SIDOARJO (RadarJatim.id) – Sudah lebih dari satu minggu, mantan Bupati Sidoarjo, H. Saiful Ilah kembali ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap gratifikasi Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo belum menampakan perkembangan yang signifikan.
Seperti diketahui bahwa kasus yang menjerat Saiful Ilah ini merupakan pengembangan dari kasus suap dilingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Sidoarjo tahun 2020 lalu.
Saat itu ia dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Tipikor (PT) Surabaya dengan dijatuhi hukuman penjara selama 3 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan bulan penjara serta uang pengganti Rp 250 juta.
Namun setelah proses banding dan kasasi, hukumannya dikurangi menjadi 2 tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Ia pun bebas pada 7 Januari 2022 lalu, namun pada Selasa 7 Maret 2023, Saiful Ilah kembali ditahan oleh KPK.
Nanang Haromain, pengamat politik dan kebijakan publik Sidoarjo mengatakan bahwa KPK seharusnya sudah menuntaskan kasus itu sejak awal perkara itu bergulir, Kamis (16/03/2023).
Ia menilai bahwa penetapan yang dilakukan penyidik KPK saat ini kurang tepat, apalagi sampai saat ini pihak-pihak yang disinyalir terlibat dalam pusaran kasus gratifikasi belum ada indikasi ikut ditahan.
“Sehingga wajar kalau ditengah-tengah masyarakat muncul dugaan kasus hukum ini bernuansa politik,” katanya.
Menurut Nanang Haromain bahwa berdasarkan analisa salah satu praktisi hukum Sidoarjo, pihak-pihak yang disinyalir terlibat dalam pusaran kasus gratifikasi Saiful Ilah terancam pidana dengan hukuman maksimal 5 tahun penjara.
Para pemberi hadiah bisa saja dikenai Pasal 5 jo Pasal 12 huruf a dan huruf b UU No. 20 Th 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
“Disitu sudah jelas aturannya, baik pemberi maupun penerima gratifikasi diancam dengan hukuman pidana paling sedikit 1 tahun dan maksimal 5 tahun penjara plus denda paling sedikit Rp 50 juta atau paling banyak Rp 250 juta,” terangnya.
Lebih jauh menurut Nanang Haromain bahwa Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilhan Kepala Daerah (Pilkada) sudah tinggal hitungan bulan saja, sehingga memungkinkan memunculkan dugaan bahwa banyak hal bisa terjadi ditahun-tahun politik seperti saat ini.
“Jangan lupa, dulu ketika kasus hukum pertama yang menjerat Saiful Ilah juga terjadi menjelang Pilkada Sidoarjo 2020,” ucapnya.
Mantan Komisioner Komisi Pemilhan Umum (KPU) Sidoarjo itu mengungkapkan bahwa saat ini masyarakat sedang mengamati praktik penegakan hukum di tanah air. Ditengah era keterbukaan dan transparansi, cerita-cerita dibelakang layar seperti itu telah menjadi rahasia umum.
“Oleh karena itu, mari kita memberikan dorongan kepada KPK dan mendukung kelanjutan proses hukum ini dengan melakukan penyidikan dan penindakan berdasarkan bukti dan fakta hukum yang akurat,” ungkapnya.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi masih berlangsung secara professional dan tidak tebang pilih. “Dari kasus ini juga menjadi pelajaran bagi kita semua,” tambahnya.
Untuk itu, ia mengimbau kepada seluruh pejabat negara, baik yang berada di pusat ataupun daerah untuk tidak bermain-main dengan anggaran atau menerima suap dari berbagai pihak.
“Karena KPK pasti tidak akan tinggal diam dan akan terus agresif dalam upaya pemberantasan korupsi,” pungkasnya. (mams)







