KEDIRI (RadarJatim.id) — Dhoho Night Carnival (DNC) 2025 kembali menjelma menjadi panggung akbar kreativitas Kota Kediri pada Sabtu (16/11/2025) malam. Ribuan penonton memadati rute utama kota sejak sore, menantikan parade bertema “Glow Green” yang digadang-gadang melahirkan perayaan seni, identitas lokal, dan komitmen lingkungan.
Namun di balik gemerlap cahaya dan kostum spektakuler, gelaran ini juga memunculkan catatan kritis yang tak bisa diabaikan. Parade dibuka dengan Drone Light Show dan pesta kembang api yang langsung mengundang decak kagum. Kostum bercahaya berbahan daur ulang memperkuat karakter visual acara, menjadikan jalur dari alun-alun hingga balai kota sebagai koridor atraksi yang intens dan penuh energi kreatif.
Wali Kota Kediri, Vinanda Prameswati, ikut hadir menyusuri jalur parade bersama jajaran Forkopimda. Sambutan warga pun mengalir hangat, dengan banyak yang mengangkat ponsel untuk mengabadikan momen spesial ini.
Dalam keterangannya, Vinanda menegaskan, bahwa transformasi dari Kediri Nite Carnival ke Dhoho Night Carnival merupakan langkah strategis memperkuat identitas kota.
“DNC adalah komitmen kita untuk menghadirkan event kelas kota wisata. Dhoho adalah jantung Kediri, dan dengan nama ini kita ingin memastikan setiap orang yang mendengar lalu mengetahui, bahwa ini adalah festival khas kota Kediri,” ujarnya.
Tahun ini panitia melakukan kurasi ketat. Hanya 40 kontingen terpilih yang tampil, termasuk dari luar kota, mulai Madiun hingga Jembrana, Bali. Sebuah peningkatan yang menunjukkan, bahwa DNC semakin dikenal sebagai panggung yang bergengsi.

Filosofi Dewi Kilisuci menjadi inspirasi utama, membawa pesan kemurnian hati dan keseimbangan alam yang diramu dalam semangat “Glow Green“. Daya tarik DNC rupanya tidak hanya menggugah warga lokal. Kehadiran wisatawan mancanegara, termasuk turis asal Australia yang mengenakan kostum ungu khas kota Kediri, menunjukkan, bahwa festival ini mulai menapaki panggung internasional.
Meski demikian, kemeriahan tersebut tidak sepenuhnya tanpa cela. Di sejumlah titik, kendaraan operasional seperti ambulans dan mobil teknis terlihat mengeluarkan asap selama parade berlangsung. Kehadirannya memang tidak dapat dihindari, karena terkait keamanan. Tetapi, asap yang mengepul itu cukup mengganggu visual sekaligus menciptakan ironi terhadap tema ramah lingkungan yang diusung secara besar-besaran.
Inkonsistensi ini menjadi sorotan tersendiri. Bagaimana sebuah parade bertema keberlanjutan masih diiringi kendaraan berbahan bakar fosil yang tak ramah lingkungan? Pertanyaan itu bergaung di tengah publik yang semakin kritis terhadap implementasi konsep hijau dalam event besar.
Ke depan, penyelenggaraan DNC dituntut tidak sekadar memoles estetika, tetapi juga menyempurnakan praktik di lapangan. Penggunaan kendaraan operasional rendah emisi, atau minimal pengaturan ulang posisinya agar tidak mengganggu jalur visual, menjadi langkah yang layak dipertimbangkan jika kota Kediri ingin menjaga kredibilitas narasi “Glow Green“.
Terlepas dari kekurangan tersebut, DNC 2025 tetap mencatatkan diri sebagai salah satu hajatan terbesar Kota Kediri yang terus berkembang. Dengan semakin kuatnya partisipasi warga, peningkatan kualitas kontingen, dan tumbuhnya atensi wisatawan asing, festival ini menunjukkan potensi besar menjadi ikon budaya yang tidak hanya indah dipandang, tetapi juga konsisten dalam nilai yang diusungnya. (rul)







