Di ketinggian ±1.200 mdpl (meter di atas permukaan laut) lereng Gunung Welirang, sekelompok pemuda disambut dengan udara sejuk yang menenangkan dan aroma khas tanah basah. Di sinilah, pada Rabu (19/1/2025) para mahasiswa Universitas Airlangga peserta Belajar Bersama Komunitas (BBK) ke-5 memulai petualangan mereka.
Tujuan kali ini bukan sekadar perjalanan biasa, melainkan pengalaman belajar langsung di Kebun Kopi Bontugu, rumah bagi kopi Arabika berkualitas tinggi yang tumbuh subur. Perjalanan menuju kebun adalah cerita tersendiri. Jalan terjal dan medan ekstrem menjadi ujian awal yang mengasyikkan.
Meski melelahkan, senyum antusias para mahasiswa ini tidak luntur, terlebih saat pandangan mereka disambut hamparan pohon kopi yang hijau dan rapi. Di bawah naungan Paguyuban Petani Kopi Bontugu, mereka diajak memahami rahasia di balik secangkir kopi yang menggugah selera.
Kegiatan dimulai dengan menanam bibit kopi Yellow Caturra, varietas Arabika premium yang tidak hanya memikat aroma, tetapi juga menawarkan cita rasa yang khas. Didampingi Pak Wahyu Sanyoto, Wakil Ketua Paguyuban Petani Kopi Bontugu, para mahasiswa ini belajar, bahwa menanam kopi bukan hanya soal menaruh bibit di tanah, tapi memahami setiap detail, mulai dari memilih lokasi yang tepat hingga teknik menanam yang sesuai standar agronomi.
“Kunci pohon kopi yang sehat ada di batang produksinya yang rapi dan daunnya yang mengkilap,” ungkap Pak Wahyu sembari memeragakan teknik pemangkasan batang air.
Para mahasiswa pun ikut terjun langsung, memegang cangkul, menggali tanah, dan mencicipi pengalaman menjadi petani kopi sehari. Tidak berhenti di situ, mereka juga diperkenalkan pada proses perawatan pohon kopi yang sedang aktif berproduksi. Aktivitas seperti membersihkan lahan, memangkas cabang yang tidak produktif, dan memetik buah cacat, menjadi rutinitas. Sepertinya ini terlihat sederhana, namun sangat krusial untuk menjaga kualitas hasil panen.

Kopi Lokal yang Mendunia
Paguyuban Petani Kopi Bontugu, yang menaungi 40 petani di Desa Ketapanrame, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojoterto, Jawa Timur, ternyata bukan pemain biasa. Dengan total lahan lebih dari 100 hektare, kopi mereka sudah bersaing di pasar nasional. Bahkan, Kopi Bontugu pernah menyabet penghargaan di Festival Kopi se-Jawa Timur.
“Ini adalah hasil kerja keras petani yang nggak kenal lelah dan terus berinovasi,” kata Pak Wahyu dengan bangga.
Salah satu inovasi kebanggaan mereka adalah pemanfaatan limbah kopi. Kulit kopi diolah jadi teh cascara dan tepung. Batangnya jadi kayu bakar, sementara biji kopinya diolah jadi parfum dan lulur. Hasilnya? Selain menghasilkan produk bernilai tinggi, mereka juga berhasil menjaga keberlanjutan lingkungan.
Teh Daun Kopi, Inovasi Anak Muda
Namun, ada satu bagian dari tanaman kopi yang masih jarang disentuh, yakni daunnya. Melihat peluang ini, mahasiswa Universitas Airlangga tidak tinggal diam. Dengan semangat berinovasi, mereka mencoba mengolah daun kopi menjadi teh, yang dikenal dengan nama Kawa Daun. Tidak hanya unik, teh ini juga kaya manfaat. Flavonoid, polifenol, dan kafein di dalamnya dipercaya bisa menangkal radikal bebas, mengurangi risiko penyakit karsinogenik, hingga menjadi agen antiinflamasi.
Prosesnya pun menarik. Daun kopi melalui tahap pengeringan yang teliti untuk menghilangkan rasa pahit alami tanpa mengurangi kandungan nutrisinya. Hasilnya? Teh daun kopi tidak hanya enak diminum, tetapi juga punya nilai kesehatan tinggi.

Harmoni Tradisi dan Inovasi
Kegiatan ini bukan sekadar belajar menanam atau membuat inovasi. Lebih dari itu, ini adalah perjalanan memahami bagaimana tradisi lokal bisa dikembangkan dengan sentuhan teknologi dan ide-ide segar. Kolaborasi mahasiswa dan petani di Kebun Kopi Bontugu adalah bukti nyata, bahwa anak muda bisa berperan besar dalam mengangkat potensi lokal ke tingkat yang lebih tinggi.
Di sesi akhir, mahasiswa meninggalkan Kebun Kopi Bontugu dengan tangan yang berlepotan dan bau tanah, kepala yang dipenuhi ilmu, dan hati yang dipenuhi rasa kagum. Di lereng Gunung Welirang, mereka tidak hanya belajar tentang kopi, tetapi juga tentang semangat, kerja keras, dan harmoni antara manusia dan alam.
Jadi, siapa sangka sebuah perjalanan singkat bisa meninggalkan kesan yang begitu mendalam? Bagi mereka, aroma kopi kini bukan sekadar minuman, tetapi juga simbol perjuangan dan harapan untuk masa depan. {*}
Penulis: Tim BBK 5 UNAIR Desa Ketapanrame.







