JAKARTA (RadarJatim.id) — Banyaknya kenyataan yang berbeda terkait informasi yang disampaikan sejumlah menteri kabinet, membuat Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti prihatin. Ia mengingatkan, rakyat dan bangsa ini seperti terkena PHP alias harapan palsu.
Salah satu contoh adalah program JETP (Just Energy Transition Partnership) yang dibanggakan sebagai hasil gemilang pertemuan G20 di Bali. Ternyata faktanya makin redup dan berbeda kenyataan dengan informasi yang disampaikan saat itu.
“Saat itu dikatakan Indonesia berhasil memperoleh pembiayaan 20 miliar US Dolar untuk percepatan program transisi energi hijau. Disampaikan ketika itu, 10 miliar USD bantuan hibah, dan 10 miliar USD sisanya pinjaman lunak. Kita sudah senang saat mendengar itu,” ujar LaNyalla di Jakarta, Jumat (21/7/2023).
Tetapi faktanya, lanjut LaNyalla, 20 miliar USD itu ternyata semua pinjaman. Yang 10 USD pinjaman keras dengan bunga komersial dari sindikasi perbankan dunia. Sedangkan 10 USD sisanya pinjaman lunak dari negara G7 plus. Itu pun tetap dengan bunga meskipun lebih rendah dari bunga komersial dan dengan tenor (masa angsuran) yang lebih panjang.
“Yang murni bantuan hibah hanya 160 juta USD, atau hanya 0,8 persen dari total pinjaman 20 miliar USD. Itu pun peruntukannya untuk studi kelayakan investasi. Sehingga bank-bank dan negara pemberi pinjaman yakin, bahwa pinjamannya akan terbayar,” urai LaNyalla.
Karena itu, LaNyalla meminta para menteri lebih memperhatikan akurasi materi yang disampaikan ke publik. Ia minta agar jangan memberikan harapan palsu ke rakyat dan bangsa ini. Pasalnya, rakyat di bawah masih sangat susah hidupnya.
Ia juga meminta pemerintah serius memikirkan hambatan logistik yang memberikan sumbangan lemahnya peringkat Logistic Performance Index Indonesia. Demikian terkait buruknya angka ICOR (Incremental Capital Output Ratio). Akibatnya, Indonesia menjadi negara yang tidak kompetitif dari segi cost investment.
“Jangan terus-menerus menebar madu di hidung, atau ibarat memberikan angin surga. Tetapi, kenyataan di lapangan berbeda. Ini penting menjadi perhatian bagi para menteri, agar Presiden Jokowi juga mendapat informasi yang valid,” pungkas LaNyalla. (nto/rj2)







