SURABAYA (RadarJatim.id) – Setiap individu memiliki tiga lingkaran psikologis. Lingkaran pertama adalah lingkaran terdalam yang tidak seorangpun dapat memasuki, di sini tersimpan segala rahasia pribadi. Lingkaran kedua adalah lingkaran yang hanya dapat dimasuki oleh sahabat terdekat dan orang terpercaya. Hanya kepada beberapa gelintir orang saja, individu tersebut mau curhat dan berbagi rahasia. Sedang lingkaran ketiga adalah lingkaran yang terbuka bagi semua orang untuk memasukinya.
Lalu pertanyaannya: Bagaimana seorang guru dapat memasuki lingkaran psikologis kedua siswa, agar dapat lebih dekat dengan siswa sehingga pendidikan bisa lebih efektif?
Pertanyaan tersebut dilontarkan oleh peserta Diskusi Panel V pada ajang School Innovator Summit 2025, di SAIM, Sabtu (8/2) siang. Drs. Asep Haerul Gani, M. Ag. yang menjadi narasumber memberi jawaban yang menarik. “Pendekatan terbaik untuk memasuki lingkaran kedua siswa adalah melalui metode pacing, yaitu menyelaraskan diri dengan siswa,” kata psikolog dan trainer SDM yang akrab disapa Kang Asep itu.
Dijelaskan, pacing dapat dilakukan dalam tiga aspek utama. Fisiologi – menyesuaikan gerakan tubuh, ekspresi wajah, dan postur dengan siswa. Emosi – menyelaraskan perasaan dan ekspresi emosi dengan siswa. Pikiran – menyesuaikan pola pikir dengan cara berpikir siswa.
Semakin banyak guru menyelaraskan diri dengan siswa, semakin mudah bagi mereka untuk memahami dan membangun hubungan yang kuat. Guru dapat masuk melalui pintu masuk yang disediakan oleh siswa, seperti kaligrafi, bola, atau kertas. Objek-objek ini adalah representasi dari pikiran siswa dan dapat menjadi jembatan komunikasi.
Kang Asep yang berasal dari Tasimalaya itu menegaskan, selama kita inovatif, tidak ada kata tidak bisa. Pacing yang dilakukan secara konsisten akan menciptakan rasa kesamaan antara guru dan siswa. Hal ini akan membangun liking (rasa suka), trust (kepercayaan), hingga akhirnya guru bisa leading (memimpin) siswa dalam pembelajaran dan pengembangan diri mereka.
Dengan demikian, guru tidak hanya menjadi pendidik, tetapi juga fasilitator yang mampu membimbing siswa dengan pendekatan yang lebih inklusif dan efektif. Dengan pemahaman ini, diharapkan para guru semakin mampu menciptakan lingkungan belajar yang harmonis dan berorientasi pada kebutuhan psikologis siswa. (rio)







