SIDOARJO (RadarJatim.id) – Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) pada 14 Februari 2024 nanti, aroma politik dalam pusaran dana Bantuan Keuangan (BK) Desa semakin menyeruak dan menusuk hidung masyarakat Kabupaten Sidoarjo.
Abdul Basith, Direktur Studi Advokasi, Kebijakan, dan Anggaran (SAKA) Indonesia mengatakan fakta-fakta itu semakin terkuak ke publik ketika Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sidoarjo H. Usman, M.Kes tidak membantah kalau ada oknum anggotanya yang memberikan syarat-syarat khusus dalam pemberian dana BK.
”Ketua DPRD (Sidoarjo, red) mengatakan pernah mendapatkan beberapa kali laporan dari Kepala Desa (Kades), ada oknum seperti itu,” kata Basith, Minggu (05/11/2023).
Sebagian anggota DPRD Sidoarjo memberikan syarat-syarat khusus apabila Pemerintah Desa (Pemdes) ingin mendapatkan dana BK, misalnya harus ada fee sekian persen dari nilai dana BK yang diberikan, kontraktor dan konsultannya ditunjuk atau diarahkan oleh oknum anggota dewan tersebut. Hingga bergaining politik untuk pemenangan oknum anggota dewan yang maju lagi pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 nanti.
Selain pernyataan Ketua DPRD Sidoarjo, SAKA Indonesia juga menemukan sendiri bukti-bukti dilapangan. Ada desa di Kecamatan Waru yang diberi kucuran dana BK oleh salah seorang oknum anggota DPRD Sidoarjo, berupa pembangunan fisik.
”Tapi, ada syaratnya. Yang menggarap proyek fisik itu anggota dewan sendiri,” katanya.
Hal itu semakin membuktikan bahwa ada oknum anggota DPRD Sidoarjo yang mengambil keuntungan dari pencairan dana BK Desa.
Diungkapkan oleh Basith bahwa dana BK Desa merupakan langkah strategis untuk mengurangi disparitas pembangunan antara desa dan perkotaan. Dana BK Desa bisa menjadi salah satu indikator kunci keberhasilan upaya pemerataan pembangunan.
Tentu, keinginan berkembangnya masyarakat desa berbeda-beda. Hal itu harus diakomodasi oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo, termasuk wakil-wakil rakyat yang duduk di DPRD Sidoarjo.
Dana BK Desa diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Sidoarjo Nomor 6 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. ”Masalahnya pelaksanaan BK ini sudah jauh melenceng dari tujuannya. Hanya dijadikan alat politik oknum anggota DPRD (Sidoarjo, red),” ungkapnya.
Dana BK Desa yang dikucurkan Pemkab Sidoarjo ke Pemdes penerima, nilainya sangat fantastis yang mencapai puluhan hingga ratusan milyar rupiah setiap tahunnya.
Namun sayang, anggaran sebanyak itu justru digunakan oknum-oknum DPRD Sidoarjo yang mencalonkan lagi untuk meraup suara pada kontestasi Pemilu 2024 nanti.
Hal itu bisa dilihat dari alokasinya, ada desa yang memperoleh BK sampai Rp 4 milyar dalam 1 tahun. Ada pula yang Rp 2 milyar, Rp 1 milyar, Rp 800 juta atau Rp 50 juta. Namun ternyata, ada desa yang tidak mendapatkan BK sama sekali alias Rp 0.
”Jumlahnya pun tidak sedikit. Di berbagai kecamatan, ada desa yang tidak memperoleh dana BK sama sekali,” jelasnya.
Dugaan terkait penggunaan dana BK Desa untuk kepentingan politik semakin menguat, tatkala ada Kades yang ketahuan hendak maju menjadi calon legislatif (caleg) pada Pemilu 2024 mendatang. Hampir bisa dipastikan tidak akan lagi mendapatkan dana BK Desa atau nilainya bisa turun drastis.
Ada 5 orang Kades yang mencoba naik kelas dengan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif pada Pemilu 2024 nanti, yaitu Sukimin Kades Kramatjegu-Taman, Elok Suciati Kades Sidokepung-Buduran, Sriatun Kades Pabean-Sedati dan Tri Prastiyono Kades Blurukidul-Sidoarjo. Keempatnya berangkat sebagai caleg dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Yunan Faruk Efendi Kades Sarirogo-Sidoarjo maju sebagai caleg melalui Partai Nasdem dari daerah pemilihan (dapil) Sidoarjo 1 (Sidoarjo, Buduran dan Sedati).
“Sejak diisukan nyaleg, desa saya sama sekali tidak dapat BK,” kata seorang Kades yang tidak mau disebutkan namanya.
Akibatnya pada tahun 2023 ini, desa yang dipimpinnya sama sekali tidak mendapatkan BK. Padahal pada tahun 2021 mendapatkan BK sebesar Rp 100.000.000 dan tahun 2022 mendapatkan BK dua kali lipatnya.
Sukimin, mantan Kades Kramatjegu yang juga menjadi caleg PKB dengan nomor urut 4 untuk dapil Sidoarjo 5 (Sukodono dan Taman) itu enggan berkomentar terkait desanya yang pada tahun 2023 ini tidak mendapatkan dana BK dari Pemkab Sidoarjo.
“Mohon maaf, saya tidak enak kalau berkomentar tentang dana BK,” kata Sukimin saat dikonfirmasi oleh awak media, Kamis (02/11/2023) lalu.
Pada tahun 2021, Desa Kramatjegu mendapatkan BK sebesar Rp 100.000.000 dan Rp 250.000.000 pada tahun 2022. Namun pada tahun 2023 ini, Desa Kramatjegu sama sekali tidak mendapatkan dana BK alias Rp 0.
Begitu juga dengan Desa Sarirogo yang mantan Kadesnya Yunan Faruk Efendi maju sebagai caleg Nasdem nomor urut 10 dapil Sidoarjo 1. Pada tahun 2023 ini tidak mendapatkan dana BK sepeserpun, padahal pada tahun 2021 mendapatkan dana BK sebesar Rp 220.000.000 dan Rp 560.000.000 pada tahun 2022.
Beberapa desa lain yang Kadesnya jadi caleg memang BK-nya tidak sampai nol, akan tetapi nilainya turun. Sebut saja Desa Pabean yang Kadesnya menjadi caleg DPRD Provinsi Jawa Timur lewat PKB mendapatkan dana BK sebesar Rp 3.100.000.000 pada tahun 2021 dan Rp 500.000.000 pada tahun 2023 ini. Namun pada tahun 2022, Desa Pabean sama sekali tidak mendapatkan dana BK alias RP 0.
Mantan Kades Sidokepung Elok Suciati yang mencalonkan diri sebagai caleg PKB. Pada tahun 2021, Desa Sidokepung mendapatkan dana BK sebesar Rp 1.250.000.000, Rp 150.000.000 pada 2022 dan Rp 350.000.000 pada tahun 2023 ini.
Mantan Kades Blurukidul Tri Prastiyono maju sebagai caleg PKB. Pada tahun 2021, Desa Blurukidul memperoleh dana BK sebesar Rp 1.640.000.000, Rp 530.000.000 pada 2022 dan turun menjadi Rp 350.000.000 pada tahun 2023 ini. (mams)







