SIDOARJO (RadarJatim.id) – Polemik pengelolaan parkir milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) yang dikerjasamakan dengan PT. Indonesia Sarana Service (ISS)-KSO pada awal tahun 2022 lalu masih meninggalkan persoalan yang hingga kini belum selesai.
Solidaritas Masyarakat Sidoarjo (Somasi) Untuk Keadilan mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo di jalan Sultan Agung, Nomor 36 Gajah Timur, Kelurahan Magersari, Kecamatan Sidoarjo, Senin (24/11/2025).
Selamet Budiono, S.Ip, Ketua Somasi yang didampingi sekretarisnya, Andi Prasetio mengatakan bahwa kedatangan mereka ke Kejari Sidoarjo untuk melaporkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo yang secara sengaja telah melalaikan tugas dan tanggung jawabnya dalam pengelolaan parkir yang dikerjasamakan dengan PT. ISS-KSO.
“Kedatangan kami ke Kejari Sidoarjo untuk melaporkan Pemkab (Sidoarjo, red) yang telah lalai dalam memaksimalkan PAD (Pendapatan Asli Daerah, red) melalui perparkiran,” kata Selamet Budiono usai keluar dari Kantor Kejari Sidoarjo.
Selamet mengungkapkan bahwa Pemkab Sidoarjo tidak mampu bertindak tegas dan terkesan melakukan pembiaran atau lalai terhadap rekanannya, yaitu PT. ISS-KSO yang tidak memenuhi kewajibannya untuk menyetorkan ke Kas Daerah (Kasda) sebesar Rp 6,6 Milyar setiap tahunnya.
Terhitung semenjak dilakukan addendum Perjanjian Kerjasama (PKs) pengelolaan parkir antara Pemkab Sidoarjo dengan PT. ISS-KSO pada akhir tahun 2023 lalu telah terjadi kesepakan perubahan nilai kontrak dari Rp 32,09 Milyar menjadi Rp 12 Milyar pertahun.
PT. ISS-KSO memiliki kewajiban menyetorkan 55 persen dari nilai kontak Rp 12 Milyar atau sebesar Rp 6,6 Milyar ke Kasda Sidoarjo. Dimana PT. ISS-KSO memiliki kewajiban setor bagi hasil pengelolaan parkir sekitar Rp 550 juta perbulan.
“PT. ISS-KSO setor bagi hasil pengelolaan parkir di periode Juni 2022 hingga 31 Desember 2023 ke Kasda. Itupun hasil addendum. Setelah itu, sampai sekarang belum melakukan pembayaran lagi. Bahkan Pemkab (Sidoarjo, red) menganggap PT. ISS-KSO wanprestasi dalam pengelolaan parkir tersebut,” ungkapnya.
Mantan Ketua Pengurus Cabang Gerakan Pemuda (PC GP) Ansor Nahdlatul Ulama (NU) Sidoarjo itu menilai bahwa Pemkab Sidoarjo telah melakukan maladministrasi sebagaimana diatur dalam pasal 10 ayat (1), pasal 17 dan pasal 18 Undang Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.
Tidak hanya itu saja, kelalaian pejabat publik sehingga terjadi maladministrasi yang menyebabkan kerugian negara merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam pasal 2 dan pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
“Khususnya pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tegasnya.
Dalam pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyebutkan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 Milyar.
Sedangkan dalam pasal 3 UU Tipikor menyebutkan bahwa setiap orang yang menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara akan dipidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp 50 juta.
“Kami mohon kepada Kepala Kejari Sidoarjo untuk segera menindaklanjuti sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI, red) ini,” pungkasnya. (mams)







