SIDOARJO (RadarJatim.id) – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Sidoarjo mengadakan sosialisasi pengawasan partisipatif berbasis Gender Equality and Social Inclusion (GESI), kesetaraan gender, disabilitas dan inklusi sosial dalam penyelenggaraan Pemilu tahun 2024 di aula Premier Place Hotel, Kecamatan Gedangan.
Agisma Dyah Fastari, Koordinator Divisi (Kordiv) Pencegahan, Parmas dan Humas Bawaslu Sidoarjo mengatakan bahwa partisipasi perempuan dan kaum disabilitas dalam Pemilihan Umum (Pemilu) perlu mendapat perhatian lebih, Rabu (08/11/2023).
“Bawaslu Sidoarjo mendorong partisipasi berbasis GESI lebih ditingkatkan. Hak politik di Pemilu antara perempuan dan laki-laki sama,” katanya.
Diungkapkan oleh Agis bahwa syarat-syarat untuk maju sebagai calon legislatif (caleg) maupun jabatan publik lainya juga sama. Bahkan partai politik (parpol) peserta Pemilu diwajibkan memenuhi kuota 30 persen caleg perempuan.
“Sayang, meski sudah ada kuota caleg perempuan 30 persen terkadang susah untuk memenuhinya,” ungkapnya.
Meskipun sosialisasi yang melibatkan organisasi perempuan, disabilitas dan juga media massa, namun masih ada stereotip yang melemahkan peran perempuan. Budaya patriarki yang menganggap perempuan dibawah laki-laki masih kental di Indonesia.
Milla Ahmadia Apologia, akademisi dari Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (Unusida) menjelaskan bahwa perempuan merupakan kaum mayoritas di Indonesia, sehingga kualitasnya harus terus ditingkatkan.
“Jangan hanya datang mencoblos tanpa tahu latar belakang yang dipilih. Apalagi hanya menunggu serangan-serangan itu,” jelasnya.
Menurut Milla bahwa partisipasi kaum perempuan dalam Pemilu terbagi ke dalam dua hal, yaitu spectator atau gladiator. Spectator ialah perempuan yang datang dan memilih di Tempat Pemungutan Suara (TPS). sedangkan gladiator, yaitu perempuan terlibat dalam proses politik, baik sebagai peserta maupun penyelenggara.
“Sekarang semuanya sama-sama terbuka lebar,” ujarnya.
Hak kaum disabilitas juga menjadi perhatian Bawaslu Sidoarjo, sebab jumlah pemilih kaum disabilitas cukup besar. Untuk itu, fasilitas penunjang untuk mereka dalam memberikan hak pilih harus dipenuhi.
Soelistiyowati, Ketua Komunitas Disabilitas Jawa Timur (Jatim) menyampaikan bahwa aksesibilitas Pemilu harus ramah bagi kaum disabilitas, karena sangat berpengaruh terhadap partisipasi mereka.
Ia mencontohkan kalau aksesibilitas di TPS tidak ramah untuk kaum disabilitas, maka meraka enggan datang ke TPS untuk menggunakan hak suaranya.
“Tempat pemungutan suara dinilai menyulitkan, maka biasanya enggan datang,” sampainya.
Menurut Soelis bahwa TPS hendaknya datar, tidak bertingkat atau berada di tempat tinggi dari permukaan tanah agar memudahkan kaum disabilitas yang menggunakan kursi roda atau tongkat.
“Bagi yang mengalami masalah penglihatan juga harus dipikirkan, surat suaranya juga harus disesuaikan,” imbuhnya.
M. Iskak, Ketua KPU Sidoarjo menerangkan bahwa jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di Kabupaten Sidoarjo mencapai 1.461.542 pemilih, sebanyak 5.203 pemilih merupakan kaum disabilitas.
Diterangkan oleh Iskak bahwa KPU Sidoarjo tidak pernah menolak, jika ada kaum disabilitas daftar untuk menjadi anggota badan ad-hoc dibawah KPU Sidoarjo selama memenuhi syarat ataupun ketentuan yang berlaku.
“Saya contohkan, di Desa Entalsewu ada Ad-hoc dari teman-teman disabilitas. Kita tidak pernah bedakan. Asal memenuhi syarat kita akan terima,” terangnya.
KPU Sidoarjo telah menyediakan alat bantu berupa huruf brailer bagi kaum disabilitas yang mengalami masalah penglihatan. “Kami pastikan ada saat pemilihan,” pungkasnya. (mams)







