SURABAYA (RadarJatim.id) – Komisi A DPRD Kota Surabaya menindaklanjuti pengaduan warga masyarakat Kelurahan Pakis Kecamatan Sawahan Surabaya, terkait pengurusan sertifikat tanah yang tak bisa disertifikatkan, Ruang komisi, DPRD Surabaya, Senin (09/11/2020).
Hadir pula pihak BPN Kota Surabaya, Kabag Hukum Pemkot Surabaya, Kecamatan, Kelurahan dan warga setempat untuk meluruskan soal status kepemilikan tanah yang tidak bisa disertifikatkan.
Nanang Hendratno salah satu perwakilan warga kelurahan Pakis Surabaya, menjelaskan, mulanya tanah warga sesuai versi BPN merupakan milik PT. Pertamina.
Namun, kenyataannya pihak PT Pertamina tidak merasa mengklaim tanah miliknya, sehingga dikembalikan kembali lagi ke BPN. Namun, warga menilai BPN mbulet sampai-sampai soal pelurusan kepemilikan tanah ini berlarut hingga sepuluh tahun.
“Tanah saya ini menurut versi BPN katanya milik PT Pertamina. Kita mau mengurus sertifikat selama 10 tahun belum bisa sampai sekarang BPN bulet,” kata Nanang yang mantan ketua RW 3 kelurahan Pakis Surabaya tahun 2003.
Dia menceritakan, sebenarnya PT Pertamina hanya menanyakan bahwa ada temukan tanah Eigendom 1778 oleh BPK yang di dalamnya ada aset milik PT Pertamina dan hal ini dipertanyakan oleh warga yang sudah terlanjur mengurus sertifikat.
“Apakah itu benar dan sudah ditelusuri? Mengapa tiba-tiba berkas kami yang mau menjadi sertifikat dihentikan sejak tahun 2010 sampai sekarang,” terang Nanang.
Nanang menambahkan, ada 85 warga yang berada di atas tanah seluas 400 meter persegi sebagian besar sudah bersertifikat, tetapi menurut versi BPN di tahun 2010 ada 110 hektar tanah milik warga.
“Sedangkan kalau menurut versi BPN yang sekarang saat ini 210 hektar milik pertamina,” urainya.
Section head Communication PT Pertamina Regional Jawa Timur Ahad Rahedi mengatakan, pihaknya berjanji akan segera mendindaklanjuti temuan ini. Hal ini juga sesuai dengan arahan dari pimpinan komisi dewan A untuk mencari solusi kelanjutannya seperti apa.
“Sesuai arahan itu kami akan interaktif dengan pihak BPN serta Lurah dan Camat terkait percepatan sengketa (Tanah) ini sesuai kebutuhan hasil hearing ini,” ujar Ahad Rahedi usai hearing.
Kasi Penanganan Sengketa Dan Pengedalian Kantor Pertanahan 1 Kota Surabaya 1 Agus Hariyanto mengatakan, intinya warga mengajukan sertifikat sebanyak 85 orang atau bidang sudah diproses. Hanya belum semua diterbitkan surat keputusan.
Bahkan dari 85 itu sudah diukur semuanya, sedangkan yang 22 sudah terbit surat keputusan pemberian haknya.
Tetapi, kata ia, ketika ada semacam klaim bahwa itu aset milik PT Pertamina, maka pihaknya menghentikan sementara prosesnya dan sambil menunggu kejelasan apakah itu aset atau tidak.
“Kita menghentikan sementara prosesnya sambil menunggu kejelasan apakah itu aset atau tidak,” kata Agus.
“kalau memang itu aset PT Pertamina tentunya pihaknya kemballi menegaskan akan menghentikan sementara proses pengajuan warga. Kalau PT Pertamina tidak bisa menunjukan, seharusnya bisa memberikan kejelasan juga ke warga,” imbuh Agus.
Sementara itu, Ketua Komisi A Pertiwi Ayu Krishna mengatakan, pihaknya menyayangkan sebuah institusi BUMN (Badan Usaha Milik Negara) mengklaim mempunyai tanah sekitar 220 hektar. Artinya, dia mengindikasi ada tanah aset pemkot diklaim juga.
“Notabennya kalau di sana ada 220 hektar, berarti ada tanah tanah pemkot yang diakui oleh PT Pertamina,” ujar Pertiwi Ayu Krishna Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya. Senin (09/11/2020).
Padahal, imbuh dia, ada 85 warga Pakis yang sedang proses mengajukan sertifikat ke BPN, tetapi ternyata tidak bisa karena sudah diklaim oleh pihak BUMN (PT Pertamina).
“Dalam hearing tadi, pihak Pertamina sendiri tidak bisa menunjukan peta bidangnya,” terang Pertiwi Ayu Krishna akrab dipanggil Ayu.
Sesuai penjelasan pihak Pertamina, lanjut Ayu, peta bidangnya ada di BPN, namun tinggal konstruksi penempatannya ada dimana, dan kalau memang 220 hektar termasuk kantor kecamatan sawahan, Hotel Shangrilla dan lainya berarti milik pertamina.
“Apakah mungkin tanah seluas itu miliknya sedangkan pertamina sedang tidak bisa menunjukan suratnya,” terang Ayu.
Jika memang bisa menunjukan surat, lanjut Penasehat Fraksi Golkar ini, kenapa tidak langsung dipatok tanah yang di sana.
“Kalau memang BPN dapat surat dari Pertamina, kenapa dia tidak segara langsung memancang patoknya,” katanya.
PT Pertamina, menurut ia, sangat hebat sekali sampai punya tanah di tengah kota dan ini perlu dipertanyakan bagaimana posisi kebenarannya, padahal sebanyak 22 warga sudah rutin membayar HGB.
“Mereka (Warga) ini kasihan juga, karena warga sudah rutin membayar HGB dan ini sudah menjadi kewajiban mereka,” pungkasnya. (Phaksy/Red)







