• Pasang Iklan
  • Redaksi
  • Contact
Sabtu, 13 Desember 2025
No Result
View All Result
e-paper
Radar Jatim
  • Home
  • Bisnis
  • Hukum dan Kriminal
  • Peristiwa
  • Pendidikan
  • Lifestyle
  • Contact
  • Home
  • Bisnis
  • Hukum dan Kriminal
  • Peristiwa
  • Pendidikan
  • Lifestyle
  • Contact
No Result
View All Result
Radar Jatim
No Result
View All Result
Home Ekonomi Bisnis

BCA Syariah, Si Cantik nan Molek Perlu Memoles Diri untuk Memikat Nasabah Tercinta

by Radar Jatim
29 September 2025
in Ekonomi Bisnis, Feature
0
BCA Syariah, Si Cantik nan Molek Perlu Memoles Diri untuk Memikat Nasabah Tercinta

Karyawan BCA Syariah tengah memberikan layanan kepada nasabahnya. (Foto: Dok BCA Syariah)

161
VIEWS

Oleh SUHARTOKO

Seorang pria paro baya berusia 51 tahun nampak berjalan menaiki tangga di ujung halaman menuju teras lobi kantor layanan BCA Syariah di Jalan Raya Kartini, Gresik, Jawa Timur. Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) itu tidak sendiri menuju kantor bank syariah bernuansa biru ini. Ia ditemani putranya yang sehari-hari membantunya mengelola bisnis kareting yang lumayan memiliki nama di kota Gresik, baik di kalangan instansi pemerintahan maupun korporat (perusahaan).

Sejak dari rumah, Pak Karto, sapaan akrab pengusaha UMKM bidang kuliner ini meniatkan diri untuk menjajaki peluang kerja sama pembiayaan untuk menopang permodalan bisnis yang telah dikelola hampir 10 tahun ini. Ia merasa sreg dengan bank syariah, bukan semata pertimbangan bisnis yang aman dan berpeluang menguntungkan. Lebih dari itu, dalam beberapa tahun terakhir dirinya telah berazam untuk –secara bertahap– meninggalkan bank konvensional yang selama ini mem-back up bisnisnya, dan beralih ke bank syariah. Karena selama ini ia adalah nasabah BCA, biar lebih mudah, efektif, dan efisien (pikirnya) ia memilih BCA Syariah sebagai tambatan barunya.

Apa yang membuatnya begitu kuat ingin beralih ke bank syariah? Usut punya usut, ternyata aspek agama (religi) menjadi pemicunya. Sebagai warga asli Gresik yang Muslim tulen, jujur ada yang membuatnya gamang terkait pengelolaan finansial perusahaan yang dikelolanya. Masalahnya, dengan bank konvensional selama ini, ia merasa terganggu dan tidak nyaman terkait aspek kehalalan uang yang dihasilkan dari bisnisnya.

Meski sebagian ulama telah mengeluarkan pandangan halal atas pengelolaan dan transaksi bank konvensional (demikian juga saham di pasar bursa), Pak Karto masih saja ragu terhadap kehalalan uang dan harta yang diperoleh dari bisnis yang dikelolanya. Apalagi, gumamnya dalam hati, di kalangan ulama, sebagian masih menganggap riba dan haram atas pengelolaan perbankan konvensional.

Karena itu, demi “mengamankan” dan menjamin kehalalan pengelolaan bisnisnya — dalam konteks fiqqiyah atau syar’i –, ia berbulat tekad ingin memindahkan seluruh dananya dari bank konvensional ke bank syariah. Begitu pula ketika ia membutuhkan tambahan modal untuk memperkuat bisnisnya, ia memilih bank syariah dalam skema pembiayaan yang tersedia.

Namun, jujur ia mengaku belum begitu paham tentang mekanisme dan teknis kerja bank syariah, termasuk BCA Syariah yang ditujunya. Karena itu, sebelum secara resmi memutuskan menjadi nasabah, ia mau konsultasi dan menggali informasi sedetil-detilnya, dengan harapan bisnisya tetap lancar dan berkembang, di sisi lain ia merasa aman dan nyaman dalam mengelola keuangan yang bebas riba.

“Saya dan keluarga sudah berketetapan hati agar usaha yang kami kelola, sistem keuangannya bebas riba alias halal seratus persen. Jangankan yang haram, yang subhat  (samar-samar) saja saya berupaya menghindari,” ujar Pak Karto, Senin (29/9/2025).

Perkuat Sosialisasi

Kisah ilustratif Pak Karto itu bisa jadi hanya satu dari jutaan nasabah perbankan di negeri ini yang perlu dipahamkan terkait praktik dan pengelolaan bank syariah. Pasalnya, realitas memang menunjukkan, bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia memang belum familiar terhadap praktik dan layanan bank syariah. Ini dibuktikan dengan data pangsa pasar (market share) bank sayariah yang hingga kini baru dalam kisaran 10 persen saja. Padahal, secara  administratif lebih dari 80 persen penduduk Indonesia adalah etnis Muslim, apalagi di Gresik, Jawa Timur yang dikenal dengan kota santri dan kota wali ini.

Harusnya, dengan komposisi penduduk yang mayoritas Muslim, hadirnya bank syariah lebih berterima dan dalam konteks bisnis perbankan, bank syariah mestinya menguasai pangsa pasar. Alih-alih mengusai pangsa pasar, untuk bisa mengimgangi hegemoni kekuatan bank konvensional, justru berbanding terbalik. Sekitar 90 persen market share hingga kini masih dikuasai bank konvensional.

KH Ma’ruf Amin, sosok yang gigih memperjuangkan pengembangan bank syariah di Indonesia, ketika masih menjabat wakil presiden mendampingi Presiden Joko Widodo sempat melontarkan pernyataan menggelitik terkait kinerja bank syariah di Indonesia. Apa katanya?

Dalam sambutannya pada acara perkumpulan Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) di Gedung Kantor Pusat Bank Syariah Indonesia (BSI), Jakarta Selatan, pada pertengahan Mei 2024, KH Ma’ruf Amin dengan gaya bercanda menyebut, bahwa pertumbuhan bank syariah masih terhambat, karena banyaknya “setan” yang mengganggu. Ia menjelaskan, setan-setan tersebut membuat nasabah ragu untuk beralih dari bank konvensional ke bank syariah, sehingga pangsa pasar bank syariah masih stagnan di angka 10 persen.

Meski pernyataan tersebut disampaikan dengan nada bercanda, tetapi ada pesan serius di balik pernyataan yang dibalut dengan guyonan itu. Wapres Ma’ruf Amin –ketika itu– menyoroti masalah mendasar yang dihadapi oleh industri perbankan syariah di Indonesia, yaitu kurangnya kepercayaan dan pemahaman dari masyarakat. Padahal, sebagai negara dengan mayoritas berpenduduk Muslim, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan ekonomi syariah, termasuk perbankan syariah.

Tantangan dan Peluang

Hilma Fanniar Rohman, Dosen Perbankan Syariah Universitas Ahmad Dahlan, mengungkap, salah satu tantangan utama yang dihadapi perbankan syariah adalah persepsi sebagian masyarakat, bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara bank syariah dan bank konvensional. Banyak kalangan masyarakat yang masih meragukan keunggulan bank syariah, baik dari aspek peluang keuntungan finansial maupun dari segi kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah. Hal ini diperparah oleh kurangnya edukasi dan sosialisasi tentang manfaat dan mekanisme operasional bank syariah.

Selain itu, lanjut Hilma, infrastruktur dan teknologi yang mendukung perbankan syariah juga masih perlu ditingkatkan. Meskipun aset keuangan syariah nasional terus meningkat, penetrasi pasar masih rendah dibandingkan dengan bank konvensional. Ini menunjukkan, bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pelaku industri perbankan syariah untuk menarik minat dan kepercayaan masyarakat.

Sesungguhnya, Indonesia memiliki potensi besar dalam sektor perbankan syariah. Dengan 87 persen penduduknya yang beragama Islam, seharusnya pasar perbankan syariah dapat tumbuh lebih pesat. Apalagi, dilihat dari awal berdirinya, perbankan syariah di Indonesia telah berusia 33 tahun jika merujuk pada pengoperasian Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada 1992 yang menjadi bank pertama di Indonesia yang menerapkan prinsip syariah dalam pengelolaannya.

Demam bank syariah sempat melanda sejumlah owners bank konvensional untuk (juga) menggarap ceruk pasar bank syariah, baik dari kalangan swasta maupun pemerintah. Bahkan, tiga bank besar milik pemerintah yang masuk ke segmen perbankan syariah telah melakukan merger demi penguatan kapitalisasi pasar dan mendongkrak ekosistem perbankan syariah di Indonesia. Ketiga bank yang dimerger pada 1 Februari 2021 dan berganti nama menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI) itu adalah: Bank Mandiri Syariah, Bank BNI Syariah, dan Bank BRI Syariah.   

Sayangnya, besarnya potensi pasar perbankan syariah hingga kini belum tergarap secara optimal. Salah satu langkah penting yang bisa diambil adalah meningkatkan edukasi dan literasi keuangan syariah kepada masyarakat. Dengan pemahaman yang baik dan maksimal, diharapkan masyarakat akan lebih percaya dan tertarik untuk menggunakan layanan perbankan syariah.

Selain itu, inovasi dalam produk dan layanan juga perlu ditingkatkan. Perbankan syariah harus mampu menawarkan produk yang kompetitif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern, bukan sekadar “memulung” sisa segmen pasar yang terhegemoni oleh bank konvensional. Penggunaan teknologi digital perbankan syariah juga harus dimaksimalkan untuk meningkatkan aksesibilitas dan kenyamanan bagi nasabah.

Untuk mengatasi “setan-setan” yang menghambat pertumbuhan perbankan syariah sebagaimana disinyalir KH Ma’ruf Amin, semua pihak harus bekerja sama. Pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat mesti menguatkan sinergi dan kolaborasi dalam mengembangkan sektor ini. Di sisi lain, pemerintah dapat mendukungnya dengan kebijakan yang proaktif dan memberikan insentif bagi pertumbuhan perbankan syariah.

Dalam jangka panjang, dengan upaya yang terkoordinasi dan taat asas (konsisten), perbankan syariah di Indonesia dapat tumbuh lebih pesat dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian nasional. Dengan mengusir “setan-setan” keraguan dan ketidakpercayaan, dapat dioptimalkan potensi besar yang dimiliki oleh ekonomi syariah di Indonesia.

Sementara Prof Dr Imron Mawardi, SP, Msi, Guru Besar Ekonomi Syariah Universitas Airlangga (Unair) memiliki pandadangan menarik sekaligus memberikan alarm bagi pengelolaan perbankan syariah. Dikatakan, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) perlu memiliki early warning system (EWS/sistem peringatan dini) untuk menjaga stabilitas sistem keuangan nasional. Menurutnya, krisis keuangan merupakan fenomena berulang yang akan terus terjadi dengan penyebab yang berbeda-beda, tapi bermuara pada satu titik, yakni keserakahan.

“Jika krisis terjadi, yang pertama-tama terimbas adalah lembaga keuangan, termasuk lembaga keuangan syariah. Apalagi dalam dual financial and banking system seperti di Indonesia, di mana lembaga keuangan syariah berada dalam satu sistem dengan lembaga keuangan konvensional. Lembaga keuangan syariah akan menghadapi dampak krisis keuangan, dan sebaliknya kebangkrutan LKS bisa berdampak sistemik terhadap lembaga keuangan lain, bahkan sistem keuangan nasional,” ungkapnya.

Agar risiko sistemik itu tidak terjadi atau bisa diminimalkan, lanjut Prof Imron, maka LKS perlu memiliki suatu deteksi dini untuk mengetahui potensi kebangkrutan yang dikenal sebagai early warning system (EWS).  Pada tingkat makro, EWS menggunakan sensitivitas perubahan variabel makro untuk mendeteksi potensi jatuhnya industri keuangan, seperti pertumbuhan ekonomi, kurs, utang pemerintah dan swasta, neraca perdagangan, suku bunga, kurs, dan fluktuasi harga komoditas.

Pada bank syariah, katanya, EWS mengukur potensi kebangkrutan dengan menghitung skor standar (z-score) suatu nilai tertentu yang merupakan kombinasi dari kinerja keuangan, seperti modal kerja, laba ditahan, laba sebelum bunga dan pajak, nilai pasar ekuitas, nilai pasar utang, dan aset. Skor standar di bawah threshold tertentu mengindikasikan bank syariah akan mengalami kebangkrutan.

Proporsi pembiayaan uncertainty contract  (mudharabah dan musyarakah) sampai batas tertentu menjadikan bank syariah lebih tahan terhadap goncangan di masa krisis, sehingga lebih aman terhadap ancaman kebangkrutan. Dengan demikian, bank syariah perlu membentuk portofolio pembiayaanya dengan proporsi ideal pembiayaan berbasis uncertainty contract lebih tinggi daripada certainty contrac dengan akad murabahah, istishna’, atau ijarah.

Kinerja BCA Syariah

Bagaimana BCA Syariah? Mampukah bank yang bernaung di bawah nama besar BCA ini memaksimalkan kinerja dengan mengambil segmen pasar lebih optimal?

Sumber: Laporan keuangan BCA Syariah, 2024.

Data di BCA Syariah menunjukkan, dalam enam tahun terakhir, yakni periode 2020 – 2025 kinerja keuangannya selalu menunjukkan tren positif. Pada total aset, misalnya, jika pada tahun 2020 aset yang tercatat baru mencapai Rp 9,72 triliun, angka itu merangkak naik menjadi Rp 10,64 triliun pada 2021. Aset BCA Syariah terus meroket menjadi Rp 12,66 triliun pada 2022, kembali naik pada 2023 menjadi Rp 14,47 triliun, dan meningkat lagi menjadi Rp 16,64 triliun pada 2024.
Sementara pada 2025 ini (hingga semester I), total aset BCA Syariah tercatat sebesar Rp 17,60 triliun, meningkat 18 persen secara tahunan (year on year/YoY). Pada tahun 2025 ini (hingga semester I, Januari-Juni), kinerja BCA Syariah terus menunjukkan tren positif dan solid. Hal ini ditunjukkan dengan capaian laba bersih yang tumbuh 12,0 persen secara tahunan (year on year/YoY) menjadi Rp 100 miliar.
Direktur Utama BCA Syariah, Yuli Melati Suryaningrum, mengungkapkan, kinerja semester I 2025 menunjukkan pertumbuhan yang sehat dan berkelanjutan, didorong oleh penyaluran pembiayaan yang berkualitas, serta pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang bagus.
“Di tengah dinamika perekonomian nasional dan usaha, BCA Syariah berkomitmen untuk terus menghadirkan layanan keuangan syariah yang relevan dengan kebutuhan, mudah diakses dan sesuai prinsip syariah,” ujar Yuli Melati dalam paparan kinerja perseroan di Jakarta, pada Rabu, 6 Agustus 2025.
Selama semester I 2025, lanjutnya, penyaluran pembiayaan BCA Syariah menunjukkan pertumbuhan. Secara keseluruhan, pos pembiayaan meningkat 18,2 persen secara YoY menjadi Rp 11,3 triliun. Komposisinya, pembiayaan komersial mendominasi dengan porsi 76,7 persen dari total pembiayaan, atau sebesar Rp 8,6 triliun, dengan pertumbuhan sebesar 13,2 persen YoY. Segmen konsumer, katanya, mencatatkan pertumbuhan pembiayaan tertinggi, yakni sebesar 56,1 persen YoY, mencapai Rp 1,7 triliun. Pertumbuhan tertinggi di segmen konsumer ditunjukkan oleh pembiayaan emas, yang tumbuh 231,2 persen YoY dengan nilai mencapai Rp 300 miliar.
Masih terkait kinerja yang terus menunjukkan tren positif dan solid, Direktur BCA Syariah, Pranata, menambahkan, penyaluran pembiayaan yang efektif dan dijalankan dengan prinsip kehati-hatian tecermin pada NPF (Non-Performing Financing) gross yang terjaga pada angka 1,75 persen.

Sumber: Laporan keuangan BCA Syariah, 2024.

Di sisi lain, kepercayaan nasabah untuk menempatkan dana di BCA Syariah tecermin pada pertumbuhan DPK sebesar 24,2 persen YoY menjadi Rp14,0 triliun. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan itu adalah akselerasi digital pada pengembangan fitur BSya untuk kemudahan dan kenyamanan transaksi nasabah. Inovasi pada BSya juga turut mendorong komposisi dana murah (CASA) yang berada di posisi 40,8 persen dari total DPK.
Sebagai salah satu pemain besar perbankan syariah di Indonesia, boleh jadi peran BCA Syariah baru bisa mengambil sebagian kecil dari ceruk pasar perbankan secara nasional. Hegemoni bank konvensional hingga kini belum bisa “digergaji” untuk memperbesar market share bank syariah secara nasional. Karena itu, berbagai terobosan konkret perlu terus dilakukan oleh manajemen Bank Syariah yang merupakan anak usaha BCA di bawah pengelolaan PT Bank BCA Syariah. Kinerja positif dan solid yang dicapai dalam beberapa tahun terakhir belumlah jadi modal yang cukup untuk berpuas diri, karena tantangan dan peluang akan terus berkembang, seiring dengan kemajuan zaman beserta kompleksitasnya.
Konsistensi manajemen dalam menjaga tren positif –lewat berbagai program—yang seksi bagi calon nasabah atau mitra kerja sama, perlu terus dipertahankan dan ditingkatkan. Bak gadis yang molek dan menawan, BCA Syariah perlu terus berias dan memoles diri untuk bisa memikat calon nasabah yang siap meminangnya. Pada gilirannya BCA Syariah mampu menunjukkan perannya lebih maksimal dan mampu membalik keadaan, bahwa bank syariah secara umum tidak lagi “tertindas” dan diposisikan sekadar pelengkap bisnis oleh bank konvensional. Dan, sebagai salah satu pilar lembaga keuangan syariah, BCA Syariah punya peluang besar untuk memperkokoh dan berdiri tegak, tidak saja untuk dirinya sendiri, tetapi juga bagi perbankan syariah secara nasional. {*}

*) SUHARTOKO, Jurnalis RadarJatim.id, tinggal di Gresik, Jawa Timur.

 
Tags: BCA SyariahMemoles DiriPikat NasabahSi Cantik nan Molek

Related Posts

No Content Available
Load More
Next Post
Bupati Sidoarjo, Masyarakat Berduka Untuk Santri Korban Tragedi Al Khoziny

Bupati Sidoarjo, Masyarakat Berduka Untuk Santri Korban Tragedi Al Khoziny

Radar Jatim Video Update

Berita Populer

  • Tangis Haru Mewarnai Suasana Penjemputan Siswa SMA Negeri 1 Wonoayu

    Tangis Haru Mewarnai Suasana Penjemputan Siswa SMA Negeri 1 Wonoayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Soft Launching KM Dharma Kencana V, Fasilitas Mewah Berkapasitas 1.400 Penumpang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ribuan Warga Doakan Keluarga Besar SMK Antartika 2 Sidoarjo

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Analisis Semantik Puisi ‘Aku Ingin’ Karya Sapardi Djoko Damono

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sehari Pasca-Kunjungan Jokowi, KEK JIIPE Manyar Didemo Ratusan Massa Sekber Gresik, Protes Rendahnya Serapan Tenaga Kerja Lokal

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Radar Jatim adalah media online Jatim yang memberikan informasi peristiwa dan berita Jawa Timur dan Surabaya terkini dan terbaru.

Kategori

  • Artikel dan Opini
  • Ekonomi Bisnis
  • Ekosistem Lingkungan
  • Esai/Kolom
  • Feature
  • Finance
  • HAM
  • Hukum dan Kriminal
  • Infrastruktur
  • Kamtibmas
  • Kemenkumham
  • Kesehatan
  • Komunitas
  • Kuliner
  • Lain-lain
  • Layanan Publik
  • Lifestyle
  • Literasi
  • Nasional
  • Olah Raga
  • Ormas
  • Otomotif
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Peristiwa
  • Pertanian
  • pinggiran
  • Politik
  • Religi
  • Sastra/Budaya
  • Sosial
  • Tekno
  • TNI
  • TNI-Polri
  • video
  • Wisata

Kami Juga Hadir Disini

© 2020 radarjatim.id
Susunan Redaksi ∣ Pedoman Media Siber ∣ Karir

No Result
View All Result
  • Home
  • Politik
  • Hukum dan Kriminal
  • Nasional
  • Lifestyle
  • Tekno
  • Ekonomi Bisnis
  • Artikel dan Opini

© 2020radarjatim.id

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In