarik ke bawah oleh pusaran air.
Begitu juga karya “Segara Khatulistiwa“. Lukisan surealisme/abstraksi ini adalah perayaan kehidupan sekaligus peringatan ekologis di sepanjang garis khatulistiwa. Gaya yang sangat ekspresif menggunakan palet warna yang cerah dan kontras. Bagian atas didominasi siluet perahu layar, melambangkan perjalanan dan harapan. Kontrasnya, bagian bawah (lautan) adalah ledakan warna-warni dinamis (neon, hijau, biru elektrik), menunjukkan terumbu karang dan kehidupan laut yang padat.
Pertemuan warna cerah ini menyimbolkan kekayaan hayati yang melimpah. Segara di sini melambangkan hamparan harapan dan ekosistem kehidupan. Lukisan ini merayakan energi tak terbatas di garis imajiner bumi. Namun, keindahan ini memiliki ironi; pesan utamanya adalah peringatan bahwa pencemaran limbah industri, sampah plastik, dan eksplorasi berlebihan telah mengancam dan menggerus ‘Segara Khatulistiwa‘ yang indah ini. Ini berfungsi sebagai alarm visual.
Interprestasi karya Lainnya, “Laut Dalam Dua Kantong Plastik” dan “Harmony of Life“: Kritik lingkungan yang tajam tentang bahaya mikroplastik dan polusi. Ekosistem laut terperangkap dalam wadah sampah, menggarisbawahi bagaimana sampah plastik membatasi kehidupan laut dan mengancam keindahannya.
“Kembang Laut“: representasi energi dan dualitas alam. Bagian bawah yang semarak menunjukkan kekayaan ekosistem laut, kontras dengan langit yang badai, melambangkan kekuatan alam yang liar dan tak terduga. Kehadiran dua perahu mencerminkan ketahanan dan ketergantungan manusia terhadap alam yang indah sekaligus berbahaya. Dan, “Distorsi Lautan“: judul yang menarik karena menyiratkan distorsi visual (pelukis mengubah bentuk figur laut secara ekspresif) dan/atau distorsi Lingkungan (kritik terhadap kerusakan ekosistem laut akibat ulah manusia). Kekacauan visual melambangkan kekacauan ekologi.
Ariel Ramadhan sebagai pelukis muda kontemporer yang menjadikan laut bukan sekadar objek estetika, melainkan wadah untuk menuangkan kegelisahan ekologis dan kekuatan imajinatifnya. Secara keseluruhan, karya Ariel Ramadhan adalah meditasi visual dan jembatan komunikasi antara dunia batinnya yang unik dengan masyarakat umum.
Ia mengundang penonton untuk tidak hanya melihat gambar, tetapi masuk ke dalam mindscape seorang seniman yang melihat laut sebagai cerminan emosi, mekanisme kognitif, dan benteng perlindungan, yang menyampaikan keindahan laut sekaligus kepedihan akan kehancurannya. {*}
*) Agus “Koecink” Sukamto, Perupa, Penulis Seni Rupa.







