• Pasang Iklan
  • Redaksi
  • Contact
Sabtu, 13 Desember 2025
No Result
View All Result
e-paper
Radar Jatim
  • Home
  • Bisnis
  • Hukum dan Kriminal
  • Peristiwa
  • Pendidikan
  • Lifestyle
  • Contact
  • Home
  • Bisnis
  • Hukum dan Kriminal
  • Peristiwa
  • Pendidikan
  • Lifestyle
  • Contact
No Result
View All Result
Radar Jatim
No Result
View All Result
Home Esai/Kolom

Kuratorial: Topeng ‘Ngalam’ Hikayat Panji Semirang, Tafsir Visual Aliya Murdoko

by Radar Jatim
1 Agustus 2025
in Esai/Kolom
0
Kuratorial: Topeng ‘Ngalam’ Hikayat Panji Semirang, Tafsir Visual Aliya Murdoko

Art work on progress, karya Aliya Murdoko. (Disguise, 100 cm x 100 cm Acrylic on Canvas, 2024)

40
VIEWS

Oleh Arik S. Wartono

Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah
– Chairil Anwar —

Bait penutup dari puisi Sajak Putih yang ditulis oleh Chairil Anwar pada tanggal 18 Januari 1944, menjadi relevan untuk mengantar kuratorial pameran tunggal ke-4 karya lukis Aliya Murdoko yang bertajuk “Cerita Panji, Menafsir Tradisi Topeng Malangan” yang berlangsung di Malang Creative Canter (MCC) lantai 5 Jl. A. Yani No. 53, Blimbing, Malang, Jawa Timur, Indonesia, 3-16 Agustus 2025.

Pameran lukisan bertema kisah cinta abadi Panji Asmorobangun alias Inu Kertapati dengan Dewi Sekartaji alias Galuh Candra Kirana, kisah cinta epik yang telah mewujud dalam berbagai bentuk seni tradisi lokal Nusantara, termasuk tari topeng atau wayang topeng Malangan. Pameran ini merupakan seri ke-2 dari pameran tunggal Aliya Murdoko tahun lalu yang juga bertema sama tentang cerita Panji yang digelar juga di lokasi yang sama, bertajuk “Panji Sacrifice” tahun 2024.

Aliya Murdoko (usia 15 tahun), nama lengkapnya Aliya Sakina Murdoko, lahir di Malang 10 Januari 2010, tumbuh dan berkarya di kota Malang, Jawa Timur.

Kawasan Malang Raya punya kreasi bahasa yang unik sekaligus imajinatif, yakni bahasa Walikan Malangan, dengan cara membalik setiap kata dalam bahasa Jawa Timuran dialek Malang, misalnya, kata ‘malang’ menjadi ‘ngalam’, ‘mas’ menjadi ‘sam’, ‘semangat’ menjadi ‘tangames’, dan seterusnya.

Keunikan bahasa yang imajinatif ini, –meski belum tentu dikuasai oleh Aliya sebagai gen Z–, setidaknya telah menjadi inspirasi dalam berkreasi, bahwa proses kreatif bisa dilakukan dengan cara membolak-balik suatu hal dengan tafsir yang bebas.

Maka, tafsir Aliya Murdoko tentang Cerita Panji yang begitu kental dengan tari Topeng Malangan menjadi tafsir bebas sesuai imajinasi dan pemahaman Aliya. Tarian tradisional khas Malang, Jawa Timur ini melibatkan penari dengan berbagai topeng dan gerakan yang dinamis. Tarian ini memiliki sejarah panjang dan kaya makna, kisah yang ditampilkan terutama dari cerita Panji. Tari Topeng Malangan diperkirakan sudah ada sejak zaman Kerajaan Kanjuruhan dan berkembang hingga Kerajaan Kadiri (Daha) dan Singhasari.

Cerita Panji terkait langsung dengan upaya penyatuan kembali kerajaan Kahuripan yang terpecah mejadi dua kerajaan yang terpisah oleh sungai Brantas dengan sumpah Mpu Baradha pada abad ke-11, yang kemudian dua kerajaan ini terlibat konflik selama hampir 100 tahun.

Upaya penyatuan kembali wilayah kekuasaan dua kerajaan, yakni Daha (Kadiri atau Panjalu) dan kerajaan Jenggala (Kahuripan) selalu dibayangi oleh sumpah-kutukan Mpu Baradha, sehingga para raja yang berkuasa selama era ini tidak pernah mampu menjadi Maha Raja Cakrawala Cakrawartin, yakni penguasa seluruh empat benua yang disebutkan dalam konsep alam semesta Hindu, penguasa Mandala dalam kesatuan, keutuhan, dan siklus kehidupan. Raja sebagai awatara (avatar, perwujudan) dewa yang menguasai seluruh wilayah empat penjuru mata angin.

Siapa pun penguasa yang berusaha melanggar sumpah-kutukan ini diyakini hidupnya akan berakhir tragis. Raja pendiri kerajaan Singhasari yakni Sri Ranggah Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi (naskah Pararaton menyebutnya “Ken Arok”), hingga Kertanegara raja terakhir Singhasari telah membuktikan kutukan ini. Bahkan, penguasa selanjutnya pun sama saja, yakni Jayakatwang (Jaya Baya), seorang raja bawahan, penguasa Gagelang atau Gelang-gelang yang mengklaim dirinya pewaris paling sah atas kerajaan Daha juga tewas dihukum mati oleh Dyah Wijaya yang bersekutu dengan Mognol. (Kidung Harsawijaya, dan Kidung Panji Wijayakrama).

Kutukan ini berusaha dilawan dengan narasi Cerita Panji, yang diwujudkan dalam berbagai bentuk ritual (tarian, pertunjukan wayang dll), dan baru benar-benar berhasil saat era kerajaan Majapahit dengan raja perempuan, yakni Tribhuwana Tunggadewi Jayawishnu Wardhani yang berkuasa atas nama ibu kandungnya yang menolak menjadi raja karena telah menjadi biksuni, yakni Dyah Gayatri atau Sri Rajapatni, sesungguhnya dialah raja tanpa mahkota yang sepenuhnya berhasil mematahkan kutukan Mpu Baradha.

Maka, sejak era kejayaan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk, cerita Panji menyebar sampai dataran Asia karena memang dibangun narasi spiritual demi meyakinankan seluruh rakyat tentang mutlaknya kekuasaan seorang maha raja sebagai manifestasi kekuasaan dewa, menjadi materi utama pendidikan generasi muda, bahkan dipahat pada relief candi, ada 7 candi era kerajaan Majapahit yang menampilkan relief cerita Panji.

Cerita Panji dalam berbagai versi kemudian menyebar ke seluruh wilayah yang memiliki hubungan diplomatik dengan Majapahit. Selain Jawa, Bali, Kalimantan dan Sumatra, kisah Panji juga menyebar hingga ke Thailand, Kamboja, Laos, Filipina, Malaysia, Vietnam dan Myanmar. Cerita Panji bahkan menginspirasi kisah cinta klasik jazirah Arab: Laila Majnun, kisahnya lebih menyentuh ketimbang drama Romeo & Juliet.

Kisahnya berpusat pada perjuangan sepasang kekasih, yakni Panji Asmorobangun alias Inu Kertapati dan Dewi Sekartaji alias Galuh Candrakirana. Mereka berdua tidak bunuh diri menenggak racun bukti cinta. Sebaliknya, mereka saling berjuang mengatasi segala rintangan terutama semenjak Candrakirana terusir dari istana, mengembara sampai menyamar menjadi laki-laki, bahkan mengalahkan komplotan perampok kemudian diangkat menjadi pemimpinnya.

Visual Budaya Aliya Murdoko

Di tangan Aliya Murdoko, seniman anak yang kini beranjak remaja, peraih lebih dari 150 penghargaan internasional dan telah berpameran pada even seni rupa anak serta berbagai festival budaya untuk anak di USA, UK, Inggris, Jepang, Jerman, Rusia, Latvia, Bulgaria, India dll sejak usia 4 tahun, cerita Panji terutama dari sumber tari topeng Malangan dan Hikayat Panji Semirang kemudian ditafsirkan secara visual melalui karya-karya lukisnya, menjadi versinya sendiri.

Hal ini sejalan dengan pendapat Viktor Lowenfeld, seorang pendidik seni rupa anak yang menekankan pentingnya memberikan kebebasan kepada anak-anak untuk berekspresi dalam seni, sehingga mereka dapat mengembangkan kreativitas dan kepercayaan diri mereka.

“Anak-anak harus diberikan kebebasan untuk berekspresi dan menciptakan karya seni mereka sendiri, tanpa takut akan penilaian atau kritik.” Lowenfeld, V. (1957). Creative and Mental Growth, Macmillan.

Ki Hajar Dewantoro pernah mengembangkan pendidikan seni untuk anak-anak sebagai bentuk pendidikan taman siswa yang dikenal dengan Tri-N (Niteni, Nirokke, Nambahi) (Mariana, 2024). Maka, begitulah yang dilakukan oleh Aliya. Ia memperhatikan detail cerita Panji (Niteni), mengambil beberapa visual karakter dari Topeng Malangan (Nirokke), kemudian melakukan eksperimen yang menjadi tafsir visual menurut versinya sendiri (Nambahi). Setidaknya, selama dua tahun terakhir Aliya Murdoko bergelut dengan tema ini, berproses keratif dalam berbagai teknik melukis.

Salah satu karyanya, “Pelarian Candrakirana“, cat minyak dan akrilik di atas kanvas, 60×120 cm, 2025, menampilkan figur perempuan (Candra Kirana) bergaun putih berkibar naik kuda putih (tanpa tali kekang dan pelana) melitasi semesta, seolah ia terbang ke dimensi tak terbatas.

“Pelarian Candrakirana” karya Aliya Murdoko merupakan wujud dari tafsir bebasnya atas karakter figur Candra Kirana. Dari segi teknis, karya ini menunjukkan kemampuan Aliya dalam mengolah warna dan bentuk, menggunakan teknik oil on water. Cat minyak yang dilembang di permukaan air yang ditaruh pada wadah besar dari terpal, kemudian kanvas dicelup perlahan pada permukaan air yang telah terlapisi sebaran cat minyak. Setelah dikeringkan, tahap selanjutnya objek dibentuk menggunakan goresan kuas yang terkontrol media cat akrilik. Menghasilkan tekstur semu dan dimensi yang menarik. Komposisi yang seimbang dan harmonis menambah kesan yang estetis dan puitis pada karya ini.

Karya ini juga mengajak kita untuk melihat lebih dalam ke dalam makna simbolis dan spiritual. “Pelarian Candra Kirana” dapat diinterpretasikan sebagai simbol perjalanan spiritual dalam mencari makna dan kebenaran. Figur Candra Kirana berpacu di atas kuda putih bisa melambangkan kebebasan dan kemurnian jiwa, sementara semesta yang dilintasi melambangkan kompleksitas dan keanekaragaman kehidupan.

Dengan demikian, “Pelarian Candrakirana” tidak hanya merupakan karya seni yang indah dan imajinatif, tetapi juga merupakan refleksi dari perjalanan spiritual sang seniman dalam mencari makna dan kebenaran. Karya ini menunjukkan bagaimana seni dapat menjadi sarana untuk memahami dan mengekspresikan keajaiban kehidupan.

“Pelarian Candra Kirana”, cat minyak dan akrilik di atas kanvas, 60 x 120 cm, 2025.

Karya lain yang tak kalah menarik adalah “Tabah“, cat akrilik di atas kanvas, 100×100 cm, 2025. Karya ini merespon karyanya sendiri tahun 2024 (“Disguise“), sepenuhnya menggunakan cat akrilik putih di atas kanvas putih.

Fokus utama adalah wajah Candra Kirana yang secara harafiah berarti ‘cahaya rembulan’ dalam penyamarannya sebagai seorang lelaki dengan nama Panji Semirang. Sapuan kuas dengan cat akrilik putih pada objek utama, kemudian background dipenuhi detail kisah Cerita Panji menggunakan canting plastik yang diisi cat akrilik putih dengan keenceran yang bisa disesuaikan kebutuhan, menghasilkan gambar goresan-goresan putih di atas kanvas.

Dalam narasinya Aliya menulis: “… kelembutan budi dan sucinya jiwa yang tak akan pernah kotor oleh pengaruh apapun. Ketabahan seorang perempuan yang mengubahnya menjadi keteguhan tekad memperjuangkan cinta sejati”.

Karya ini tentu eksperimen yang cukup berani karena selain hanya menggunakan cat putih di atas kanvas putih, detail yang saling bertumpuk menghasilkan efek overlaping. Sebuah karya yang memicu imajinasi dan refleksi. Figur Candra Kirana dalam penyamaran wajah sebagai Panji Semirang menjadi fokus utama dalam lukisan ini, menghadirkan dualitas dan kompleksitas dalam satu sosok.

Lukisan ini juga dapat diinterpretasikan sebagai simbol perubahan dan transformasi. Figur Candra Kirana yang menyamar sebagai Panji Semirang merefleksikan kemampuan manusia untuk beradaptasi dan berubah dalam menghadapi tantangan hidup.(*)

*) Arik S. Wartono, Kurator, Pendiri dan Pembina Sanggar DAUN.

CATATAN: Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulisnya.

Tags: Aliya MurdokoKuratorialLukisanPameran TunggalPanji SemirangTafsir VisualTopeng Ngalam

Related Posts

The Colour Jurney, Pameran Tunggal Lukisan Aisyah Digelar di Galeri Merah Putih

The Colour Jurney, Pameran Tunggal Lukisan Aisyah Digelar di Galeri Merah Putih

by Radar Jatim
25 Oktober 2025
0

SURABAYA (RadarJatim.id) -- Mulai Sabtu...

Perjalanan Warna Pelukis Cilik Gresik Aisyah Hilya

Perjalanan Warna Pelukis Cilik Gresik Aisyah Hilya

by Radar Jatim
23 Oktober 2025
0

Kuratorial oleh Arik S. Wartono...

Mulai Sabtu Sore Ini, Ariel Ramadhan Pameran Tunggal ke-6 di Galeri Merah Putih Kompleks Balai Pemuda Surabaya

Mulai Sabtu Sore Ini, Ariel Ramadhan Pameran Tunggal ke-6 di Galeri Merah Putih Kompleks Balai Pemuda Surabaya

by Radar Jatim
9 Agustus 2025
0

SURABAYA (RadarJatim.id) -- Mulai Sabtu...

Load More
Next Post
Terobosan Aman dan Ramah Lingkungan, Bojonegoro Kembangkan Rubuha untuk Pengendalian Hama Tikus Sawah

Terobosan Aman dan Ramah Lingkungan, Bojonegoro Kembangkan Rubuha untuk Pengendalian Hama Tikus Sawah

Radar Jatim Video Update

Berita Populer

  • Tangis Haru Mewarnai Suasana Penjemputan Siswa SMA Negeri 1 Wonoayu

    Tangis Haru Mewarnai Suasana Penjemputan Siswa SMA Negeri 1 Wonoayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Soft Launching KM Dharma Kencana V, Fasilitas Mewah Berkapasitas 1.400 Penumpang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ribuan Warga Doakan Keluarga Besar SMK Antartika 2 Sidoarjo

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Analisis Semantik Puisi ‘Aku Ingin’ Karya Sapardi Djoko Damono

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sehari Pasca-Kunjungan Jokowi, KEK JIIPE Manyar Didemo Ratusan Massa Sekber Gresik, Protes Rendahnya Serapan Tenaga Kerja Lokal

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Radar Jatim adalah media online Jatim yang memberikan informasi peristiwa dan berita Jawa Timur dan Surabaya terkini dan terbaru.

Kategori

  • Artikel dan Opini
  • Ekonomi Bisnis
  • Ekosistem Lingkungan
  • Esai/Kolom
  • Feature
  • Finance
  • HAM
  • Hukum dan Kriminal
  • Infrastruktur
  • Kamtibmas
  • Kemenkumham
  • Kesehatan
  • Komunitas
  • Kuliner
  • Lain-lain
  • Layanan Publik
  • Lifestyle
  • Literasi
  • Nasional
  • Olah Raga
  • Ormas
  • Otomotif
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Peristiwa
  • Pertanian
  • pinggiran
  • Politik
  • Religi
  • Sastra/Budaya
  • Sosial
  • Tekno
  • TNI
  • TNI-Polri
  • video
  • Wisata

Kami Juga Hadir Disini

© 2020 radarjatim.id
Susunan Redaksi ∣ Pedoman Media Siber ∣ Karir

No Result
View All Result
  • Home
  • Politik
  • Hukum dan Kriminal
  • Nasional
  • Lifestyle
  • Tekno
  • Ekonomi Bisnis
  • Artikel dan Opini

© 2020radarjatim.id

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In