JAKARTA (RadarJatim.id) — Pascaputusan Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Timur (Jatim) nomor 576/PDT/2022/PT.SBY, tertanggal 24 Oktober 2022 atas pembatalan putusan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya nomor 1198/Pdt.G/2021/PN Sby, tertanggal 30 Juni 2022, advokat Dwi Heri Mustika, SH datang dan mengawal kasus “bank thithil” di Surabaya itu ke Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia (RI), Jl. Jenderal Ahmad Yani 58 Jakarta Pusat, Jumat (30/12/2022).
Hasilnya, berkas perkara nomor 1198/Pdt.G/2021/PN Sby, tertanggal 30 Juni 2022 jo 576/PDT/2022/PT.SBY, tertanggal 24 Oktober 2022 belum masuk ke MA.
“Saya sudah tanya langsung ke bagian informasi MA, dan petugas MA mengatakan kepada saya, bahwa berkas perkara belum diterima MA. Dan, saya diminta menghubungi atau datang ke PN Surabaya untuk minta nomor surat pengantar,” kata Dwi Heri Mustika, SH.
Menurut Dwi Heri, perkara ini sebelumnya pernah dinyatakan tidak diterima oleh Majelis Hakim PN Surabaya dengan nomor perkara 372/Pdt.G/2021/PN.Sby, tertanggal 01 November 2021. Kemudian, gugatan dimohonkan kembali oleh penggugat IAP, warga Karang Pilang, Surabaya, Jatim, kemudian ada putusan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya nomor 1198/Pdt.G/2021/PN Sby, tertanggal 30 Juni 2022.
“Menurut kami ini aneh, karenanya demi kepentingan klien kami atas nama Tina Sundartina (55), warga Karang Klumprik Selatan, Kelurahan Balas Klumprik, Kecamatan Wiyung, Surabaya untuk mendapatkan rasa keadilan. Kami mengawal kasasi ini dengan datang langsung ke MA,” ungkap Dwi Heri.
Diharapkan, putusan Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi dari pemohon yang semula terbanding dan penggugat di PN Surabaya, berinisial IAP, warga Karang Pilang, Surabaya, Jatim. Alasannya, putusan PN Surabaya cukup tidak masuk akal.
Pertama, perkara ini pernah ditolak PN Surabaya lalu kedua, tiba-tiba PN Surabaya memutuskan perkara ini dengan nomor 1198/Pdt.G/2021/PN Sby, tertanggal 30 Juni 2022 yang dipaniterai pengganti Siswanto. Dalam putusan tersebut, kliennya sebagai termohon kasasi yang semula pemohon banding dan tergugat di PN Surabaya diwajibkan membayar ke “bank thithil” sebesar Rp 112.950.000.
“Bank thithil‘ inilah yang menurut kami tidak masuk akal. Pertanyaannya, ‘bank thithil‘ itu apa dan kantornya di mana?” katanya heran.
Dwi Heri yang juga Ketua Umum (Ketum) Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Cakra Tirta Mustika (Cakram) itu menjelaskan, pihaknya tak berniat atau bermaksud mengintervensi perkara yang nanti akan menjadi keputusan Majelis Hakim MA RI.
“Patut diketahui, sebelumnya perkara ini pernah dinyatakan tidak diterima oleh Majelis hakim PN Surabaya dengan nomer perkara 372/Pdt.G/2021/PN.Sby, tertanggal 01 November 2021. Kemudian, gugatan dimohonkan kembali dan munculah putusan perkara nomor 1198/Pdt.G/2021/PN Sby, tertanggal 30 Juni 2022. Kami hanya berharap MA RI objektif dalam memutuskan perkara ini. Karena putusan ‘bank thithil‘ di PN Surabaya ini bagi kami adalah putusan yang menyesatkan dan tidak berdasar,” tandasnya.
Dan, lanjut pengurus pusat Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) ini, jika permohonan kasasi bank thithil ini dikabulkan MA sehingga menjadi yurisprudensi, maka ke depan “bank thithil” dianggap legal di seluruh Indonesia.
Patut diketahui, di dalam putusan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Timur (Jatim) nomor 576/PDT/2022/PT.SBY, tertanggal 24 Oktober 2022, terbanding yang semula penggugat di PN Surabaya harus membayar kerugian material sebesar Rp 31.231.000 untuk dibayar seketika.
“Di dalam putusan PT Jatim dinyatakan, bahwa terbanding yang semula penggugat di PN Surabaya telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH),” pungkas Dwi. (rj2)







