KEDIRI (RadarJatim.id) — Ratusan warga Desa Satak, Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri, Jawa Timur menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Perhutani Kediri, Senin (18/11/2024). Mereka menuntut pencopotan terhadap Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), Eko Cahyono, yang dituding menyalahgunakan wewenang terkait pengelolaan lahan garapan.
Aksi ini berlangsung panas. Warga sempat memblokade jalan dan membakar ban bekas di depan kantor Perhutani di Jalan Hasanudin, Kota Kediri. Ketegangan sempat terjadi saat petugas berusaha memadamkan api yang dinyalakan oleh massa. Bahkan, ada juga teriakan yang menyebut ‘Prabowo’ (Presiden Prabowo Subianto, Red) yang terdengar dari massa aksi saat melakukan orasi.
Warga juga membawa poster-poster tuntutan, termasuk foto Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, untuk meminta perhatian pemerintah pusat dalam mengusut dugaan mafia tanah di Desa Satak. Perwakilan warga akhirnya diizinkan masuk untuk menyampaikan aspirasi mereka kepada pihak manajemen Perhutani.
Koordinator aksi, Nurul Budianto, menuduh Eko Cahyono melakukan pungutan liar kepada warga dengan janji akan memberikan lahan garapan. Namun, kenyataannya, lahan tersebut tidak pernah diberikan kepada warga.
“Hasil dari mediasi tadi, kami sepakat langsung melakukan musyawarah besar di Balai Desa Satak. Ketua LMDH, Eko Cahyono, langsung kami turunkan karena telah memungut uang dari warga tanpa memberikan tanah garapan yang dijanjikan. Bahkan, lahan tersebut justru disewakan kepada Kepala Desa Satak,” ungkap Nurul lantang.
Hermawan, Wakil Administratur Perhutani Kediri, menyatakan, bahwa penggarapan lahan di wilayah tersebut akan dihentikan sementara, hingga ada kesepakatan antara warga dan LMDH.
“Karena masih ada sengketa terkait lahan garapan, kami memutuskan untuk menghentikan aktivitas penggarapan sementara. Namun, terkait tuntutan pencopotan Ketua LMDH, itu bukan wewenang kami. LMDH tentu memiliki AD/ART sendiri, sehingga pencopotan hanya dapat dilakukan oleh anggota LMDH,” jelas Hermawan.
Lahan Perhutani yang dikelola oleh LMDH seluas 212 hektare menjadi sumber konflik karena pembagiannya dianggap tidak adil oleh warga. Warga berharap, masalah ini segera diselesaikan dengan kebijakan yang transparan dan adil.
Setelah mediasi dengan pihak Perhutani, warga berencana melanjutkan musyawarah di tingkat desa untuk memastikan kepentingan mereka terakomodasi. Situasi di lokasi unjuk rasa berangsur kondusif setelah massa membubarkan diri. (rul)







