SURABAYA (radarjatim.id) – Membanjirnya baja impor menjadi ancaman serius program tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Pemerintah diminta mewaspadainya.
Penegasan itu disampaikan Ketua BPD Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Jatim, Agus Gendroyono, dalam keterangan pers, Rabu (30/9/2020).
Menurut Agus, pengusaha jasa konstruksi menyambut gembira peraturan pemerintah (PP) nomor 22 tahun 2020, khususnya terkait rencana pemerintah meningkatkan TKDN. Karena itu, perlu mewaspadai membanjirnya produk baja dari Cina di pasar Indonesia.
“Salah satu roh dari PP itu adalah optimalisasi penggunaan produk dalam negeri. Semua material konstruksi nantinya harus teregistrasi dalam sistem berdasarkan spesifikasi yang dikehendaki owners,” tandas Agus.
Penggunaan produk dalam negeri adalah momentum yang tepat guna recovery lesunya ekonomi pascapandemi. “Ini dibutuhkan semangat nasionalisme bersama. Di saat banjirnya produk asing di Indonesia dengan harga lebih murah dari pada produksi dalam negeri,” katanya.
Ditambahkan, manufaktur di China mendapat banyak stimulus dari pemerintahannya. Selain tentunya tenaga kerja yang relatif murah. Kebijakan itu perlu dilakukan pemerintah kepada produk baja di dalam negeri.
“Untuk itu harus kita cari formula untuk mereduksi ongkos produksi dalam negeri dengan tentu saja harus ada stimulus dari pemerintah atau dalam skema lainya,” ujarnya.
Ia mencontohkan, rendahnya harga jual baja impor dimungkinkan karena banyaknya subsidi pemerintah dari negara pengekspor. Hal itu di antaranya pengalihan kode tarif barang yang berimbas kepada perbedaan bea masuk.
“Padahal industri baja lokal memiliki kemampuan memenuhi volume dan standar kualitas yang dibutuhkan,” tegas Agus.
Ia berpendapat, turunnya PP nomor 22 tahun 2020 harus jadi stimulus para vendor untuk memperbesar penggunaan produksi dalam negeri. Hal ini sebagai upaya pemenuhan syarat registrasi material jasa konstruksi yang segera diintegrasikan oleh kementerian PUPR.
Agus melihat, dukungan terhadap PP di atas semakin kuat. Karena bila industri baja dalam negeri mati, maka akan semakin tergantung pada impor. Pihak luar akan dengan mudah mempermainkan harga.
“Di sisi lain tenaga kerja regional akan kehilangan mata pencarian, sementara para tenaga ahli dan perusahaan industri baja kita juga akan kehilangan kesempatan menunjukkan kompetensi mereka dalam persaingan di tingkat global,” ungkapnya.
Selain itu, Agus mengungkap sinyalemen tentang baja impor yang dikapalkan sudah mendapat stempel SNI. Seakan-akan produk dalam negeri. Tapi kenyataannya adalah barang dari luar.
Karena itu, ia mengingatkan agar siapa pun jangan mencuri peluang dari kesulitan melakukan pengawasan. Tanpa kejujuran semua pihak, maka upaya pemerintah menerbitkan PP ini akan sia-sia.
“Kalau dibiarkan kondisi ini tanpa ikut campur pemerintah, maka situasi yang amat dilematis akan dihadapi kita semua. Di satu sisi ekonomi dalam negeri akan lumpuh, daya beli masyarakat akan mengecil, PHK akan semakin banyak dan kita akan jadi negara konsumtif,” katanya. (rj2/Red)







