SIDOARJO (RadarJatim.id) – Pemanggilan 8 orang Kepala Desa (Kades) oleh Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) Porong pada Jum’at (23 Oktober 2023) lalu telah membuka tabir terkait Bantuan Keuangan (BK) Desa.
Delapan Kades kompak mengaku bahwa kehadiran mereka tidak terkait dengan acara konsolidasi dan penguatan tim pemenangan EF sebagai calon legislatif (caleg) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sidoarjo serta KJ sebagai caleg DPRD Provinsi Jawa Timur. EF dan KJ merupakan caleg incumbent atau petahana pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 nanti.
Dihadapan 3 orang Komisioner Panwascam Porong, delapan Kades secara kompak mengaku kehadiran mereka di KUD Subur Makmur untuk meminta dana BK kepada EF yang saat ini masih menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Sidoarjo.
Hal itu menjadi salah satu indikator bahwa dana BK bisa dijadikan alat bergaining bagi caleg incumbet dengan Kades-kades dalam mengeruk suara pemilih di desa tersebut pada Pemilu 2024 mendatang.
Direktur Studi Advokasi Kebijakan dan Anggaran (SAKA) Indonesia, Abdul Basith mengatakan bahwa setiap tahunnya jumlah dana BK sangat besar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sidoarjo.
Pada tahun 2021, dana BK mencapai Rp 129.799.000.000. Begitu juga pada tahun 2022, dana BK nilainya sebesar Rp 93.671.392.000. “Pada tahun 2023 ini, dana BK mencapai Rp 70.070.970.800. Angka itu belum mencakup tambahan saat APBD Perubahan. Saya yakin jumlahnya naik,” kata Basith, Senin (30/10/2023).
Dijelaskan oleh Basith bahwa dana BK merupakan hasil kesepakatan antara DPRD dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo dalam rangka mengatasi kesenjangan fiskal, dimana pengajuannya melalui usulan anggota dewan.
Ia juga menjelaskan bahwa dana BK bisa dipakai untuk mengeruk suara bagi caleg incumbent pada Pemilu 2024 nanti, karena posisinya yang masih menjabat sebagai anggota dewan bisa mengalokasikan dana BK tersebut sesuai dengan kehendaknya.
”Siapa yang mengawasi penyaluran itu. Pengawasan anggaran seharusnya juga menjadi ranah anggota legislatif, karena bersumber dari keuangan daerah meski melalui belanja transfer dari RKUD ke RKD,” jelasnya.
Anggota DPRD Sidoarjo yang kembali mencalonkan diri sebagai incumbent, hampir pasti memberikan dana BK kepada desa-desa yang mereka kehendaki. Khususnya di daerah pemilihan (dapil) masing-masing. Indikasinya sangat kuat.
Mahasiswa magister hukum di Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya itu mencontohkan. Caleg incumbent di dapil Sidoarjo 1 (Sidoarjo, Buduran dan Sedati), dana BK disalurkan didapilnya. Bahkan, di satu desa yang sama dalam beberapa tahun.
Buktinya, ada satu desa di Kecamatan Sidoarjo yang setiap tahun menerima BK. Jumlahnya Rp 2,06 miliar pada 2021, Rp 4,15 miliar pada 2022 dan Rp 750 juta pada 2023 dalam APBD murni.
”Saya belum memastikan, apakah pada APBD Perubahan 2023 ini ada tambahan dana BK di desa itu. Kalaupun ada, saya menduga kuat pengalokasiannya tidak mempertimbangkan tiga hal. Yaitu jumlah penduduk, luas wilayah dan jumlah penduduk miskin yang telah diatur dalam produk hukum daerah,” terangnya.
Patut dicermati bahwa ada caleg incumbent yang menyalurkan dana BK ke desa tempat tinggalnya. Itu mungkin belum masalah besar, yang jadi masalah adalah Kades penerima BK di desa itu ternyata masih famili atau keluarga caleg incumbent tersebut.
”Adakah jaminan dana BK itu diberikan sesuai kebutuhan desa. Bukan terkait hubungan keluarga caleg?,” ucapnya.
Untuk itu, ia mengingatkan Pemerintah Desa (Pemdes) penerima bantuan keuangan dari daerah agar bertanggung jawab secara formal dan material atas penggunaan dana bantuan yang diterimanya.
“Sebab anggaran keuangan desa lebih besar pendapatan transfer daripada pendapatan asli desa sendiri,” pungkasnya. (mams)







